Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Deru Debu (Cerber Bagian Kesepuluh "Tersesat")

29 Juli 2015   10:36 Diperbarui: 11 Agustus 2015   21:51 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

“Maksud lo jalan besar besar mana? Di sini banyak jalan besar. Kalau kagak ada namanya, gua juga bingung.”

“Yang banyak mobilnya!”

“Di sini banyak mobil! Di jalan sana juga banyak!”

“Yang banyak truk dari luar kota!”

“Di mana-mana banyak truk dari luar kota. Lo tadi jalan dari arah mana?”

“Tak tahu!”

“Huh, sudahlah!” Perempuan itu pergi.

Kyai Ali mulai blingsatan menunggu Kecik. Pertama-tama dia tak terlalu cemas ketika anak itu keluar dari kabin truk. Sejam berselang, barulah dia cemas. Dia menyalahkan Sujak karena tega menyuruh Kecik yang buta Jakarta untuk mencari makanan di warung yang entah ada atau tidak.

“Pokoknya aku yakin ada! Mungkin saja banyak pembeli yang antri.”

“Bagaimana kalau dia tak menemukan warung makan itu, lalu mencari-cari dan akhirnya tersesat?”

“Ah, dia kan bisa pulang ke mari kalau merasa gagal mendapatkan warung makan itu.” Sujak membela diri. “Sudah! Jangan risaulah!”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun