“Maksud lo jalan besar besar mana? Di sini banyak jalan besar. Kalau kagak ada namanya, gua juga bingung.”
“Yang banyak mobilnya!”
“Di sini banyak mobil! Di jalan sana juga banyak!”
“Yang banyak truk dari luar kota!”
“Di mana-mana banyak truk dari luar kota. Lo tadi jalan dari arah mana?”
“Tak tahu!”
“Huh, sudahlah!” Perempuan itu pergi.
Kyai Ali mulai blingsatan menunggu Kecik. Pertama-tama dia tak terlalu cemas ketika anak itu keluar dari kabin truk. Sejam berselang, barulah dia cemas. Dia menyalahkan Sujak karena tega menyuruh Kecik yang buta Jakarta untuk mencari makanan di warung yang entah ada atau tidak.
“Pokoknya aku yakin ada! Mungkin saja banyak pembeli yang antri.”
“Bagaimana kalau dia tak menemukan warung makan itu, lalu mencari-cari dan akhirnya tersesat?”
“Ah, dia kan bisa pulang ke mari kalau merasa gagal mendapatkan warung makan itu.” Sujak membela diri. “Sudah! Jangan risaulah!”