Kecik mencoba menyapa ramah anak-anak itu. Tapi seolah melihat orang gila, mereka lari tunggang langgang. Setelah berjarak sekian puluh langkah, barulah anak-anak itu berhenti. Mereka menghadiahi Kecik dengan lidah dijulur-julur. Puas itu, mereka menungging dan memukul-mukul pantat.
“Anak-anak kurang ajar!” gerutu Kecik. Dia meluruskan kaki. Tak sengaja kakinya mengganjal langkah seseorang yang lebih besar dan tegap darinya. Usia orang itu mungkin tujuh belas tahun. Hidungnya ber-anting. Di atas sikunya tato gambar hati terlihat garang. Dia menyeringai bersamaan dua kawannya menyusul di belakang.
“Lo anak baru, ya? Berani masuk daerah sini?” Dia memegang krah baju Kecik. Kawannya terkakak-kakak. “Bayar upeti kalau mau aman!"
(Bersambung)
Bagian Sebelumnya
http://www.kompasiana.com/rifannazhif/deru-debu-cerber-bagian-kesembilan-ke-jakarta_55a09640537a61ae048b4567
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H