09 Maret 2020
Setiap tanggal 9 Maret kita merayakan Hari Musik Nasional. Dan kini aku hanya bisa menikmati alunan saksofonmu dengan hati remuk-redam. Aku melihatmu amat menjiwai permainanmu melebihi yang sudah, setelah ada Ambar ada di sebelahmu, meliukkan suara biola.
Kalian memang sepasang musikus yang apik. Akan janggal kalau kita yang jadian, Mardan. Aku hanya bisa menjadi penikmat musik, bukan sebagai musikus. Tapi tidak dengan Ambar. Kalian bisa saling mengisi. Denganku, yakinlah kita akan terlihat jomplang.
Tepuk riuh penonton semakin meriah. Lampu sorot menyambar kalian berdua. Lalu, betapa memalukan, lampu sorot mengarah tepat di tempat dudukku. Apakah acara konser musik ini ingin mempermalukanku?
Samar kulihat kau turun dari panggung. Ambar menyusul. Para penonton terpana. Ambar perlahan menautkan tanganku dengan tanganmu. Musik tetiba berhenti.
“Selama ini aku selalu berusaha memiliki segala sesuatu seperti yang kau miliki. Bahkan jika hanya ada satu di dunia, aku akan merebutnya. Tapi tidak dengan Mardan. Maafkan kami telah bersandiwara di depanmu selama ini. Matamu tak bisa berdusta semahir mulutmu. Hanya kau yang bisa membahagiakan Mardan.” Dia tertunduk.
“Ambar!” Aku salah tingkah. Aku merasa bersalah.
“Kau tahu penyakitku. Sewaktu-waktu tangan maut akan membawaku pergi. Tapi tidak denganmu.”
“Ini mustahil, Ambar! Panjang-pendeknya usia tak bisa diukur dengan penyakit. Tapi...”
“Husss!” Ambar menutup mulutku dengan jari telunjuknya. Dan malam pun turun semakin dalam.
10-03-2020