Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - Menebus bait

Karyawan swasta dan penulis. Menulis sejak 1989 sampai sekarang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Lagu Terakhir untuk Seorang Dei

2 Maret 2020   11:41 Diperbarui: 2 Maret 2020   11:59 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Berarti kau tak mencintaku?" Aku terdiam sejenak. Pelayan mengantarkan pesananmu  yang terakhir, setangkup roti. Angin malam membuatmu lapar.

"Aku tak bilang begitu!"

"Dokter kau percaya? Dei, dia itu bukan Tuhan." Kau membisu. Tertunduk sedih. Aku tak ingin gerimis yang mulai turun di luar, akan menderas, masuk di dalam kafe, jatuh dari mata bulatmu. Aku tak ingin itu. Sangat tak ingin! Sebab itu aku mengalihkan pembicaraan. "Aku akan menjadikan puisimu menjadi syair lagu."

"Sungguh?" Girah itu kembali menyala.

"Sungguh! Apa ada tampangku menjadi seorang pembohong?"

"Janji!"

"Yakinlah, Dei. Dari dulu aku selalu menepati janji."

"Aku sangat setuju!"

"Itu baru gadis.... Ups, salah. Kau memang hebat, Dei." Kuremas punggung tangannmu. "Ayok, ah, kita minggat, sebelum kafe ini benar-benar menendang kita."

***

Teman-teman mengacungkan jempol ketika lagu itu selesai kunyanyikan. Walaupun ada sedikit melodi yang fals, menurut mereka itu amazing. Puisimu memang memukau. Ibarat santan, bisa dipadukan untuk semua makanan, maka puisimu juga demikian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun