Mohon tunggu...
Sangria Razan
Sangria Razan Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis dengan Hati

Sebagai seseorang yang ingin belajar dan memahami batasan serta perspektif yang benar, saya sangat berharap mendapatkan bimbingan dan pandangan yang lebih bijak dalam menyikapi pengalaman seperti ini, agar tetap sejalan dengan prinsip-prinsip yang saya anut.

Selanjutnya

Tutup

Horor

Pathok pethuk "Part 2"

6 Januari 2025   10:40 Diperbarui: 6 Januari 2025   10:43 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Horor. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Mystic Art Design

Aku hanya ingin berteriak, menangis keras, memohon agar semua ini berhenti. Tapi tidak ada yang mendengarku. Tidak ada yang tahu betapa beratnya setiap langkahku di lorong itu, di rumah itu, di hidupku. Aku merasa tenggelam, dan satu-satunya pegangan yang kumiliki adalah doa-doa yang kadang terasa hampa.

Hari itu adalah hari yang akan selalu kuingat. Hari menstruasi pertamaku. Ibu bilang, ini adalah bagian dari tumbuh dewasa. Namun, bagiku, hari itu adalah awal dari kejadian aneh yang semakin nyata. Waktu menunjukkan selepas Ashar. Aku harus membersihkan diri, seperti yang ibu ajarkan pagi tadi.

Lorong panjang itu menanti. Delapan kamar berjajar di sisi kanan dan kirinya, dengan suasana sepi yang selalu membuatku merasa diawasi. Aku menahan napas, mencoba mengabaikan perasaan tak nyaman yang menyelinap. Aku berjalan cepat, langkahku menggema di lantai tua yang dingin.

Setibanya di kamar mandi, ibu sudah di sana. Ia sedang mencuci pakaian, memastikan aku tidak sendiri untuk pengalaman pertamaku ini. “Ayo, Kak, bersihkan diri. Jangan lupa cara yang ibu ajarin tadi,” katanya lembut sambil tersenyum.

Aku menyalakan keran, suara air mengalir mengisi keheningan. Tapi tiba-tiba, semuanya berubah. Dalam sekejap, aku tidak lagi berada di kamar mandi rumah kakek. Aku berdiri di tengah sebuah hutan. Gubuk kecil di depanku menjadi satu-satunya bangunan, dan di belakangnya ada kamar mandi sederhana dengan padasan.

Pohon-pohon besar menjulang di sekitarnya. Pohon nangka yang penuh buah matang, pohon pepaya dengan buah hijau menggantung, dan pohon salam yang begitu besar hingga batangnya tampak seperti pilar. Di sudut pandangku, pohon-pohon pisang melambai pelan, daun pupusnya bergerak seperti menyapa.

Aku tertegun, tubuhku gemetar. Tapi lebih menakutkan lagi, aku melihat ular besar di balik pohon pepaya. Matanya merah menyala, lidahnya menjulur dengan gerakan yang aneh, seolah-olah ingin berbicara denganku. Aku menahan napas, memalingkan wajah, hanya untuk disambut oleh pemandangan lain yang tak kalah ganjil.

Di bawah pohon nangka yang besar, seekor kera putih berbulu lebat duduk santai, memakan buah nangka yang kuning dan harum. Tatapannya tajam, penuh kegirangan, seakan-akan ia tahu keberadaanku dan sedang menungguku sejak lama.

Aku tidak sanggup lagi. Mulutku terbuka, dan aku berteriak, "Ibu!"

Segalanya tiba-tiba gelap. Ketika mataku terbuka, aku kembali ke kamar mandi rumah kakek. Ibu menatapku dengan wajah bingung, lalu berkata, “Kamu kenapa sih? Orang disuruh mandi kok malah bengong.”

Aku menatap ibu, mencoba mengerti apa yang baru saja terjadi. Tapi ibu tidak memberi waktu untuk merenung. Ia segera menyalakan keran lagi, membimbingku dengan sabar. “Pertama, wudhu dulu ya, Kak. Habis itu, bersihkan darahnya. Jangan ada yang tercecer di lantai, ya. Kalau sudah, mandi seperti biasa. Pakai sabun biar enggak amis.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun