Mohon tunggu...
Ridha Aprilia Harahap
Ridha Aprilia Harahap Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Uin Bukittinggi

Memiliki kepribadian yang bekerja keras dan mampu bekerja dalam tim dan memiliki hobi dengarkan musik dan memasak

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Overview Ekonomi Islam

5 Mei 2023   11:03 Diperbarui: 5 Mei 2023   11:18 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

OVERVIEW EKONOMI ISLAM

Abstrak

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui pengertian dari ekonomi Islam, prinsip-prinsip dasar ekonomi Islam, karakteristik ekonomi Islam serta fiqh ekonomi Islam. Metode penulisan dalam makalah ini menggunakan metode Ekonomi Islam adalah ilmu yang mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat dalam persfektif nilai-nilai Islam. Ekonomi Islam mempunyai tujuan untuk memberikan keselarasan bagi kehidupan di dunia, nilai Islam bukan semata hanya untuk kehidupan muslim saja tetapi seluruh makluk hidup di muka bumi, esensi proses ekonomi Islam adalah pemenuhan kebutuhan manusia yang berlandaskan nilai-nlai Islam guna mencapai pada tujuan agama (falah). Prinsip-prinsip dasar ekonomi Islam terdiri dari beberapa pendapat, salah satunya menurut Sadr ekonomi Islam terdiri dari tiga komponen dasar yaitu: prinsip kepemilikan multi-faceted, prinsip kebebasan ekonomi dalam batas yang ditetapkan dan prinsip keadilan sosial.

Kata Kunci: Pengertian Ekonomi Islam, Prinsip-Prinsip Dasar Ekonomi Islam, Karakteristik Ekonomi Islam, Fiqh Ekonomi Islam.

 

DAFTAR ISI

ABSTRAK.. 1

DAFTAR ISI. 2

PENDAHULUAN.. 3

PEMBAHASAN.. 4

A.      PENGERTIAN EKONOMI ISLAM... 4

B.       PRINSIP-PRINSIP DASAR EKONOMI ISLAM... 6

C.       KARAKTERISTIK EKONOMI ISLAM... 15

D.      FIQH EKONOMI MAKRO ISLAM... 23

KESIMPULAN.. 28

DAFTAR PUSTAKA.. 2

PENDAHULUAN

        Ekonomi Islam sebagai suatu Ilmu pengetahuan lahir melalui proses pengkajian ilmiah yang panjang, dimana pada awalnya terjadi sikap pesimis terkait eksistensi Ekonomi Islam dalam kehidupan masyarakat saat ini. Hal ini terjadi karena di masyarakat telah terbentuk suatu pemikiran bahwa harus terdapat dikotomi antara agama dengan keilmuan. Dalam hal ini termasuk didalamnya Ilmu Ekonomi, namun sekarang hal ini sudah mulai terkikis. Para Ekonom Barat pun mulai mengakui eksistensi Ekonomi Islam sebagai suatu Ilmu Ekonomi yang memberi warna kesejukan dalam perekonomian dunia dimana Ekonomi Islam dapat menjadi sistem Ekonomi alternatif yang mampu mengingatkan kesejahteraan umat, disamping sistem ekonomi kapitalis dan sosialis yang telah terbukti tidak mampu meningkatkan kesejahteraan umat.

        Berdasarkan uraian diatas penulis ingin mengkaji atau mengetahui pengertian ekonomi Islam, prinsip-prinsip dasar ekonomi Islam, karakteristik ekonomi Islam, serta fiqh ekonomi Islam. 

PEMBAHASAN

PENGERTIAN EKONOMI ISLAM

        Ekonomi didefinisikan sebagai hal yang mempelajari tentang perilaku manusia dalam menggunakan sumber daya yang langka untuk memproduksi barang dan jasa yang dibutuhkan manusia.  Sementara, Islam mengatur kehidupan manusia baik kehidupan di dunia maupun akhirat. Dengan demikian ekonomi merupakan suatu bagian dari agama (Islam), karena bagian dari kehidupan manusia yang bersumber dari Alquran dan al-Sunnah. Kedudukan sumber yang mutlak ini menjadikan Islam sebagai suatu agama yang istimewa dibandingkan dengan agama lain sehingga dalam membahas perspektif ekonomi Islam segalanya bermuara pada akidah Islam al-Qur'an al-karim dan al-Sunnah al-nabawiyyah.

        Menurut Manan ilmu ekonomi Islam adalah ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah masalah ekonomi masyarakat yang dulhami oleh nilai-nilai Islam. Menurut Ash-Sidiqy, ilmu ekonomi Islam adalah respons pemikir muslim terhadap tantangan ekonomi pada masa tertentu. Dalam usaha keras ini mereka dibantu oleh Al-Qur'an dan Sunah, akal (ijtihad), dan pengalaman. Menurut Ahmad, ilmu ekonomi Islam adalah sebuah usaha sistematis untuk memahami masalah-masalah ekonomi dan tingkah laku manusia secara relasional dalam persfektif Islam. Menurut Chapra ekonomi Islam adalah sebuah pengetahuan yang membantu upaya realisasi kebahagiaan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber daya yang terbatas yang berada dalam koridor yang mengacu pada pengajaran Islam tanpa memberikan kebebasan individu atau tanpa perilaku makro ekonomi yang berkesinambungan dan tanpa ketidakseimbangan lingkungan.

        Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Ekonomi Islam itu adalah sistem yang mengaplikasikan prinsip ekonomi yang sesuai dengan ajaran Islam, bagi setiap kegiatan ekonomi yang bertujuan menciptakan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Jika dilihat dari tujuannya, sekilas tidak ada perbedaan antara ekonomi Islam dan sistem ekonomi lainnya, yaitu untuk mencari pemenuhan berbagai keperluan hidup manusia, baik bersifat pribadi atau kolektif. Demikian juga dengan prinsip dan motifnya, di mana setiap orang atau masyarakat berusaha mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya dengan tenaga atau biaya yang sekecil-kecilnya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Namun sesungguhnya ekonomi Islam secara mendasar berbeda dari sistem ekonomi yang lain. Untuk memberikan pengertian yang lebih jelas tentang definisi ekonomi Islam dari berbagai ahli ekonomi Muslim terkemukan saat ini.

        Definisi ekonomi Islam yang diberikan oleh mereka bervariasi, tetapi pada dasarnya mengandung makna yang sama, yaitu sebagai berikut:

  • Ekonomi Islam sebagai ilmu yang mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat dalam persfektif nilai-nilai Islam.
  • Ekonomi Islam sebagai cabang dari ilmu yang membantu merealisasikan kesejahteraan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber daya yang langka, yang sejalan denganlangka, yang sejalan dengan ajaran Islam, tanpa membatasi kebebasan individu, menciptakan ketidakseimbangan makroekonomi dan ekologi yang berkepanjangan, atau melemahkan solidaritas keluarga dan sosial serta jaringan moral masyarakat.
  •  Ekonomi Islam merupakan studi mengenai representasi perilaku muslim dalam suatu masyarakat muslim tertentu.
  • Mohammad Akram Khan, menegaskan bahwa ekonomi Islam merupakan studi yang memusatkan perhatian pada kesejahteraan manusia yang dicapai dengan mengorganisasikan sumber daya di bumi ini atas dasar kerjasama dan partisipasi.

        Dari defisini-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ekonomi Islam bukan hanya merupakan praktik kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh individu dan komunitas muslim yang ada, namun juga merupakan perwujudan perilaku ekonomi yang didasarkan pada ajaran Islam dan mencakup cara pandang permasalahan ekonomi dalam menganalisis dan mengajukan alternatif solusi atas berbagai permasalahan ekonomi.

 

PRINSIP-PRINSIP DASAR EKONOMI ISLAM

        Menurut Holton prinsip-prinsip dasar ekonomi liberalisme, merupakan campuran dari ide-ide yang berasal dan diadopsi dari berbagai sumber.  Termasuk ekonom abad 18, Adam Smith, sekolah neo-klasik ekonomi dan yang lebih baru pasca perang ekonom seperti yang dimotori oleh Milton Friedman.

        Prinsip-prinsip dasar dari tradisi ekonomi liberalis ini adalah sebagai berikut:

  • Swasta Hak Kekayaan 
  • Individu Kedaulatan, 
  • Self-bunga, 
  • Rasionalitas, 
  • Self-Pengaturan Pasar. 

        Ekonomi sebagai bagian dari aktivitas manusia, berkaitan dengan produksi barang, mengumpulkan kekayaan, tenaga kerja, akumulasi perdagangan dan pertukaran objek material, dll, telah penting dalam setiap peradaban. Pandangan Islam, seperti dalam peradaban tradisional lainnya, ekonomi tidak pernah dianggap sebagai suatu disiplin yang terpisah atau domain yang berbeda dari aktivitas manusia. Akibatnya, tidak ada kata ekonomi dalam bahasa Arab klasik.  Dalam masa berikutnya, Iqtisad (ekonomi) menjadi terjemahan baru dalam istilah modern "ekonomi" dalam bahasa Arab dan memiliki arti yang sangat berbeda dalam bahasa Arab klasik.  Dimana itu berarti 'menjaga emas', seperti yang tercantum dalam buku yang terkenal Ihya Ulum-id-Din, Gazzali.

        Menurut Sadr, ekonomi Islam terdiri dari tiga komponen dasar, sesuai dengan konten yang teoretis yang dibedakan dari teori ekonomi lain, yaitu:

a.   Prinsip kepemilikan multi-faceted; 

b.   Prinsip kebebasan ekonomi dalam batas yang ditetapkan; 

c.   Prinsip keadilan sosial. 

  • Prinsip kepemilikan multi-faceted 

        Islam berbeda pada dasarnya dari kapitalisme dan sosialisme dalam sifat prinsip pengakuan kepemilikan. Masyarakat kapitalis percaya unsur kepemilikan dalam bentuk individu swasta, yaitu kepemilikan pribadi.  Hal ini memungkinkan kepemilikan swasta individu dari berbagai jenis kekayaan di negara ini sesuai dengan kegiatan dan keadaan.  Islam hanya mengakui kepemilikan publik bila diminta oleh kebutuhan sosial dan perlunya nasionalisasi untuk menjaga utilitas.   Sosialisme masyarakat benar-benar bertentangan dengan itu.  Jadi kepemilikan umum adalah prinsip umum, yang diterapkan untuk setiap jenis kekayaan. Namun, sifat dasar kedua masyarakat ini tidak berlaku untuk masyarakat Islam karena masyarakat Islam tidak setuju dengan kapitalisme di doktrin bahwa kepemilikan pribadi adalah prinsip, atau dengan sosialisme dalam pandangannya bahwa kepemilikan umum adalah sebuah prinsip umum.  Melainkan mengakui kepemilikan bentuk yang berbeda pada saat yang sama.  Dengan demikian meletakkan prinsip kepemilikan multi-faceted.  Itu berarti dari sudut pandang Islam kepemilikan diterima dalam berbagai bentuk-bukan prinsip hanya satu jenis kepemilikan, seperti, kepemilikan pribadi, kepemilikan publik dan kepemilikan negara. 

       Untuk alasan ini, akan menjadi kesalahan untuk memanggil Islam masyarakat kapitalis, meskipun itu memungkinkan kepemilikan pribadi dari sejumlah jenis properti dan alat-alat produksi, karena kepemilikan pandangan pribadi adalah bukan aturan dasar.  Dengan cara yang sama itu akan menjadi kesalahan untuk menggunakan istilah "sosialis" masyarakat untuk masyarakat Islam, meskipun telah mengadopsi kepemilikan publik dan kepemilikan negara untuk beberapa jenis kekayaan dan properti, karena dalam pandangannya bentuk sosialis kepemilikan tidak aturan umum. 

        Menurut ayat al-Qur'an, setiap hal di alam semesta ini milik Allah SWT.  "Apapun yang di langit dan apa yang ada di bumi milik Allah."  [Al-Baqarah, 2:284].  Dia adalah pemilik asli dari segala sesuatu "Dan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan Allah Maha Kuasa atas setiap sesuatu."  [Al-Imran, 3:189].  Sadr (1994) membuat jelas bahwa kepemilikan individu, kepemilikan negara, dan kepemilikan publik tiga bentuk paralel dalam hukum Islam.  Real kepemilikan adalah milik Allah, manusia memegang properti di kepercayaan yang ia bertanggung jawab kepada-Nya, sesuai dengan aturan yang jelas ditetapkan dalam syariat Islami'iah [Islam Pengajaran] digarisbawahi di atas. Siddiqi (1981) Menurut perolehan aktiva serta penggunaan dan pembuangan tunduk pada batas yang ditetapkan dan harus dibimbing oleh norma-norma yang ditetapkan oleh Allah.  Absolute kepemilikan manusia adalah konsep asing bagi Islam, karena milik Allah semata.  Ada kewajiban yang pasti terhadap orang lain yang hadir pada hak-hak kepemilikan individu.  Lingkup masing-masing dari tiga jenis kepemilikan tidak kaku didefinisikan tetapi dibiarkan ditentukan dalam cahaya prinsip-prinsip tertentu, tergantung pada kebutuhan dan keadaan.

  • Prinsip kebebasan ekonomi dalam batas yang ditetapkan 

        Yang kedua komponen ekonomi Islam adalah untuk memungkinkan individu, di tingkat ekonomi, kebebasan yang terbatas, dalam batas-batas spiritual dan nilai-nilai moral di mana Islam percaya. Pelaksanaan prinsip ini dalam Islam dilakukan dengan cara berikut: 

  • Hukum agama, dalam sumber-sumber umum, asalkan ketentuan tekstual untuk melarang kelompok kegiatan sosial dan ekonomi, yang menghambat, dalam pandangan Islam, realisasi cita-cita dan dinilai diadopsi oleh Islam, seperti riba, monopoli dan seperti. 
  • Hukum agama diletakkan ditaburkan pada prinsipnya pengawasan penguasa atas kegiatan umum dan intervensi negara untuk melindungi dan menjaga kepentingan publik melalui pembatasan kebebasan individu dalam aksi yang mereka lakukan.  Mengenai kepentingan pribadi, Islam menekankan bahwa keberhasilan individu dan masyarakat tergantung keseimbangan antara spiritual dan material kebutuhan manusia.  Berdasarkan prinsip kepemilikan terbatas yang berasal dari teks Al-Quran yang disebutkan di atas, manusia adalah baik mutlak maupun pemilik total pemilik bumi dan sumber dayanya.  Dia tidak memiliki hak untuk memiliki sebanyak yang ia inginkan atau untuk mendapatkan kekayaan materi dengan cara apapun ia dapat memilih.  Memang, karena kekhalifahan milik semua orang, setiap individu adalah penjaga kepercayaan publik.  Selain itu, kepemilikannya harus dibatasi untuk kesejahteraan masyarakat. 

        Menurut Maudoodi (1973:87-98) Ini harus mempertahankan keseimbangan yang tepat antara kebutuhan tubuh dan jiwa sehingga kepentingan pribadinya serta kesejahteraan masyarakat mungkin dilindungi.  Selain itu, ini tidak boleh diabaikan bahwa kemajuan manusia selalu tergantung pada keberhasilan koordinasi dan keharmonisan penting yang ada antara aspek-aspek spiritual dan material kehidupan.  Ketika kehidupan rohani terlepas dari perjuangan ekonomi manusia, keseimbangan diperlukan dominan akan marah.  Tentu saja, prevalensi seperti keseimbangan yang konstruktif sangat penting bagi pemeliharaan stabilitas dalam struktur ekonomi.  Sehubungan dengan Rasionalitas, berbagai pandangan dan pengertian yang berbeda sering ada dalam referensi untuk mendefinisikan arti itu. 

        Menurut Weber (1970, 56) tindakan rasional secara eksplisit didefinisikan sebagai karakteristik pembatasan dalam hal yang mengadopsi cara untuk mencapai tujuan yang ditentukan.  Sebagai soal fakta, nilai atau emosi dalam hal ini tidak dengan sendirinya dianggap rasional.  Islam telah jalan berpikir hidup sesuai dengan yang hidup seorang Muslim di dunia ini adalah sebuah fase sementara dalam kehidupan abadi akhirat.  "Tapi mencari tempat tinggal di akhirat dalam apa yang Allah telah memberikan Anda dan mengabaikan tidak berbagi dunia Anda."  [Qasas 28:77]. Menurut Islahi (1978) kesuksesan di akhirat tergantung pada pemanfaatan sumber daya dunia ini dalam cara terbaik dan kanan. 

        Tentang masalah-mengatur pasar sendiri, Kamali (1994) telah menyatakan bahwa Suq (Pasar) menikmati mempunyai tempat khusus dalam sejarah ekonomi Islam.  Pasar diatur oleh mekanisme harga.  Fitur penting dari mekanisme harga adalah kemampuan untuk mengatur dan membawa ke keseimbangan permintaan dan pasokan komoditas. Menurut Chapra (1980) dengan mengacu pada prinsip-prinsip Islam, kekuatan penawaran dan permintaan telah diakui dengan baik di pasar.  Orang-orang dibiarkan bebas untuk bertransaksi bertukar barang dan dan jasa dan negara hanya dapat intervensi jika dhulm (pelanggaran) adalah sah dilakukan terhadap salah satu pihak. Menurut Beheshti (1992) Shari'ah panggilan untuk dan bebas perdagangan yang adil, sepenuhnya sesuai dengan prinsip-prinsip. Selain itu, pengendalian harga hanya sebagai alat vindicating kebebasan ini dan memerangi korupsi cukup divalidasi.  Bahkan, meskipun Islam telah mengakui sistem pasar karena kebebasan ini menawarkan kepada individu, hal ini tidak dianggap sakral dan yang tak dapat diubah.  Ini adalah tujuan dari masyarakat muslim, yang lebih penting, yaitu Ihtikar (penimbunan dan mencari keuntungan) dari kebutuhan penting yang orang untuk komoditas tertentu yang benar-benar dilarang. 

  • Prinsip keadilan sosial 

        Komponen ketiga dalam ekonomi Islam yang merupakan atribut yang paling penting dalam perekonomian Islam adalah prinsip keadilan sosial.  Hal ini diwujudkan dalam Islam oleh unsur-unsur dan jaminan yang, Islam disediakan untuk sistem distribusi kekayaan dalam masyarakat Islam. Citra Islam keadilan sosial mengandung dua prinsip-prinsip umum masing- masing dari mereka memiliki garis sendiri dan kekhasan.  Yang pertama dari mereka adalah prinsip tanggung jawab bersama umum yang lain adalah prinsip keseimbangan sosial. Islam mengijinkan perbedaan kekayaan dalam batas yang wajar tetapi tidak mentolerir perbedaan ini tumbuh begitu luas bahwa beberapa orang menghabiskan hidup mereka dalam kemewahan dan kenyamanan, sedangkan sebagian besar manusia dibiarkan untuk menjalani hidup kesengsaraan dan kelaparan. 

        Menurut Tabatebaei (1980) keadilan sosial kunci ekonomi Islam terletak pada hubungan manusia dengan yang Allah, alam semesta dan umat-Nya, dan sifat dan tujuan yang hidup manusia di bumi mendefinisikan. Tauhid (monoteisme) Man-hubungan Tuhan .  Jika seorang pria percaya pada Allah dan hari kiamat, dia sadar sepenuhnya tugas dan tanggung jawabnya kepada Allah dan makhluk-Nya,. Dengan demikian keberhasilan manusia tergantung pada berikut perintah-Nya dan menciptakan keharmonisan antara moralitas dan aspek material dari kehidupan. 

        Unsur kedua setelah Tauhid untuk pelaksanaan keadilan sosial Ijithad menurut Enayat (1991) berarti penilaian hukum independen, usaha, atau kemampuan untuk menyimpulkan aturan dari sumber.  Memang benar bahwa prinsip diberikan oleh Nabi Suci yang diberikan pada usia tertentu, dalam kondisi tertentu, dan diterapkan pada masyarakat tertentu di bawah kondisi yang berbeda sepenuhnya dari hari ini.  Hussain (1992) menunjukkan bahwa masyarakat Muslim hari ini menghadapi masalah politik, ekonomi dan sosial banyak yang dapat diselesaikan hanya melalui Ijitihad, khususnya isu-isu dalam hal mana, tidak ada perintah jelas tersedia dalam Quran atau Sunnah (The Teman-tindakan Nabi atau mengatakan). 

        Unsur ketiga untuk penegakan keadilan sosial adalah etika.  Penting untuk disebutkan di sini bahwa di Barat di antara mereka yang telah berusaha untuk berhubungan ekonomi dengan etika, itu sendiri sebagian besar dianggap dalam humanistik vena murni diciptakan oleh manusia.  Sebaliknya, dalam Islam, ekonomi dianggap berkaitan dengan etika dan etika pada gilirannya berhubungan dengan agama.  Oleh karena itu, benar-benar Islami'ah Syariat di mana apa yang disebut keadilan sosial ekonomi Islam harus berfungsi dan menemukan maknanya. Zakat, Riba (Larangan Bunga), stabilitas pada nilai Real Uang, dan Tanggung Jawab Negara untuk pendapatan distribusi alat Original untuk melaksanakan keadilan sosial dalam masyarakat.

        Menurut Abdul Manan (1993) landasan ekonomi Islam didasarkan pada tiga konsep fundamental, yaitu: keimanan kepada Allah (tauhid), kepemimpinan (khilafah) dan keadilan (a'dalah). Tauhid adalah konsep yang paling penting dan mendasar, sebab konsep yang pertama adalah dasar pelaksanaan segala aktivitas baik yang menyangkut ubudiah/ ibadah mahdah (berkait sholat, zikir, shiam, tilawat-al Qur'an dsb), mu'amalah (termasuk ekonomi), muasyarah, hingga akhlak. Tauhid mengandung implikasi bahwa alam semesta diciptakan oleh Allah Yang Maha Kuasa, Yang Esa, yang sekaligus pemilik mutlak alam semesta ini. Segala sesuatu yang Dia ciptakan mempunyai satu tujuan. Tujuan inilah yang memberikan makna dari setiap eksistensi alam semesta di mana manusia merupakan salah satu bagian di dalamnya. Kalau demikan halnya, manusia yang dibekali dengan kehendak bebas, rasionalitas, kesadaran moral yang dikombinasikan dengan kesadaran ketuhanan yang inheren dituntut untuk hidup dalam kepatuhan dan ibadah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Dengan demikian, konsep tauhid bukanlah sekadar pengakuan realitas, tetapi juga suatu respons aktif terhadapnya.

        Manusia adalah khalifah Allah di muka bumi sebagaimana firman Allah SWT: "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (Al Baqarah: 30). juga dalam firman yang lain: "Dan Dia-lah yang menjadikan kamu penguasa penguasa di bumi dan dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al An'am: 165). Allah SWT juga berfirman: "Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi, barangsiapa yang kafir, maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri. dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka" (QS. Fathir. 39). Karena Allah telah menciptakan manusia, maka hanya Dia yang memiliki pengetahuan sempura tentang hakekat mahluknya, kekuatannya, dan kelemahannya. Hanya Allah-lah yang mampu memberikan petunjuk (al hidayah) yang dengan itu mereka akan dapat hidup secara harmonis dengan alam semesta dan kebutuhannya. Dengan kasih sayang-Nya yang tidak terbatas, Allah telah memberikan petunjuk yang terdiri atas keimanan, ubudiah, hukum-hukum hubungan antarmanusia (mu'amalah dan akhlak). Meskipun umat manusia diberi kebebasan untuk memilih atau menolak petunjuk ini, mereka hanya dapat mencapai kebahagiaan (al-fatah) dengan mengimplementasikan petunjuk tersebut dalam kehidupan bermasyarakat.

        Sebagai khalifah Allah, manusia bertanggung jawab kepadaNya dan mereka akan diberi pahala (reward) atau azab (punishment) di hari akhirat kelak berdasarkan apakah kehidupan mereka di dunia ini sesuai atau bertentangan dengan petunjuk yang telah diberikan oleh Allah SWT. Karena itu, konsep kedua yang harus diperhatikan dalam pembangunan adalah konsep kepemimpinan (khalifah) dalam rangka bertanggung jawab terhadap manajemen alam dunia ini dan kelak akan dipertanggungjawabkan di akhirat.

        Dalam pandangan Islam, setiap orang pada dasarnya bukan seseorang tertentu atau anggota ras, kelompok, atau negara tertentu. Dengan kata lain, setiap orang adalah bagian dari orang lain karena merupakan hamba Allah dari satu sumber keturunan sehingga pada dasamya mengandung makna persatuan fundamental dan persaudaraan umat manusia. Konsep persaudaraan ini akan menjadi seimbang dengan disertai konsep a'dalah atau keadilan. Oleh karena itu menegakkan keadilan dinyatakan dalam Al Qur'an sebagai salah satu sifat yang sangat ditekankan, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Hadid ayat 25: "Sesungguhnya Kami (Allah) telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagal manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan Rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa."

        Demikian juga firman Allah SWT dalam surat al Maidah ayat 8: "Hai orang orang beriman, hendaklah kamu jadi seorang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Janganlah sekali-kali kebencian kamu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil tersebut lebih dekat dengan taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."

        Dapat diambil kesimpulan bahwa ekonomi atau iqtishod yang merupakan bagian dari muamalah secara umum di dalam konsep Islam harus memerhatikan prinsip tauhid, khalifah dan keadilan (a'dalah), yang harus berdampingan manakala akan mewujudkan suatu kehidupan masyarakat yang sejahtera (al falah). Syariah Islam termasuk syariah perekonomian mempunyai komitmen untuk menjadi sebab kebahagiaan dan kesejahteraan hidup manusia. Khususnya dalam bidang perekonomian, tujuan syariah Islam adalah menciptakan keadilan dan kesejahteraan dalam berbisnis dan berusaha (istilah keadilan mencari fadlillah/ karunia Allah). Keadilan di sini, dipahami oleh seorang muslim bahwa ketika berbisnis atau bermuamalah harus menaati syariah Islam (hukum Allah) dan mengikuti petunjuk Rasululah SAW, bukan menurut hawa nafsunya atau dengan cara batil demi mengejar keuntungan yang sebesar-besarnya. Berbeda dengan bisnis dalam cara konvensional yang hanya mementingkan keuntungan semata. Jadi adil tersebut berdasarkan aturan Allah SWT dan Sunnah Nabi SAW antara lain tidak boleh menipu, curang dalam menimbang, berbohong, cidera janji. dan sebagainya.

        Kesejahteraan ini dipahami dari bahasa al Qur'an yaitu hayatan thoyyiban (kehidupan yang baik) yang berarti tidak hanya meliputi kepuasan fisik atau jasmani saja tetapi juga kesejahteraan rohani (sehat iman dan ubudiah yang benar). Kesejahteraan identik pula dengan kebahagiaan atau kemenangan dalam bahasa al Qur'an yaitu alfalah, al fauz yang akan terwujud ketika seseorang taat pada Allah SWT dan Rasul-Nya SAW sebagaimana firman Allah dalam surat Al Ahzab ayat 71: "Maka Aku (Allah) akan memperbaiki amalan-amalan kamu dan akan Aku ampuni segala dosamu. Dan barangsiapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya maka sunguh dia memperoleh kemenangan, kemenangan yang besar".

KARAKTERISTIK EKONOMI ISLAM

        Karakteristik ekonomi Islam meliputi tiga asas pokok. Ketiganya secara asasi dan bersama mengatur teori ekonomi dalam Islam, yaitu asas akidah, akhlak dan asas hukum (muamalah). Ada beberapa karakteristik ekonomi Islam sebagaimana disebutkan dalam Al-Mawsu'ah Al-ilmiyah wa al-amaliyah al-Islamiyah yang diringkas sebagai berikut:

1. Harta Kepunyaan Allah dan Manusia Merupakan Khalifah Atas harta

            Karakteristik pertama ini terdiri dari dua bagian yaitu:

  • Pertama, semua harta baik benda maupun alat produksi adalah milik (kepunyaan Allah), firman Allah dalam QS. al-Baqarah ayat 284, yang artinya: Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-nya dan menyiksa siapa yang dikehndakin-Nya dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Selain itu Allah juga berfirman dalam QS. al-Maai'dah ayat 17, yang artinya: Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata:"Sesungguhnya Allah itu ialah Al masih putra Maryam". Katakanlah: "Maka siapakah (gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah, jika dia hendak membinasakan Al masih putra Maryam itu beserta ibunya dan seluruh orang-orang yang berada di bumi kesemuanya?". Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya; dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.
  • Kedua, manusia adalah khalifah atas harta miliknya. Di antara ayat yang menjelaskan fungsi manusia sebagai khalifah Allah atas harta adalah firman Allah dalam QS. Al-Hadiid ayat 7, yang artinya: Berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan memaafkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar. Selain itu terdapat sabda Rasulullah Saw, yang juga mengemukakan peran manusia sebagai khalifah, di  antara sabdanya "Dunia ini hijau dan manis. Allah telah menjadikan kamu khalifah (penguasa) di dunia. Karena itu hendaklah kamu membahas cara berbuat mengenai harta di dunia itu". Olehnya itu dapat disimpulkan bahwa semua harta ada di tangan manusia pada hakikatnya kepunyaan Allah, karena Dialah yang menciptakannya. Akan tetapi, Allah memberikan hak kepada kamu (manusia) untuk memanfaatkannya. Sesungguhnya Islam sangat menghormati hal milik pribadi, baik itu terhadap barang-barang konsumsi ataupun barang-barang modal. Namun pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan orang lain. Jadi, kepemilikan dalam Islam tidak mutlak, karena pemilik sesungguhnya adalah Allah Swt. Firman Allah SWT.dalam Surat an-Najm ayat 31, yang artinya:  Dan hanya kepunyaan Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi supaya dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap napa yang telah mereka kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang baik dengan pahala yang lebih baik (surga). 

        Dari ayat-ayat di atas jelas bahwa manusia bukanlah pemilik sesungguhnya dari harta benda. Pemilik sejati dari alam semesta ini adalah Allah. Namun di samping itu Islam sangat menghormati penguasaan secara pribadi harta benda milik Allah tersebut. Berdasarkan ayat-ayat di atas, jelaslah perbedaan antara status kepemilikan dalam sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi yang lainnya. Dalam Islam kepemilikan pribadi sangat dihormati walaupun hakikatnya tidak mutlak, dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan orang lain dan tentu saja tidak bertentangan pula dengan ajaran Islam. Sementara dalam kapitalis, kepemilikan bersifat mutlak dan pemanfaatannya pun bebas. Sedangkan dalam sistem sosialis justru sebaliknya, kepemilikan pribadi tidak diakui, yang ada kepemilikan oleh negara.

2. Ekonomi Terikat dengan Akidah, Syariah (Hukum), dan Moral

Hubungan ekonomi Islam denga akidah Islam tampak jelas dalam banyak hal, seperti pandangan Islam terhadap alam semesta yang ditundukkan (disediakan) untuk kepentingan manusia. Hubungan ekonomi Islam dengan akidah dan syariah tersebut memungkinkan aktivitas ekonomi dalam Islam menjadi ibadah. Sedangkan di antara bukti hubungan ekonomi dan moral dalam Islam. Larangan terhadap pemilik dalam pengguna hartanya yang dapat menimbulkan kerugian atas harta orang lain atau kepentingan masyarakat. Nabi Muhammad SAW.bersabda: "tidak boleh merugikan diri sendiri dan juga orang lain" (HR. Ahmad).

Larangan melakukan penipuan dalam transaksi. Nabi Saw. bersabda: "orang-orang yang menipu kita bukan termasuk golongan kita". Larangan menimbun (menyimpan) emas dan perak atau sarana-sarana moneter lainnya, sehingga mencegah peredaran uang, karena uang  sangat diperlukan buat mewujudkan kemakmuran perekonomian dalam masyarakat. Menimbun (menyimpan) uang berarti menghambat fungsinya dalam memperluas lapangan produksi dan penyiapan lapangan kerja buat para buruh.

3. Keseimbangan antara Kerohanian dan Kebendaan

Beberapa ahli Barat memiliki tafsiran tersendiri terhadap Islam. Mereka menyatakan bahwa Islam sebagai agama yang menjaga diri, tetapi toleran (membuka diri). Selain itu para ahli tersebut menyatakan Islam adalah agama yang memiliki unsur keagamaan (mementingkan segi akhirat) dan sekularitas (segi dunia).

Sesungguhnya Islam tidak memisahkan antara kehidupan dunia dengan akhirat. Setiap aktivitas manusia di dunia akan berdampak pada kehidupannya kelak di akhirat. Oleh karena itu, aktivitas keduniaan kita tidak boleh mengorbankan kehidupan akhirat. Hal ini ditegaskan Allah Swt. dalam Al-Qur'an, antara lain, di dalam ayat-ayat berikut:

QS. al-Qashash ayat 77, yang artinya:   Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmua dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. 

QS. al-Baqarah ayat 201, yang artinya: Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: "ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka". 

Dari ayat-ayat tersebut di atas, jelas bahwa Islam menghendaki adanya keseimbangan antara dunia dan akhirat. Apa yang kita lakukan di dunia ini hakikatnya adalah untuk mencapai tujuan akhirat. Prinsip ini jelas berbeda dengan prinsip sistem ekonomi kapitalis maupun sosialis yang hanya bertujuan untuk kehidupan dunia saja.

4. Ekonomi Islam Menciptakan Keseimbangan antara Kepentingan Individu dengan Kepentingan Umum

Arti keseimbangan dalam sistem sosial Islam adalah, Islam tidak mengakui hak mutlak dan kebebasan mutlak, tetapi mempunyai batasan-batasan tertentu, termasuk dalam bidang hak milik. Hanya keadilan yang dapat melindungi keseimbangan antara batasan-batasan yang ditetapkan dalam sistem Islam untuk kepemilikan individu dan umum. Kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang untuk mensejahterakan dirinya, tidak boleh dilakukan dengan mengabaikan dan mengorbankan kepentingan orang lain dan masyarakat secara umum. Prinsip ini difirmankan Allah Swt. dalam ayat-ayat berikut:

QS.al-Hasyr ayat 7: Apa saja harta rampasan (fa-i) yang diberikan Allah kepada rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu, apa yang diberikan rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu. Maka tinggalkanlah, dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.

QS.al Maa'uun ayat 1-3: Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?, Itulah orang yang menghardik anak yatim, Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. 

al-Ma'arij ayat 24-25: Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, (al-Ma'rij ayat 24). Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta), (al-Ma'rij ayat 25).

Ayat-ayat di atas, jelas bahwa kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh setiap individu untuk mensejahterakan dirinya, tidak boleh mengabaikan kepentingan orang banyak. Prinsip ini harus tercermin pada setiap kebijakan individu maupun lembaga, ketika melakukan kegiatan ekonomi. Ciri ini jelas berbeda dengan sistem ekonomi sosialis yang lebih menekankan kepentingan umum.

5. Kebebasan Individu Dijamin dalam Islam

Individu-individu dalam perekonomian Islam diberikan kebebasan untuk beraktivitas baik secara perorangan maupun kolektif untuk mencapai tujuan. Namun kebebasan tersebut tidak boleh melanggar aturan-aturan yang telah digariskan Allah Swt. dalam Al-Qur'an maupun Al-Hadis. Dengan demikian kebebasan tersebut sifatnya tidak mutlak. Firman Allah Swt. dalam QS.al-Baqarah ayat 188, artinya: Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dnegan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. 

Selain itu Firman Allah dalam QS.al-Baqarah ayat 275, artinya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat). Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba). Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu21 (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah, orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

Prinsip kebebasan ini sangat berbeda dengan prinsip kebebasan sistem ekonomi kapitalis maupun sosialis. Dalam kapitalis, kebebasan individu dalam berekonomi tidak dibatasi norma-norma ukhrawi, sehingga tidak ada urusan halal atau haram. Sementara dalam sosialis justru tidak ada kebebasan sama sekali, karena seluruh aktivitas ekonomi masyarakat diatur dan ditujukan hanya untuk negara.

6. Negara Diberi Wewenang Turut Campur dalam Perekonomian

Islam memperkenalkan negara untuk mengatur masalah perekonomian agar kebutuhan masyarakat baik secara individu maupun sosial dapat terpenuhi secara proporsional. Dalam Islam begara berkewajiban melindungi kepentingan masyarakat dari ketidakadilan yang dilakukan oleg seseorang atau sekelompok sekelompok orang, ataupun dari negara lain. Negara juga berkewajiban memberikan jaminan sosial agar seluruh masyarakat dapat hidup secara layak.

Rasulullah Saw. bersabda, artinya: "Barangsiapa yang meninggalkan beban, hendaklah dia datang kepadaKu; karena akulah maula (pelindung) nya". (al-Mustadrak oleh Al-Hakim). "siapa yang meninggalkan keturunan (yang tersia-sia), anak (dia datang) kepada-Ku dan (menjadi) tanggung jawab-Ku".(HR. Al-Bukhari dan Muslim). 

Peran negara dalam perekonomian pada sistem Islam ini jelas berbeda dengan sistem kapitalis yang sangat membatasi peran negara. Sebaliknya juga berbeda dengan sistem sosialis yang memberikan kewenangan negara untuk mendominasi pereknomian secara mutlak.

7. Bimbingan Konsumsi

Dalam hal bimbingan konsumsi Allah berfirman dalam QS.al-A'raaf (7) ayat 31, artinya: Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orangorang yang berlebihan. 

8. Petunjuk Investasi

Tentang kriteria atau standar dalam menilai proyek investasi, al-Mawsu'ah Al ilmiyah wa al-amaliyah al-Islamiyah memandang ada lima menilai kriteria yang sesuai dengan Islam untul dijadikan pedoman dalam menilai proyek investasi, yaitu:

  • Proyek yang baik menurut Islam.
  • Memberikan reseki seluas mungkin kepada anggota masyarakat.
  • Memberantas kekafiran, memperbaiki pendapatan, dan kelayakan.
  • Memelihara dan menumbuhkembangkan harta.
  • Melindungi kepentingan anggota masyarakat

9. Zakat

Zakat adalah salah satu karakteristik ekonomi Islam mengenai harta yang tidak terdapat dalam perekonomian lain. Sistem perekonomian di luar Islam tidak mengenal tuntutan Allah kepada pemilik harta, agar menyisihkan sebagian harta tertentu sebagai pembersih jiwa dari sifat kikir, dengki, dan dendam.

10. Larangan Riba

Islam   menekankan pentingnya memfungsikan uang pada bidangnya yang normal yaitu sebagai fasilitas transaksi dan alat penilaian barang. Di antara faktor yang menyelewengkan uang dari bidangnya yang normal adalah bunga (riba).

 

FIQH EKONOMI MAKRO ISLAM 

Ekonomi Makro Islam adalah ilmu yang membahas permasalahan kebijakan ekonomi secara makro, berupa pengelolaan dan pengendalian, sesuai dengan ajaran Islam. Dalam membahas perspektif  Ekonomi Islam, ada satu titik awal yang benar-benar harus kita perhatikan, yaitu: ekonomi dalam Islam itu sesungguhnya bermuara kepada akidah Islam, yang bersumber dari syariatnya. Dan hal ini baru dari satu sisi. Sedangkan dari sisi lain adalah al-Qur'an al-Karim dan as-Sunnah Nabawiyah yang berbahasa Arab.

Karena itu, berbagai terminologi dan substansi ekonomi yang sudah ada, haruslah dibentuk dan disesuaikan terlebih dahulu dalam kerangka Islami. Atau dengan kata lain, harus digunakan kata dan kalimat dalam bingkai lughawi. Supaya dapat disadari pentingnya titik permasalahan ini. Karena dengan gemblang, tegas dan jelas mampu member pengertian yang benar tentang istilah kebutuhan, keinginan, dan kelangkaan dalam upaya memecahkan problematika ekonomi manusia.

Kajian fiqih ekonomi makro merupakan kajian yang didasarkan atas teori dan sumber-sumber hukum fiqih mu'amalah dalam memberi patokan atau rules kepada manusia dalam bermu'amalah. Dalam hal ini, kajian fiqih ekonomi makro hanya dibatasi dalam fiqih riba dan fiqih zakat.

  • Fiqh Riba

Riba secara etimologi adalah zada yang berarti tambahan (addition), pertumbuhan (growth), naik (rise), membengkak (sweel) dan bertambah (increase). Secara terminologi, riba diartikan sebagai proses transaksi baik tukar menukar sejenis atau proses hutang piutang yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih, di mana dalam transaksi tersebut diharuskan atau dipersyaratkan adanya margin, fee, atau return oleh salah satu pihak. Kata riba di dalam bahasa inggris lebih populer dengan istilah Usury yang mengandung dua dimensi, yaitu: 

  • Tindakan atau praktek peminjaman uang dengan tingkat suku bunga yang berlebihan dan tidak sesuai hukum dan
  • Suku bunga (interest rate) yang tinggi. 

Sejak abad klasik sampai era modern, konsep tersebut dipakai oleh lembaga keuangan modern, terutama oleh perbankan konvensional selama berabad-abad. Bila ditinjau dari sudut fiqh, menurut Qardhawi (2001)[MZ45] , bunga bank sama dengan riba yang hukumnya jelas-jelas haram. Atas pendapat sebagian kalangan yang menghalalkan bunga komersial (bunga dalam rangka usaha) dan mengharamkan bunga konsumtif (bunga dalam rangka memenuhi kebutuhan sehari-hari). Qardhawi menyatakan bahwa baik bunga komersil dan bunga konsumtif, keduanya haram.

Selain firman Allah dapat pula dijelaskan beberapa Hadis Nabi yang berkaitan dengan riba, antara lain: Dari Ibnu Abbas dari Nabi Saw, beliau bersabda: jika telah muncul wabah zina dan riba disuatu negeri, mka berarti mereka telah siap menanti kedatangan azab Allah Swt. Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah Aw bersabda: "Tuhan sesungguhnya berlaku adil karena tidak membenarkan empat golongan memasuki surganya atau tidak mendapat petuunjuk yakni peminum arak, pemakan riba, pemakan harta anak yatim dan mereka menelantarkan ibu/bapaknya". Al-Hakim meriwayatkan dari Ibnu Mas'ud bahwa Nabi SAW bersabda: "riba itu mempunyai 73 tingkatan, yang paling rendah (dosanya) sama dengan seseorang melakukan zina dengan ibunya".

Sedangkan dalam perspektif fiqih Islam praktek semacam itu tidak diperbolehkan (haram) dengan jelas tanpa pengecualian. Setidaknya pendapat inilah yang lebih masyhur dan normatif diantara khilafiyah para ulama' yang mengacu pada konsep fiqih klasik bahwa "kullu qardlin jarran manfa'atan fahuwa riba", artinya setiap hutang yang mendatangkan keuntungan berupa manfa'at adalah riba. 

Riba dilarang dalam agama Islam karena tidak sesuai dengan prinsip keadilan dan keseimbangan. Dimana, terdapat pihak yang menanggung beban lebih berat akibat bunga (interest) yang diberlakukan, sedangkan di pihak lain mengalami pertambahan keuntungan yang sangat signifikan. Pada dasarnya, dalam praktek riba tidak ada prinsip keseimbangan dan tolong menolong antar sesama.

  • Fiqh Zakat

Zakat secara etimologi (lughat)  zakat memiliki beberapa makna, diantaranya adalah suci, "sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu" (asySyams:9). [MZ49] Selain itu, zakat dapat bermakna tumbuh dan berkah.  Secara syar'i zakat adalah sedekah tertentu yang diwajibkan dalam syariah terhadap harta orang kaya dan diberikan kepada orang yang berhak menerimanya.

Zakat merupakan pilar penting bagi tata kehidupan sosial-religi umat Islam. Dimana si kaya (yang telah memenuhi syarat) diwajibkan memberikan sebagian harta mereka (sesuai aturan) untuk diberikan kepada umat yang membutuhkan. Zakat merupakan pilar agama Islam dalam tata perokonomian umat. Zakat adalah jawaban yang tepat untuk menghadirkan pendapatan dan kesejahteraan yang merata dalam masyarakat dan menghapus kesenjangan yang tidak diharapkan oleh sebagian besar orang. Zakat akan memberikan dampak positif bagi orang yang membutuhkan, setidaknya akan mengurangi beban mereka, akan tetapi zakat juga memberikan dampak yang positif pula bagi yang mereka mengeluarkannya.

Dewasa ini, pengelolaan zakat yang dilakukan secara profesional menekankan adanya pemberdayaan ekonomi umat agar mereka lebih produktif untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Pengelolaan zakat yang profesional, tidak serta merta memberikan harta zakat kepada mustahiq untuk dikonsumsi dan jauh dari pragmatisme zakat sebelumnya. Selanjutnya dapat dilihat dampak ekonomis aplikasi zakat, dalam implementasinya zakat mempunyai zakat dominan dalam kehidupan masyarakat. Diantara dampaknya adalah:

  • Produksi

Dengan adanya zakat akan menimbulkan new demander potensial sehingga akan meningkatkan permintaan secara agregat yang pada akhirnya akan mendorong produsen untuk meningkatkan produksi guna memenuhi permintaan. [MZ50]

  • Investasi

Dampaknya lain yang dimunculkan dari peningkatan produksi diatas maka akan mendorong perusahaan (firms) untuk meningkatkan investasi. Investasi secara sederhana dapat diartikan sebagai kegiatan yang bertujuann untuk mengembangkan harta, selain itu investasi juga merupakan suatu komitmen atas sejumlah dana atau sumberdaya lainnya yang dilakukan pada saat sekarang dengan tujuan untuk memperoleh sejumlah keuntungan dimasa yang akan datang.[10]

  • Lapangan kerja

Karena adanya peningkatan investasi mendorong perluasan produksi yang lebih besar yang pada akhirnya akan membuka kesempatan kerja.

  • Pertumbuhan ekonomi

Karena peningkatan konsumsi secara agregate dan meningkatnya investasi hal itu akan mendorong laju bertumbuhan ekonomi. 

  • Kesenjangan sosial

Zakat juga berperan dalam mendistribusikan pendapatan khususnya dalam mengurangi kesenjangan (gap) pendapatan yang pada akhirnya akan mengurangi kesenjangan sosial.


KESIMPULAN

        Ekonomi adalah hal yang mempelajari tentang perilaku manusia dalam menggunakan sumber daya yang langka untuk memproduksi barang dan jasa yang dibutuhkan manusia. Menurut Sadr, ekonomi Islam terdiri dari tiga komponen dasar, yaitu: prinsip kepemilikan multi-faceted; prinsip kebebasan ekonomi dalam batas yang ditetapkan;  dan prinsip keadilan sosial.  Karakteristik ekonomi Islam meliputi tiga asas pokok. Ketiganya secara asasi dan bersama mengatur teori ekonomi dalam Islam, yaitu asas akidah, akhlak dan asas hukum (muamalah). Kajian fiqih ekonomi makro merupakan kajian yang didasarkan atas teori dan sumber-sumber hukum fiqih mu'amalah dalam memberi patokan atau rules kepada manusia dalam bermu'amalah. Dalam hal ini, kajian fiqih ekonomi makro hanya dibatasi dalam fiqih riba dan fiqih zakat.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Arif, M N R, dan R N Hamidawati, Dasar-dasar ekonomi Islam (Era Adicitra Intermedia, 2011)

Chapra, M U, Islam and the Economic Challenge, Islamic economic series (Islamic Foundation, 1992)

et, N H, Ekonomi Makro Islam: pendekatan teoritis (Kencana, 2018)

Hakim, Lukman, "Prinsip-prinsip ekonomi islam" (Jakarta: Erlangga, 2012)

Hayati, M, "Investasi Menurut Perspektif Ekonomi Islam," Ikonomika: Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, 2016

Khan, M A, An Introduction to Islamic Economics, Islamization of knowledge series (International Institute of Islamic Thought and Institute of Islamic Studies, 1994)

Koerniawan, KA, "Prinsip-Prinsip Dasar Ekonomi Islam Dan Pengaruh Terhadap Penetapan Standar Akuntansi," Jurnal Ekonomi MODERNISASI, 8.1 (2012), 78--89

Latif, Abdul, Fakultas Syariah, Dan Ekonomi Islam, Iain Sultan, Amai Gorongtalo, Kata Kunci, et al., "Nilai-Nilai Dasar Dalam Membangun Ekonomi Islam," 153--69

Maharani, Dewi, "Ekonomi Islam: Solusi Terhadap Masalah Sosial-Ekonomi," Intiqad: Jurnal Agama dan Pendidikan Islam, 10.1 (2018), 20--34

Syahbudi, Muhammad, "Ekonomi Makro Perspektif Islam," 2018, 236

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun