"Serius ih, aku tidak tahu harus menolong siapa." Kataku sambil tertawa.
"Tolong aku saja, tolong belikan ponsel baru untukku." Katanya sambil menarik tasku yang berada di atas meja.
"Ye.. sudahlah, aku ingin bertanya lagi mengapa aku bertemu seorang pria dan wanita yang bertopeng.?" Tanyaku, sambil menarik tasku yang Anjar genggam.
"Itu menandakan bahwa kamu belum bisa move on dari mantanmu yang berinisial R. Kamu belum ikhlas menerima kenyataan. Kamu belum ikhlas dengan segala kebohongannya. Wanita yang di bunuh dalam mimpi itu bagaikan kamu. Pria dan wanita yang bertopeng itu bagaikan mantanmu dan wanita idaman lain. Sudah ya ikhlaskan, jika berjodoh pasti bersatu. Jika bukan, akan ada pria lain yang lebih baik." Katanya, sambil tertawa begitu puas di depanku.
"Kenapa harus dihubungkan dengan hal itu, itu membuatku kesal." Kataku dengan wajah kesal.
"Jadi tidak ada yang ingin di tanyakan lagi?." Tanya Anjar sambil terus tertawa, orang-orang sekitar sampai memperhatikan kita.
"Satu lagi Anjar, mengapa dalam cermin ada tulisan "MUNAFIK".?" Tanyaku.
"Nah ini yang ingin aku jelaskan." Katanya sambil menahan tawa.
"Apa? Sudah berhenti tertawa dulu." Kataku penasaran.
"Kamu sebagai penulis harus bisa bertanggung jawab terhadap tulisannya. Misalkan kamu menulis tentang Pentingnya Berbakti Kepada Orang Tua, namun kamu sendiri tidak berbakti. Contoh lain kamu menulis Cara Menghargai Orang Lain, namun kamu sendiri tidak dapat menghargai orang lain. Itu dapat di katakan munafik dalam versi sehari-hari. Aku tahu tidak ada yang sempurna dalam hidup ini. Namun apa salahnya jika kamu dapat belajar dari tulisanmu sendiri. Orang lain saja belajar dari tulisanmu, masa iya kamu tidak?" Katanya, langsung menyadarkanku.
"Iya juga, baru terpikir mungkin itu munafiknya aku. Doakan aku agar tulisanku dan pengaplikasian di kehidupan sehari-hari dapat sejalan." Kataku sambil tersenyum.