Faturochman dalam bukunya 'Keadilan Perspektif Psikologi' menguraikan bahwa penghargaan terhadap status seseorang, lembaga atau kelompok masyarakat tertentu tercermin dalam perlakuan, khususnya dari orang yang berkuasa terhadap anggota kelompok. Makin baik kualitas perlakuan dari penguasa terhadap kelompok masyarakat maka interaksinya dinilai makin adil.
Berkaitan dengan masalah perengkingan, pemerintah Kabupaten Ende memberikan apresiasi terhadap kelompok sekolah tertentu tanpa ukuran dan dasar yang jelas sehingga menciderai identitas sekolah-sekolah lainnya.Â
Bersamaan dengan itu, pemerintah telah menyepelekan dan mengabaikan puluhan sekolah lain tanpa dasar dan ukuran yang jelas pula. Tindakan seperti ini yang menimbulkan dampak penurunan kualitas sekolah di mata publik. Lagi-lagi rasa ketidakadilan dipertontonkan ke hadapan publik.
Pemerintah dalam hal ini Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Ende sebagai institusi publik harus bertanggungjawab atas tindakan yang mencurangi keadilan interaksional.Â
Rasa keadilan harus dikembalikan kepada empunya dengan memberikan penghargaan kepada sekolah-sekolah lain yang tidak berada dalam kategori 10 besar. Namun hal ini rasanya tidak mungkin dilakukan. Hal yang paling mudah adalah membatalkan perengkingan yang sudah dipublikasikan melalui media. Membatalkan perengkingan dengan penjalasan rasional justru menumbuhkan kepercayaannya di mata publik.
Publik tahu bahwa tak ada kemajuan tanpa kritik. Bila tulisan ini dianggap sebagai kritik yang menjatuhkan pemerintah maka mudah dibaca kalau penilaian terhadap tulisan ini didasarkan pada rasa sentimental sebagai momok bagi status quo. Namun sebaliknya tulisan ini ditanggapi secara rasional maka itu menandakan adanya kebenaran lain yang 'mungkin'.
Karl popper, filsuf Austria dalam karyanya, 'Conjectures and Refutation: The Growth of Scientific Knowledge' menulis sebuah kalimat : "Kritik dan seni mendengarkan kritik adalah dasar dari setiap kemasukakalan".Â
Dengan kalimat ini, Popper sesungguhnya menyerang kecenderungan psikologis untuk membenarkan diri pada manusia terutama pada sejumlah pemimpin politik yang menganggap kritik adalah penghambat kemajuan dan peradaban. Semoga kita bukan termasuk ketegori orang-orang yang diserang Popper.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H