Pelan, Ki Ageng Wanenpati mulai membuka suara, “Seekor kerbau yang marah, lalu mengamuk, tenaganya akan berlipat-lipat. Sulit ditaklukkan. Tidak mudah pula dilawan. Kecuali, oleh pawangnya. Itu pula yang pernah terjadi, ketika pemuda Tingkiran itu menggugat Kesultanan Demak, Dhimas.”
Ki Ridong masih terdiam.
“Sayangnya, kita bukan pawang itu, Dhimas.”
“Lalu?” balas Ki Ridong dengan suara yang mengambang.
“Kau tahu, saat ini laskar-laskar Jawa berpencar. Sebagian masuk hutan. Sebagian ke gunung. Sementara, jalur-jalur penghubung kita diputus. Begitu pula dengan istana, mereka susupi. Makin sempit ruang gerak kita, Dhimas,” jelas Ki Ageng Wanenpati.
Ki Ridong mengangguk. Berusaha menangkap keresahan orang yang sangat dihormatinya itu. Tak hanya sempit, segalanya serba terapit. Segalanya menjadi rumit. Serba sulit.
Seorang telik sandi tiba menghampiri. Tergopoh-gopoh ia mengantarkan kabar, bahwa serdadu VOC tinggal sejengkal menuju dukuh tempat sembunyi mereka.
Tak lagi berpanjang pikir, Ki Ageng Wanenpati memutuskan. Dukuh tempat sembunyi mereka harus segera ditinggalkan, malam itu juga. Orang-orang dihimpun. Berbagai bekal dibawa. Juga persenjataan yang cukup. Lalu, diperintahnya pula beberapa orang untuk membakar seisi dukuh itu.
Bagai sebuah pesta, nyala api itu menari-nari sambil menjilati apa saja yang ada di dekatnya. Melumat seluruh isi dukuh. Dari ketinggian, sejenak Ki Ageng Wanenpati dan pengikutnya menyaksikan tarian api itu seraya menyampaikan salam perpisahan kepada dukuh itu. Lalu, melanjutkan perjalanan.
Keesokan pagi, di antara rerimbun Alas Jajarwuluh, di dekat bantaran sungai, mereka mengistirahatkan badan. Ki Ageng Wanenpati duduk meneduh di bawah naungan sekumpulan pokok bambu. Kerisik daun-daun yang saling bergesek oleh tiupan angin cukup menenangkannya. Memberi daya pada tubuh lelah, selepas menempuh perjalanan malam yang dingin dan lembab. Sementara, sahutan kicau burung menambah kesan tenteram pada jiwa yang tengah digusarkan oleh ketakpastian.
“Dhimas, kemarilah!” seru Ki Ageng Wanenpati kepada Ki Ridong.