Kata-kata Ki Gedhe Noyontoko tak terbantahkan. Semua pun akhirnya sepakat. Prajurit di bawah pimpinan Ki Gedhe Noyontoko akhirnya menarik diri dan kembali ke hutan.
Matahari baru saja menyembul ke permukaan. Perlahan-lahan, langit melepas selimutnya dan segera bangun dari pejam malamnya. Prajurit Mataram telah tiba di pintu masuk hutan. Seekor harimau yang tempo hari menyerang Ki Gedhe Noyontoko telah berdiri di tepian hutan. Seolah memberi sambutan atas kepulangan prajurit Mataram itu ke rimba kekuasaannya.
"Wahai harimau yang bijaksana, aku kembali lagi untukmu. Terima kasih untuk sambutanmu yang hangat di pagi ini," sapa Ki Gedhe Noyontoko.
Harimau itu lantas berlari mendekat. Ki Gedhe Noyontoko segera turun dari kudanya, lalu merentangkan tangannya lebar-lebar. Menyambut sang raja rimba itu. Keduanya saling berpelukan, seolah dua sahabat yang lama tak pernah jumpa.
"Raja rimbaku, aku senang melihatmu lagi. Bagaimana keluargamu? Apakah mereka juga sebahagia dirimu?"
Raja rimba itu lantas melepas pelukannya sejenak. Ia menengok ke arah tiga ekor harimau yang berdiri di kejauhan. Lalu, memumpun Ki Gedhe Noyontoko untuk menyapa mereka.
"Oh, rupanya itu keluargamu?"
Raja hutan itu mengangguk. Ketiga harimau yang semula berdiri di kejauhan perlahan mendekat. Menyapa sahabat raja hutan itu dengan hangat.
"Ya, ya. Aku terima salam kalian. Dan, aku minta izin kepadamu wahai raja hutan. Kami ingin tinggal di sini bersama kalian. Bagaimana?"
Serempak empat harimau penunggu Alas Banjarwaja itu mengaum. Seolah menyatakan kesetujuan.
"Kalau begitu, tunjukkan kepada kami dimana kami bisa tinggal. Dan, aku pastikan kita akan bersama-sama menjaga hutan ini. Bagaimana?"