Sekelebat kemudian, ia menghadap Tuhan dan meletakkan tanah itu di tempat yang telah ditentukan Tuhan. Keberhasilannya mencabut tanah untuk dijadikan bahan penciptaan manusia itu mendapatkan pujian dari Tuhan, bahwa ia ditahbiskan sebagai malaikat pemberani. Dan Tuhan, kemudian menitahkannya pula sebagai malaikat pencabut nyawa. Ya, dialah malaikat Izrail.
"Sekarang, kita semua tahu, bahwa malaikat yang punya jasa besar bagi penciptaan manusia tidak lain adalah malaikat Izrail. Tetapi kelak, beliau pula yang akan mencabut nyawa kita semua. Tetapi, Bapak-Ibu dan Saudara-saudaraku sekalian, dari kisah itu ada sesuatu yang rasanya membuat hati saya merasa terenyuh. Apa itu? Tidak lain adalah rasa kasih sayang makhluk ciptaan Allah yang sekarang ini menjadi tempat hunian kita, yaitu Bumi, kepada kita," tutur kiai muda itu.
"Bumi pun tak tega melihat kita menjadi penghuni neraka. Itu artinya, betapa besarnya rasa cinta Bumi kepada manusia yang merupakan bagian dari dirinya. Tetapi, mari kita renungkan sejenak. Saat ini, apa yang telah kita lakukan kepadanya? Kerusakan demi kerusakan telah kita buat di Bumi ini. Bahkan, tanpa sadar kita telah menyakitinya berkali-kali. Seumpama kita adalah Bumi, bagaimanakah perasaan kita hari ini? Mari kita renungkan dan segera berbenah diri," ucapan kiai muda itu mengakhiri pengajian itu seraya mengunjukkan doa kehadirat Tuhan yang Rahman dan Rahim.
Semua orang yang hadir menyunyi. Hening. Tertunduk dalam diam. Tenggelam dalam doa yang mengantarkan udara sejuk merasuk ke dalam ruangan masjid. Seluruh alam turut mengamini doa kiai muda itu.
Pekalongan, 19 Juni 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H