Kita menyadari salah satu rahasia menjadi negara maju adalah menguasai sains dan teknologi. Sayangnya, kita masih sebatas sadar, belum komitmen dan konsisten.
Salah satu bukti kita belum komitmen dan konsisten dalam menguasai sains dan teknologi adalah belum berkembangnya ekosistem riset dan inovasi. Tanpa ekosistem riset dan inovasi mustahil bangsa Indonesia menguasai sains dan teknologi. Lagipula, hasil riset dan inovasi dalam bidang sains dan teknologi dapat memberikan nilai tambah ekonomi.
Sofian Effendy dari Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) mengatakan, selain lembaga perencanaan dan pembiayaan riset yang belum ada, masalah besar ekosistem riset dan inovasi di Indonesia ialah sumber daya manusia dan dana yang minim.
Data Researchers in R&D (per million people) yang dirilis Bank Dunia tahun 2018 yang lalu menunjukkan, Indonesia hanya memiliki 216 peneliti per juta penduduk. Sangat jauh dibanding Singapura, yakni 2.185 peneliti per juta penduduk. Apakah mungkin penelitian dalam sains dan teknologi di Indonesia akan berkembang kalau jumlah penelitinya saja sedikit?
Untuk menumbuhkan gairah dan minat pada riset dan inovasi, pendidikan adalah kuncinya. Pendidikan yang berbasis riset dan inovasi sudah menjadi kebutuhan.
Pendidikan yang demikian dapat menstimulus anak Indonesia untuk tertarik menjadi peneliti, penemu ataupun inovator. Riset dan inovasi harus menjadi budaya bangsa Indonesia.
Selain itu, alokasi dana untuk penelitian dan pengembangan sangat penting dan harus menjadi perhatian pemerintah.
Dari laporan yang dirilis UNESCO dalam UNESCO Science Report 2021, investasi Indonesia di bidang penelitian dan pengembangan tahun 2018 hanya 0.23% dari produk domestik bruto. Jumlah yang sangat kecil bagi negara yang berambisi menguasai sains dan teknologi.
Ekosistem riset dan inovasi yang kurang berkembang bisa menghambat “produksi” dan kualitas paten. Paten merupakan salah satu buah dari riset dan inovasi. Lagipula, ukuran standar inovasi adalah paten (Martin Prosperity Institute, 2015).
Data World Intellectual Property Indicator 2021 yang dirilis WIPO menunjukkan, negara maju relatif memiliki jumlah paten yang banyak per juta penduduknya. Artinya, ekosistem riset dan inovasi di negara maju berkembang dengan baik.
Untuk tahun 2020, Indonesia mampu menghasilkan 1.309 aplikasi paten. Itu berarti, rasio jumlah paten per juta penduduk Indonesia sekitar 4,8. Angka yang sangat kecil jika dibandingkan dengan Singapura, dimana rasio jumlah paten per juta populasinya sebesar 133 (World Intellectual Property Organization, 2021).