Kedua, kreativitas dibutuhkan supaya manusia mampu memaksimalkan sains dan teknologi untuk meningkatkan produktivitas.
Kreativitas manusia harus berkelindan dengan empati agar “buah” kreativitas manusia untuk kebaikan bersama dan tidak melewati batas kemanusiaan.
Ketiga, kreativitas bisa menentukan kemajuan dan kemakmuran suatu negara.
Di masa sekarang menguasai sains dan teknologi juga penting. Peradaban dunia dibentuk oleh sains dan teknologi.
Robert M. Solow, ekonom peraih nobel, pernah mengatakan teknologi tidak hanya meningkatkan produktivitas, tetapi juga kekuatan yang mendorong pertumbuhan ekonomi.
Bisa dikatakan sumber daya manusia yang kreatif dan empati serta menguasai sains dan teknologi adalah prasyarat menjadi negara maju dan makmur. Dan, sumber daya manusia yang demikian merupakan modal bagi bangsa Indonesia dalam memasuki era kecerdasan buatan.
Data The Global Creativity Index 2015 menunjukkan, negara maju dan makmur cenderung memiliki kreativitas yang tinggi. Kreativitas Indonesia sendiri termasuk dalam kategori rendah. Ini tercermin dalam laporan yang diterbitkan oleh Martin Prosperity Institute tersebut; Indonesia berada diperingkat 115 dari 139 negara.
Berdasarkan data dari laporan itu, ada tiga aspek utama yang mengindikasikan rendahnya kreativitas Indonesia: kualitas dan sistem pendidikan yang belum progresif (indikator talenta), ekosistem riset dan inovasi yang belum berkembang (indikator teknologi) dan menjamurnya intoleransi (indikator toleransi).
Bila kita ingin menjadi negara maju dan makmur, maka ketiga hal itu perlu dicermati dengan serius. Begitu juga untuk pembangunan manusia dan penguasaan IPTEK di Indonesia.
Ketiga aspek tersebut adalah tantangan yang harus dilewati agar proses membangun manusia Indonesia yang kreatif dan empati serta menguasai sains dan teknologi tidak terhambat.