Fenomena Fear of Missing Out (FOMO) di jelang tahun 2025 ini telah menjadi isu signifikan dalam pengelolaan keuangan pribadi kita. Terutama di era digital saat ini.Â
FOMO bukan sekedar menggambarkan perasaan cemas tapi sudah menimbulkan ketakutan. Takut ketinggalan tren, pengalaman, atau informasi yang dianggap penting oleh aku dan kamu. Dampaknya terhadap kondisi finansial tidak bisa diabaikan karena dapat mendorong perilaku konsumtif yang berlebihan dan keputusan keuangan yang kurang bijaksana.
FOMO Apa Sih?
FOMO atau Fear of Missing Out adalah perasaan cemas atau takut seseorag akan ketinggalan sesuatu yang dianggap penting, seperti tren, pengalaman, atau peluang tertentu.
Fenomena FOMO sering dipicu oleh media sosial. Seseorang melihat orang lain seolah-olah menjalani hidup yang lebih menarik atau sukses di media sosial. Akibatnya, FOMO dapat mendorong perilaku impulsif seseorang, seperti belanja berlebihan, mengikuti tren tanpa pertimbangan, atau keputusan yang kurang bijaksana demi menjaga citra diri atau kepuasan jangka pendek saja.
Dampak FOMO terhadap Keuanganku dan Kamu
Beberapa dampak negatif FOMO terhadap kondisi finansial kita meliputi:
1. Pengeluaran yang Tidak TerkontrolÂ
Dorongan untuk mengikuti tren terbaru seringkali membuat individu mengeluarkan uang tanpa pertimbangan matang, yang dapat mengganggu stabilitas keuangan.
Baru-baru ini, suamiku memarahi si dedek. Tiap hari ada paket yang datang ke rumah. Saat aku cek wa-ku dan si dedek ternyata memang terjadi pertambahan hutangnya.
"Bun, Adek nambah hutang 100 ribu lagi." Begitu isi pesannya. Ya aku memang mengajarinya memakai mobile banking dana simpanan. Biasa ia isi paket 1x sebulan.
Sama seperti suamiku, akupun terbawa emosi. "Coba lihat apa yang Adek beli?" tanyaku. Ia pun memperlihatkan satu set perhiasan dan 1 jam tangan.
"Siapa yang mau makai?" Tanyaku lagi.Â
"Buat temanku kalau jam. Perhiasan mau pakai sendiri."Jawabnya takut-takut.
"Memangnya kulit Adek sudah bisa memakai barang palsu?" Tanyaku lagi.
"Jangan berlagak kaya kepada teman, Dek. Uang Bunda di rekening itu, ngutang ke bank, Dek. Itu buat dikirim kepada dua abangmu di Jakarta-Semarang. Nasihat suamiku. "Nih lihat bukti-bukti surat utangnya." Lanjut suami lagi.
"Bila Adek masih jajan juga lewat online. Terpaksa Bunda sita HP-mu." Tutupku mengantisipasi kemarahan suamiku. Dia pun mengangguk. Ya sejak itu tak ada lagi si dedek didatangi paket.
Media sosial bisa sangat berbahaya jika tidak digunakan dengan bijak karena dapat memengaruhi daya beli dan emosional belanja seseorang. Konten yang dipamerkan di media sosial sering kali menunjukkan barang yang terlihat sempurna sehingga memicu hasrat memiliki. Apalagi ABG (Anak Baru Gede) seperti si Dedek.
Sebagai ASN (Aparatur Sipil Negara) golongan 3 dan suami pegawai swasta, aku dan keluarga memang mengandalkan biaya pendidikan anak lewat bank. Jadi, kami wajib berhemat. Kamipun menganut sistem keuangan terbuka di rumah agar ketiga anak-anak faham bahwa kita bukan orang kaya.
Penghasilan yang tetap sebagai ASN, ditambah suami sebagai pegawai swasta, mengelola keuangan dengan bijak hal yang mutlak. Tak bisa ditawar-tawar. Biaya pendidikan pun membuat kami harus bergantung pada fasilitas perbankan, seperti pinjaman lalu ditabung.
Hal ini kami anggap sebagai investasi jangka panjang demi masa depan anak-anak. Untuk itu, pengeluaran sehari-hari benar-benar kami kendalikan ketat agar tidak ada pemborosan, terutama dengan tetap memprioritaskan kebutuhan dibanding keinginan.
Kami juga menerapkan sistem keuangan terbuka itu di rumah agar ketiga anak-anak diberi pemahaman sejak dini bahwa kami bukanlah keluarga kaya. Agar mereka tahu penghasilan orang tua digunakan untuk memenuhi kebutuhan penting saja, termasuk pendidikan mereka.
Dengan begitu, mereka belajar menghargai uang dan memahami pentingnya bekerja keras. Kami berharap, lewat pendekatan ini, anak-anak kami tumbuh menjadi individu yang bijak dalam mengelola keuangan mereka di masa depan.
2. Penumpukan Utang
Skema keuanganku dan kamu seperti uraianku di atas akan menimbulkan penumpukan utang bila kita memenuhi gaya hidup yang dipengaruhi FOMO di atas. Utang akan menumpuk baik melalui kartu kredit maupun pinjaman lainnya. Pada akhirnya membebani keuangan kita.
Untuk mencegah penumpukan utang akibat pengaruh gaya hidup yang dipengaruhi FOMO di atas, beberapa solusi bisa kita terapkan:
1. Buat Anggaran yang Realistis
Tetapkan anggaran bulanan berdasarkan pendapatan dan kebutuhan prioritas keluarga. Pisahkan alokasi untuk kebutuhan pokok, tabungan, dana darurat setelah terlebih dahulu dikeluarkan pembayaran utang.
Karena kita berutang di bank, otomatis gaji selaku ASN dipotong. Sisanya yang dianggarkan sebagai anggaran keluarga. Dengan anggaran ini maka kita bisa memonitor pengeluaran dan mencegah kebiasaan belanja impulsif seperti si dedek di atas.
Dalam hal menabung, disarankan dalam bentuk emas meskipun kita menabung hanya 70 ribu sebulan. Dengan Dana Permulaan 800 ribu dan bulanan 70 ribu kita menabung 5 gram emas.
Menabung dalam bentuk emas pilihan yang bijak karena emas cenderung memiliki nilai yang stabil dan tahan terhadap inflasi. Dengan dana permulaan sebesar 800 ribu rupiah dan menambahkan tabungan 70 ribu rupiah per bulan kita dapat mengumpulkan 5 gram emas dalam jangka waktu tertentu.Â
Keuntungan utama menabung emas karena nilainya yang tidak tergerus oleh inflasi, sehingga menjadi instrumen yang aman untuk menyimpan untuk dana pendidikan anak. Emas juga lebih likuid dibandingkan dengan investasi lainnya sehingga mudah dicairkan jika dibutuhkan untuk keperluan mendesak.
Dalam jangka panjang, harga emas cenderung meningkat seiring waktu, menjadikannya pilihan tabungan yang ideal meskipun dengan nominal kecil. Dengan disiplin menabung sedikit demi sedikit, kita tidak hanya melindungi nilai uang, tetapi juga membangun cadangan kekayaan yang kokoh untuk masa depan. Sangat potensial bila anak-anak kita masih keci-kecil.
2. Hindari Penggunaan Kartu Kredit Secara Berlebihan atau Tanpa Kartu Kredit
Pegawai bank sering kali datang mempromosikan kartu kredit sebagai solusi praktis untuk berbagai kebutuhan finansial kita. Pihak bank menyediakan 10 juta dana yang bisa kita pakai di dalam kartu itu sebagai utang.
Menurutnya dengan kartu kredit, nasabah dapat menikmati berbagai keuntungan, seperti cashback, diskon di merchant tertentu, dan poin reward yang bisa ditukarkan dengan hadiah menarik. Selain itu, kartu kredit juga memberikan fleksibilitas dalam pembayaran, memungkinkan nasabah untuk membeli barang atau jasa sekarang dan melunasinya dalam beberapa waktu ke depan.
Namun, kami guru tak pernah bersedia menerima kartu itu. Kami takut memegang kartu kredit itu menimbulkan FOMO. Menggunakan fasilitas ini harus dengan bijak. Harus mengindari pengeluaran yang berlebihan dan dipastikan untuk selalu membayar tagihan tepat waktu agar tidak terkena bunga yang tinggi.
Kami lebih memilih memakai kartu ATM biasa karena kami belanja di pasar tradisional. Di sana belum membutuhkan kartu kredit. Dengan uang 50-100 rb per hari sudah bisa kok belanja kebutuhan pokok di pasar tradisional. Apalagi bila kita rajin puasa Senin Kamis atau Daud. Sehari puasa sehari tidak. Tentu akan semakin hemat.
Bagi kamu-kamu yang ada di kota besar mungkin kartu kredit kebutuhan karena belanja di mal-mal. Gunakanlah kartu kredit hanya untuk kebutuhan mendesak atau transaksi yang sudah direncanakan saja. Bukan untuk memenuhi keinginan yang tidak penting. Usahakan untuk melunasi tagihan kartu kredit tepat waktu agar tidak terkena bunga tinggi juga.
3. Tingkatkan Literasi Keuangan Anak-Anak
Seperti uraianku di atas, kita harus melibatkan anak-anak dalam diskusi keuangan keluarga. Diskusi ini membantu mereka memahami nilai uang dan pentingnya hidup hemat. Ini juga untuk mengurangi tekanan guna memenuhi gaya hidup mewah hanya demi mengikuti tren.
Ketika putra pertamaku hendak kuliah, kami berdiskusi di mana akan kuliah. Aku sampaikan kestagnanan keuangan selaku ASN dan pegawai swasta dengan utang tetap sudah ada di bank dan koperasi sekolah. Bila kuliah di daerah kami Sumatera Barat, pasti uang kuliah dan biaya hidup tinggi karena ASN di sini dinilai level menengah ke atas. Namun bila kuliah di Jakarta, tepatnya di universitas besar untuk ASN uang kuliah dinilai level menengah ke bawah.
Alhamdulillah putra pertama mendapat uang kuliah 2 jt per semester dan uang kost 500-600 ribu per bulan. Biaya makan pun di depan kosan murah meriah 10-12 rb per 1x makan. Syukurlah dia sudah wisuda dan sekarang sedang menunggu hasil tes.
Begitu juga putra kedua, kuliah di Semarang karena tak lulus di tempat kuliah si abang. Di sini pun Semarang, uang kuliahnya lebih kecil dari di Sumateea Barat, meski hampir 2x lipat uang kuliah si abang, 3 juta 750 ribu rupiah. Uang kosan juga 2x lipat si abang 1 jt perbulan, biaya makan tetap sama.
Kami memilih mereka untuk kuliah jauh dari rumah demi mendukung kestabilan ekonomi keluarga, dengan harapan biaya pendidikan lebih terjangkau atau sesuai dengan kemampuan keuangan kami. Selain itu, keputusan ini juga menjadi langkah penting untuk melatih kemandirian mereka karena mereka harus belajar mengatur waktu, keuangan, dan kehidupan mereka sehari-hari tanpa terlalu bergantung pada orang tua.
Dengan begitu, mereka tidak hanya mendapatkan pendidikan formal tetapi juga pengalaman hidup yang akan membentuk kedewasaan dan karakter mereka di sana. Pembiasaan itu mudahan bermanfaat. Mereka akan memiliki waktu lebih banyak untuk refleksi diri.
4. Tetapkan Batasan Gaya Hidup
Bersikap tegas pada diri sendiri dan keluarga mengenai batasan gaya hidup penting. Fokus pada kebahagiaan keluarga dan tujuan jangka panjang, bukan pada hal-hal konsumtif yang un paedah atau tidak memberikan manfaat nyata.
Biasakan pula menabung sejak dini. Anak-anak dibiasakan pula menabung dulu untuk membeli barang yang mereka idamkan. Misalnya ingin mengganti HP ke HP yang lebih lengkap fiturnya. Aku selalu mengarahkan ke-3 anakku untuk menabung terlebih dahulu. Kadang aku memberi rewards berupa uang untuk memberi semangat mereka belajar dan menabung. Misalnya yang bisa katam hafalan 1 juz, rewards 1 juta.
Mereka pun sejatinya tak melihat ada uang di tas, di rekening, atau di rumah. Untuk belanja harian, kami mengandalkan pendapatan suami selaku pegawai swasta. Bila beliau mau berangkat kerja, akan menaruh uang di atas meja kerja 50-100 ribu perhari. Kami cuma bertiga di rumah. Kadang butuh belanja cuma 1x2 hari.
Bila si abang sedang di rumah, mereka ambil uang di ATM 50 ribu lalu pergi beli ayam dada saja 35 rb, tahu 5000, dan cabai 10.000. Kamipun memasak bersama. Dengan mengaplikasikan pembelajaran di atas, mereka bisa melihat uang bundanya berapa, belanja berapa, dan cara masak bagaimana.
Adapun untuk biaya pendidikan anak-anak disimpan di rekening khusus. Dana diperoleh dari meminjam di koperasi sekolah. 1x 3 tahun kami guru rutin meminjam di koperasi sekolah untuk menjaga kelanjutan hidup koperasi simpan pinjam itu.
Uang hasil pinjaman dibelikan emas setelah utang piutang sebelumnya dilunasi. Kadang bisa membeli 10 mas atau 25 gram emas. Emas itu ditaruh di bank dengan sistem gadai. Sebab bila emas ditaruh dan disimpan di rumah tentu tidak aman. Pun bila ditabung dalam bentuk uang tak menguntungkan kita.
Tips menabung emaspun, jangan dijual. Tapi sistem gadai di bank saja. Biarkan saja emas itu di bank, kita memakai dana hasil gadainya saja. Tentu kita pilih gadai syariah, ya. Biasanya bank daerah lebih murah jasanya dari bank konvensional lain.
Menabung emas mengapa sebaiknya tidak dijual? Ketika kita membutuhkan dana pendidikan mendesak digadaikan melalui sistem gadai syariah lebih menguntungkan jangka panjang bagi kita yang uangnya pas-pasan.
Dengan sistem gadai syariah ini, kita tetap mempertahankan kepemilikan emas dan  mendapatkan dana tunai sesuai nilai taksiran emasnya saat gadai. Keuntungan lain dari gadai syariah adalah adanya prinsip bagi hasil yang lebih transparan dibandingkan bunga sehingga lebih sesuai bagi yang mengutamakan keuangan berbasis syariah.Â
Kemudian dengan mempertahankan emas di bank, nilai emas tetap mengikuti harga pasar yang selalu meningkat seiring waktu. Sebaliknya, jika emas dijual, kita akan kehilangan potensi keuntungan jangka panjangnya.
Dengan sistem gadai, kita bisa melunasi pinjaman dan mengembalikan emas ke tangan kita tanpa kehilangan aset tersebut. Bisa dilakukan kapan saja ketika sudah memiliki dana. Cara ini memungkinkan kita tetap memiliki tabungan sekaligus mendapatkan likuiditas untuk kebutuhan mendesak.
Pengalamanku tahun 2019 membeli emas 1 jt 500 ribu rupiah per 1 mas/2.5 gram. Waktu itu 10 mas berarti 15 juta. Ternyata saat emas itu digadai tahun 2020 harga emas naik menjadi 2 juta 300 ribu per emas. Simpananku berarti menjadi 23 juta. Untung 8 juta. Bayangkan andai aku jual di tahun 2019 itu emasnya, bukan digadai. Aku rugi 8 juta.Â
Begitupun tahun ini, 2024 harga emas sudah mencapai 3 juta 400 ribu rupiah. Berarti tabungan menjadi 34 juta rupiah. Mudahan sudah faham ya.
Biarkan saja emas itu di Bank. Jangan ngoyo untuk nebus bila dana belum ada. Akali saja uang jasa simpannya atau pihak bank menyebut hujrah. Nanti ketika kita berkesempatan lagi meminjam uang di koperasi sekolah, lunasi, dan sisa pelunasan belikan lagi emas baru meskipun tidak berat.
Sistem ini bisa kita putar terus setiap tahun hingga anak-anak lulus kuliah. Mudahan nanti emas bertambah dan anak-anak pun lulus kuliah. Inilah model investasi sederhana yang kami jalankan di sekolah. Menabung emas meski dengan berutang di koperasi sekolah.
Koperasi terbantu hidup, roda uang di bank pun berjalan, dan pendidikan anak-anak pun terjamin dengan gaya hidup ini.
5. Gunakan Fasilitas Keuangan dengan Bijak
Pilih pinjaman pendidikan atau fasilitas perbankan seperti poin di nomor 4 di atas. Dengan meminjam di koperasi, lalu nabung emas, gadai emas di bank yang dipilih tak ada bunga dan tenor. Kita cuma bayar hujrah yang sesuai kemampuan pembayaran. Biasanya hujrah maksimal 4 bulan.
Setiap 1x 4 bulan kita perbaiki kontrak. Jangan tergoda mengambil utang baru lagi untuk kebutuhan konsumtif yang tidak mendesak. Cukup kebutuhan konsumtif saat hari besar saja dan saat tahun ajaran baru. Jangan pula ngoyo nabung emas besar sekaligus. Pakailah prinsip, sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit. Oh ya jangan lupa bayar zakat emas bila telah sampai satu nisab.
6. Bangun Dana Darurat
Alokasikan pula sebagian dari pendapatan kita suami istri untuk dana darurat agar siap menghadapi situasi tak terduga tanpa harus berutang. Misalnya jangan menggadai barang emas hingga limit pinjaman.
Sisakan 2-3 juta per barang. Misalnya 1 barang 10 mas/25 gram. Batas kita bisa minjam 27 jt. Pinjam 24 juta saja. Ketika kita butuh dana darurat bisa tambah pinjaman tanpa harus berutang ke teman atau tetangga.
Kita bisa juga bikin celengan di rumah. Kasih kode di celengan sedekah sebelum subuh. Bisa 2 rb, 5 rb, atau 10 rb per subuh. Dana itu khusus untuk membantu fakir miskin, anak yatim, dan saudara kita yang butuh bantuan. Kadang ada saja saudara kita yang kesulitan keuangan. Kita bisa bantu dengan dana darurat ini.
Perintah tersebut terdapat dalam Surah Al-Baqarah ayat 261, artinya:
"Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah seperti sebutir benih yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada tiap-tiap tangkai terdapat seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui."
Untuk siapa saja infaq itu?
Infaq yang dimaksud terdapat dalam Surah Al-Baqarah ayat 215, berikut terjemahan lengkapnya:
"Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang apa yang mereka infakkan. Katakanlah, 'Apa saja harta yang kamu infakkan hendaklah diberikan kepada kedua orang tua, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan.' Dan kebaikan apa saja yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui."
Dengan langkah-langkah itu, kita dapat mengelola keuangan lebih baik, menghindari penumpukan utang un faedah dan tetap fokus pada tujuan keuangan keluarga. Berutang sambil menabung.
3. Mencari Kesibukan Saat Senggang
Mencari kesibukan saat waktu senggang, seperti menulis, adalah cara efektif untuk menghindari diri dari FOMO. Ketika aku tenggelam dalam kegiatan yang produktif seperti menulis, perhatianku dan kamu akan teralihkan dari media sosial atau tren yang sering kali menjadi pemicu FOMO.
Menulis tidak hanya membantu menyalurkan kreativitas tetapi juga menjadi sarana refleksi diri sehingga kita lebih fokus pada pengembangan diri daripada membandingkan hidup dengan orang lain.
Selain itu, menulis bisa menjadi aktivitas yang memberikan manfaat jangka panjang, baik secara personal, keseharan mental, maupun profesionalitas. Dengan menulis, kita membangun kebiasaan positif yang meningkatkan keterampilan komunikasi dan pemikiran kritis.
Hal ini juga memberikan rasa pencapaian yang nyata, berbeda dengan kepuasan sementara yang sering muncul akibat mengikuti tren. Dengan menjaga pikiran tetap sibuk, kita bisa lebih menghargai waktu dan mengurangi dampak negatif FOMO baik dari sosial media mapun lingkungan sekitar.
Proyeksi Kondisi Finansial Indonesia pada 2025
Memasuki tahun 2025, perekonomian Indonesia diproyeksikan tumbuh dengan stabil. Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2%, dengan inflasi dijaga pada kisaran 2,5%. Â Lembaga internasional seperti IMF dan Bank Dunia juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di kisaran 5% pada tahun tersebut.
Namun, tantangan untuk kita tentu tetap ada, termasuk potensi stagnasi ekonomi global yang dapat mempengaruhi perekonomian domestik. Dalam hal ini Menteri Keuangan Sri Mulyani mengingatkan bahwa kondisi ekonomi global pada 2025 diperkirakan cukup berat sehingga diperlukan kewaspadaan dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional. Pun kita secara personal tentu harus waspada.
Situasi Finansial di Berbagai Daerah
Kondisi finansial di berbagai daerah di Indonesia diperkirakan dapat bervariasi di tahun itu, tergantung pada faktor-faktor tingkat literasi keuangan mereka, akses terhadap teknologi, dan dinamika ekonomi lokal mereka.
Misalnya, daerah dengan akses internet terbatas mungkin tidak dapat memanfaatkan potensi ekonomi digital secara optimal, yang diproyeksikan mencapai 146 miliar dolar AS pada 2025. Mereka pun otomatis tak terdampak FOMO.
Selain itu, perilaku FOMO yang dipengaruhi oleh media sosial dapat berdampak berbeda di setiap daerah, tergantung pada tingkat penetrasi media sosial dan literasi digital masyarakat setempatnya. Penelitian menunjukkan bahwa literasi keuangan dapat memoderasi dampak negatif FOMO terhadap pengelolaan keuangan pribadi.
Sebagai contoh, seseorang dengan literasi keuangan yang baik cenderung lebih bijak dalam menghadapi godaan FOMO, seperti membeli barang mewah yang sedang tren. Misalnya, ketika melihat teman-teman di sekolah mereka memamerkan gadget terbaru di media sosial, orang tersebut tidak langsung terbawa arus untuk ikut membeli gadget baru.Â
Mereka akan mempertimbangkan apakah pembelian itu benar-benar diperlukan atau hanya keinginan sesaat saja. Selain itu, aku dan kamu dengan literasi keuangan juga memahami pentingnya anggaran dan prioritas keuangan. Kita lebih memilih menyisihkan uang untuk tabungan atau investasi jangka panjang daripada menghabiskannya untuk hal-hal yang tidak esensial.
Dengan kemampuan ini, kita (aku dan kamu) mampu mengelola pengeluaran dengan baik dan terhindar dari masalah keuangan yangp disebabkan oleh keputusan impulsif akibat FOMO di tahun 2025 besok.
Strategi Menghadapi FOMO dan Meningkatkan Kondisi Finansial Aku dan Kamu
Untuk menjaga kesehatan finansial kita dan menghadapi dampak negatif FOMO, aku dan kamu disarankan untuk:
Pertama, Meningkatkan Literasi KeuanganÂ
Pemahaman yang baik tentang pengelolaan keuangan dapat membantu membuat keputusan finansial yang lebih bijaksana seperti uraianku di atas. Menabung solusi tepat guna untukku dengan ekonomi stagnan ASN dan fokus pada kebutuhan esensial keluargaku dan pendidikan anak-anakku.
Kedua, Mengembangkan Kontrol Diri
Kemampuan untuk menahan dorongan mengikuti tren tanpa pertimbangan matang dapat mencegah pengeluaran yang tidak perlu. Kendalikan diri dengan kegiatan produktif seperti menulis di media massa. Bukan mengikuti pameran di medsos.Â
One Day One Write adalah konsep menulis setiap hari yang bertujuan untuk melatih konsistensiku, mengasah keterampilan menulisku, dan meningkatkan produktivitasku.
Dengan menulis setiap hari, meskipun hanya beberapa paragraf atau ide singkat, aku dapat menciptakan kebiasaan positif yang membantu mengatasi rasa malas dan FOMO. Pendekatan ini berguna untuk mengeksplorasi gaya hidup positif.
Dengan membaca dan menulis berbagai tema, gaya tulisan, sekaligus membangun portofolio karya secara perlahan. Tidak perlu sempurna, fokusnya kita pada proses, bukan hasil akhir. Dengan komitmen sederhana "one day one write," kita dapat melihat perkembangan signifikan dunia dalam proses kreativitas kita ini.
Membuat Perencanaan KeuanganÂ
Menetapkan anggaran dan tujuan finansial jangka panjang dapat membantu kita fokus pada prioritas keuangan yang lebih penting seperti sudah diuraikan di atas.
Dengan menerapkan strategi-strategi tersebut, diharapkan aku, kamu, dan kita semua dapat menjaga stabilitas finansial kita agar terlepas dari tantangan ekonomi yang mungkin dihadapi pada tahun 2025.
Fenomena Fear of Missing Out (FOMO) di jelang tahun 2025. (Ni Yu)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H