Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Ingin Dihargai Siswa? Saatnya Guru Tinggalkan 5 Sikap Berikut

16 Oktober 2024   19:09 Diperbarui: 16 Oktober 2024   19:17 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Guru dan Siswanya

Pagi itu udara di dalam kelas terasa tegang. Bukan karena ada ulangan atau tugas yang mendadak. Tetapi karena suasana hati anak-anak kelas 9 yang sedang tidak menentu.

Bu Rina, sang wali kelas, duduk di depan meja guru. Ia mengamati setiap wajah yang tampak tak sabar itu. Beberapa dari mereka tampak lesu, sebagian lagi terlihat gelisah, dan hanya sedikit yang berusaha menjaga senyuman  di wajah mereka.

Sudah dua minggu sejak mereka menerima pengumuman hasil ujian tengah semester dan hari ini adalah waktu untuk diskusi hasilnya. Bu Rina tahu tak semua dari mereka siap menerima kenyataan. Mata-mata yang biasanya penuh semangat itu kini meredup seperti langit yang tertutup mendung.

Namun, bukan itu yang membuat suasana terasa tegang. Rasa frustrasi yang ada di kelas itu lebih dari sekedar nilai. Ada yang hilang dalam dinamika antara guru dan murid selama beberapa bulan terakhir, kepercayaan dan rasa hormat yang dulu kuat kini seolah perlahan memudar.

"Saya tahu kalian sudah bekerja keras," kata Bu Rina akhirnya, memecah keheningan. Suaranya lembut, namun bergetar oleh kejujuran yang ia simpan sejak lama. "Tapi mungkin kalian merasa saya belum sepenuhnya ada untuk kalian."

Anak-anak terdiam. Beberapa dari mereka melirik ke arah teman bingung apakah mereka harus menanggapi atau tidak.

Bu Rina menarik napas panjang. Ia sudah mengajar selama hampir dua dekade, namun ini adalah kali pertama ia merasa bahwa ada sesuatu yang salah dalam cara ia mendekati murid-muridnya.

Dalam hatinya, ia tahu bahwa menjadi otoriter bukanlah solusi, tapi rasa lelah dan tekanan membuatnya tanpa sadar memaksakan kehendaknya pada siswa-siswa yang seharusnya ia bimbing.

"Aku ingin minta maaf," katanya pelan, membuat beberapa anak mendongak. "Mungkin aku terlalu keras. Mungkin aku terlalu banyak menuntut tanpa memberi kalian kesempatan untuk berbicara."

Seorang siswa, Raka, mengangkat tangannya dengan ragu. 

"Bu Rina... sebenarnya kami juga merasa bersalah. Kami sering bikin Ibu marah dan mungkin itu yang bikin kami takut buat ngomong."

Sebuah keheningan menyelimuti ruangan. Kata-kata itu, meski sederhana, membawa perubahan kecil dalam suasana hati semua orang di dalam kelas. Bu Rina tersenyum kecil.

"Kalian tahu? Rasa hormat itu tidak harus datang dari ketakutan. Aku ingin kita bisa saling menghargai, bukan hanya sebagai guru dan murid, tapi juga sebagai manusia yang sama-sama belajar."

Itulah sekelumit perbincangan guru dengan muridnya di kelas.

Membangun Rasa Hormat Antara Siswa dan Guru: Lima Perilaku yang Harus Dihindari Guru

Sebagai seorang guru, kita tahu betul betapa menantangnya menjaga keseimbangan antara memberikan arahan yang jelas dan membangun hubungan yang sehat dengan mereka siswa kita. Namun, pola-pola tertentu dalam interaksi sehari-hari dapat mengikis hubungan dan menurunkan rasa hormat siswa terhadap kita.

Tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki hubungan tersebut. Rasa hormat tidak datang dari kesempurnaan, tetapi dari kesadaran akan bagaimana kita bertindak dan berkomunikasi.

Berikut adalah lima perilaku yang perlu dihindari untuk membangun kembali rasa hormat siswa di kelas kepada guru:

1. Tinggalkan Perilaku Terlalu Berwibawa

Sebagai guru penting bagi kita untuk menjaga disiplin di kelas. Namun, ketika otoritas berubah menjadi kontrol berlebihan, hal ini dapat menumbuhkan rasa ketidakpuasan pada hati siswa. Jika siswa merasa tidak memiliki ruang untuk berdiskusi atau berpendapat, mereka bisa melihat kita lebih sebagai otoriter daripada pendamping belajar.

Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berbicara dan mengekspresikan diri, terutama saat membahas aturan kelas atau cara belajar. Hal ini dapat membantu mereka merasa dihargai. Dengan begitu, kita menumbuhkan rasa hormat yang lebih dalam dan suasana belajar yang kondusif.

2. Guru Tidak Konsisten dalam Janji

Kepercayaan siswa sangat penting dalam membangun hubungan yang baik. Jika kita sering membuat janji kepada siswa tetapi tidak menepatinya, rasa percaya itu bisa hilang. Misalnya, jika kita berjanji untuk memberikan umpan balik pada waktu tertentu, pastikan untuk menepatinya.

Lebih baik bersikap jujur tentang batasan kita daripada memberikan harapan yang tidak bisa dipenuhi. Konsistensi dan keterbukaan akan membantu siswa merasa aman dan percaya pada kita.

3. Guru Mengabaikan Perasaan Siswa

Siswa tidak hanya belajar mata pelajaran, tetapi juga mengembangkan emosi dan identitas mereka. Ketika seorang siswa merasa cemas, frustasi, atau tidak percaya diri, penting bagi kita untuk mengakui dan mendengarkan perasaan tersebut.

Jika kita meremehkan atau mengabaikan perasaan mereka, siswa mungkin merasa tidak dihargai. Sebaliknya, dengan memvalidasi perasaan mereka, kita dapat membantu siswa mengembangkan keterampilan emosional yang kuat, yang akan membantu mereka dalam pembelajaran dan kehidupan.

4. Kritik yang Terus-Menerus Diberikan Guru

Mengoreksi kesalahan adalah bagian dari tugas kita sebagai guru. Tetapi terlalu fokus pada kesalahan tanpa memberikan penghargaan atas usaha yang baik dapat merusak kepercayaan diri siswa. Jika siswa hanya mendengar kritik, mereka mungkin mulai merasa tidak dihargai.

Cobalah untuk selalu menyertakan pujian yang membangun. Saat siswa menunjukkan usaha atau prestasi, beri mereka pengakuan. Hal ini tidak hanya meningkatkan harga diri mereka tetapi juga memperkuat hubungan kita sebagai pendukung belajar mereka.

5. Selalu Menyelesaikan Masalah untuk Siswa

Terkadang, sebagai guru, kita merasa perlu turun tangan ketika siswa menghadapi kesulitan, baik dalam pelajaran maupun konflik di antara teman-teman mereka. Namun, jika kita selalu melakukannya, siswa tidak akan belajar bagaimana memecahkan masalah sendiri.

Memberikan ruang bagi siswa untuk menghadapi tantangan kecil, dengan panduan dan dukungan jika diperlukan, membantu mereka mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kemandirian. 

Ketika mereka berhasil mengatasi masalah sendiri, mereka akan merasa lebih percaya diri dan hubungan saling menghormati pun akan terbentuk.

Dengan menghindari lima perilaku ini, kita dapat menciptakan hubungan yang lebih sehat dan penuh rasa hormat di dalam kelas. Seiring berjalannya waktu, rasa saling percaya dan penghargaan ini akan menjadi landasan bagi pembelajaran yang lebih efektif dan pengalaman sekolah yang lebih menyenangkan bagi siswa dan guru.


"Berkat Sang Guru"

Sudah beberapa minggu sejak percakapan itu terjadi di kelas, Bu Rina mulai merasakan perubahan di dalam dirinya dan juga di mata para muridnya. Tidak ada lagi rasa tegang yang kerap menyelimuti ruangan setiap kali ia memulai pelajaran.

Lima tips di atas membuatnya berubah. Anak-anak tampak lebih terbuka sekarang, lebih bersemangat untuk bertanya, dan yang terpenting, mereka mulai berbicara tanpa rasa takut lagi. Bu Rina tersenyum sendiri.

Hari itu, Raka, yang biasanya paling sulit diajak bicara, datang ke meja Bu Rina seusai pelajaran selesai. Siswa-siswa lain sudah berlarian keluar kelas. Namun, Raka tampak ragu.

"Bu Rina!" Panggilnya perlahan.

Bu Rina menoleh, memberikan senyum yang penuh perhatian.

"Iya, Raka? Ada yang ingin kamu bicarakan?"

Raka terdiam sejenak. Ia seperti mencoba merangkai kata-kata yang tepat.

"Saya mau bilang, makasih, Bu. Soal waktu itu... waktu Ibu minta maaf di depan kelas... itu bikin saya mikir banyak hal."

"Hal apa?" tanya Bu Rina lembut, meski dalam hatinya ia merasa tak yakin akan arah pembicaraan ini.

Raka menghela napas, "Dulu saya sering ngerasa kalau guru itu cuma ada buat ngasih nilai, marah-marah, atau nyuruh-nyuruh. Tapi sejak Ibu mulai berubah, saya jadi sadar kalau guru itu juga manusia, sama kayak kami. Ia bisa bikin salah. Ia juga bisa capek. Waktu Ibu minta maaf, saya tahu kami juga harus lebih paham Ibu."

Bu Rina tertegun mendengar pengakuan itu. Ada kehangatan yang merayap dalam hatinya. "Kamu tahu, Raka," katanya, "belajar itu bukan hanya tentang kalian, tapi juga tentang kami, para guru. Kalian mengajarkan kami bagaimana caranya menjadi lebih baik setiap hari."

Raka tersenyum kecil. "Iya, Bu. Saya rasa, sekarang saya lebih hormat ke Ibu. Bukan karena saya takut, tapi karena saya percaya Ibu peduli sama kami."

Bu Rina hampir tak mampu menahan haru yang meluap. Ia langsung melow. Perubahan ini terasa nyata. Ia sadar, rasa hormat itu memang tidak bisa dipaksakan. Itu harus ditumbuhkan dengan kejujuran, dengan empati, dan dengan keinginan untuk mendengar.

Sebelum Raka beranjak pergi, Bu Rina berkata, "Terima kasih, Raka. Kamu sudah mengingatkan Ibu sesuatu yang penting. Kita semua belajar bersama di sini dan Ibu bangga pada kamu."

Saat Raka keluar dari kelas, Bu Rina menatap jendela. Hati kecilnya sekarang merasa ringan. Hari ini ia merasa bukan hanya sebagai guru yang telah berhasil mengajarkan sesuatu, tetapi juga sebagai manusia yang belajar untuk terus berubah, bersama anak-anak yang mempercayainya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun