Yah, pandai-pandailah Bunda mengobservasi anak dan teman-temannya. Jangan sampai mereka merasa diintimidasi. Tapi berceritalah dengan suasana hangat sambil bertukar cerita.
Bila kita mengobservasi mereka dengan ala sahabat, pasti mereka merasa ringan. Tak terbebani. Mereka akan bercerita dengan ikhlas. Ya, anak pacaran dini seperti kasus di atas karena kurang perhatian dari orangtua, terurama Ibu.
Keenam, seringlah bercerita tentang teman-temannya
Ketika duduk bersantai di rumah, selelah apapun bunda, luangkanlah waktu bercerita dengan anak. Minta ia menceritakan tentang teman sekolahnya. Adakah temannya cowok.
Ketujuh, bekali putri kita dengan batasan pacaran
Waktu saya kuliah, saya termasuk mahasiswa yang dekat dengan dosen, suka cerita-cerita, dosen saya bertanya kepada teman saya. "Udah pernah pacaran?" Jawabnya, "Udah." "Sampai di mana?" Tanya beliau. "Sampai putus." Jawabnya.
"Bukan itu. Sekwilda, sekwilta, sampai apa?"
Duh, teman saya bingung. Kami tatap beliau. Mungkin beliau melihat gelagat bingung kami. Beliaupun menjelaskan. Sekwilda, sekitar wilayah dada, sekwilta, sekitar wilayah tangan. Kiamat jawab saya kala itu.
Duh, saya pun bayangin mantan saya. Saya putuskan karena alasan ingin menggrepe-grepe. Napasnya seperti sesak. Kumisnya mengeluarkan bunyi anaeh. Mengerikan. Kabur. He he he. Takut.
Nah, Bunda kasih edukasi putri kita tentang pacaran. Batasan pacaran boleh higga apa, bila anak sudah terlanjur diajak temannya pacaran. Sebaiknya jangan deh pacaran. Larang pacaran putri kita.
Bisa tidak ya, melarang putri kita jangan pacaran? Kebetulan putri saya baru kelas 6. Sejauh ini, bila saya tanya, pacaran haram, katanya.