"Aku belajar agama dengan ustadz Azam. Selama belajar, kami tak diizinkan keluar dan bertemu siapapun. Kami belajar puasa Daud, sehari puasa sehari tidak untuk mengontrol hawa nafsu. Kami juga harus menghafal sejumlah hafalan. Mirip suluk gitulah."
"Suluk ya?"
"Hmmm. Nah, pas mau pulang, kami makan bersama ustadz Azam  di ruang beliau. Yang biasa antar makanan, anaknya sakit. Ustadz Azam ternyata menyuruh Vella. Vella tukang masak di sini, Yun."
'Haaaaa' "Kok gak ketemu sama aku Pram? Aku sudah setahun bolak-balik di pesantren ini dan ke rumah kost." Tanya Ayunda.
"Tapi aku dan preman---"
"Bukan kamu. Vella."
"Vella makai cadar. Juga tak pernah keluar ruang masak putri."
"Oh pantesan."
"Yun! Ayunda!" Ayunda mendengar suara Cindy memanggilnya. "Bentar Pram. Cindy mama Arin." Tapi, Ayunda kaget melihat wajah Pram. Tiba-tiba pucat. Kulit putihnya memutih seperti kapas.
"Cin! Arin di sini!" Teriak Ayunda. Ia tak tega meninggalkan Pram.
"Ayunda. Arin mana? Jam tidurnya----" Cindy tak kuasa melanjutkan ucapannya. Ia pun lemas. Ia meleyot ke lantai bukan karena kagum tapi lemas.. Tak sadarkan diri. Terduduk di lantai lapangan. Lalu rebah kuda.