Jantung Pram berdegup halus saat Ayunda menyebut Pegang. Pegang nama sebuah kampung di dekat kampung mereka, Kampung Manggis. Â Dari Peganglah asal Tinuk istrinya. Pram menarik napas dari hidung, menahan sesaat di perut. Lalu ia hempaskan kuat.
Sementara Arina, tertidur anteng di pangkuan Pram. Ayunda membiarkan saja. Mungkin ia sedang kangen Yet kecil dulu. 'Duh, Yet di mana sekarang, ya?'Â
"Kenapa? Kamu gelisah Pram?"Â
"Hmmm. Ingat sesuatu." Wajah Pram berubah buram. Nampak gurat sedih di wajahnya yang tampan. Yunda ikut perih melihatnya.
"Yun, Vella di sini, lo!"
"Whats?"
"Gak usah ngeledek, Yun!"
"Eh, sorry. Eh eh eh maaf!" Ayunda menyatukan kedua telapak tangannya. Senyum 5 centi kiri 5 centi kanan.
Pram mengalihkan tatapannya dari Ayunda. "Aku bukan anak sekolahan Yun. Jangan diajak ke Inggris. Sesat." Ayunda mencibir dengan menjulurkan lidahnya. Mengembangkan kedua lubang hifungnya. Seperti biasa tertangkap basah oleh Pram. Baru ia simpan lidahnya secepat kilat.
"Aku sudah 6 bulan mondok di sini, Yun."
'Whats' Ayunda membelalak.