Esok hari,  sesampainya di sekolah Syaila melihat Dinda yang  ceria membawa piala kemenangannya." Wah kamu menang, selamat ya."
Detik berikutnya, Bu Dina datang dan berkata pada Dinda, " untuk lomba selanjutnya kamu harus lebih baik ya Nak, kamu hebat, ibu selalu support kamu."
Mendengar itu Syaila bergumam dalam hati, "Andaikan Syaila juga di pilih buk, Syaila bisa kok seperti Dinda, cuman ibuk gatau apa kelebihan yang Syaila punya, ibuk selalu memilih Dinda yang jadi anak kesayangan ibuk, sementara Syaila gak, " terkadang diam bukan berarti dia tidak bisa melakukan apa apa."
Sejak itu Syaila sangat iri pada Dinda, tapi dalam hati saja. Ia hanya sabar dan selalu berusaha terus belajar di tempat mengaji. "BERAKIT-RAKIT KE HULU, BERENANG-RENANG KETEPIAN, BERSAKIT-SAKIT DAHULU BERSENANG-SENANG KEMUDIAN". Syaila terus berusaha dan berusaha menghibur diri sendiri.
Hingga suatu saat ada sebuah Masjid mengadakan lomba Tahfiz. Syaila tidak mau hanya diam saja lagi. Dia akan mengatakan kepada buk Dina. Dia harus mencoba.
"Assalamualaikum, Buk," Syaila masuk ke ruang majelis guru. Ia gemetar. Takut ditolak.
"Kedatangan saya ke sini mau mengatakan kalau Syaila mau ikut lomba, Buk. Dinda dan bu Dina kaget. Dinda bahkan sontak membalik ketika mendengar suara Syaila yang saat itu ia juga berada di kantor guru, yang sedang membicarakan lomba itu juga.
Dinda yang selalu di pilih tentu santai saja. Sementara Syaila, jantungnya berdetak kencang, seperti mau mati saat ini.
"Memangnya  kamu bisa Syaila? Nanti bikin malu ibuk lho. Sebetulnya kalian tenang , kalian berdua bisa ikut kok, karena pesertanya 2 orang per sekolah, tapi kalian berdua harus melakukan yang terbaik, ya."
"Baik, Buk, Syaila akan berusaha."
Dinda yang mendengar itu juga bilang, "Dinda kan selalu menang, Buk, untuk lomba kali ini akan menang juga." Ia sedikit melotot pada Syaila dengan wajah sinis. Pembicaraan habis ketika bel masuk berbunyi.