"Tapi sepertinya tidak bisa buk, ini acara yang penting bagi Dinda". Dalam hal ini Syaila ingin menyodorkan dirinya dan mencari perhatian kepada ibu gurunya.
Tapi tidak, " Baik lah, ibuk cari yang lain aja". Perlahan ibuk Dina pun menghilang dari pandangan mereka berdua.
Tak lama setelah itu , Dinda berkata, "Aii kamu pasti mau ikut lomba itu kan?"
"Tidak". Dalam hatinya " ya iya lah masa iya ga ikut, itu lomba yang aku nanti selama ini lo TARTILLL." Tapi Syaila malu mengakuinya.
"Baguslah kalau gitu, kalau kamu ikut nanti ga menang gimana? Suara kamu lagi serakk , kamu juga belum belajar dalam tentang Tartil ini". Cetus Dinda tanpa dosa.
"Dinda, masalah menang ga menang ga usah di pikirin dulu, itu nantinya bakalan nurut kalau kita ber ikhtiyar dan tawakkal sama Allah. Kamu ga usah ngomong  gitu sama  aku. Yang  menyuruh ikut kamu?"
"Gak, soalnya  kamu belum belajar kayak aku, belum sesempurna aku, dan belum sehebat aku. Aku aja yang udah berlatih sesusah ini pernah ga menang , apalagi kamu??"
Medengar itu hati Syaila terasa sangat tersinggung. Pertama kalinya ada orang yang mengatakan dirinya seburuk itu.
Orang tua yang sudah membesarkannya pun tidak pernah menyakiti perasaannya seperti ini. "Aku tau, aku belum sehebat kamu, tapi aku akan selalu berusaha dan belajar untuk apa yang ingin aku gapai selamjutnya," jawab Syaila dengan air mata mulai berkaca-kaca Syaila meninggalkan Dinda dengan hinaan yang telah diberikan kepadanya.
Akhirnya, Buk Dina telah mendapat orang untuk lomba itu, Ternyata tetap Dinda. Dinda ga jadi ikut acara keluarganya karena ia ingin membuktikan kalau ia adalah yang terbaik dari siapapun. Hari lomba tiba, Dinda dengan nomor peserta 008 akam membacakan ayat yang telah ditentukan.
Dengan wajah gembira ia membacakan dan Alhamdulillah meraih kemenangan. "Yeyyy, aku menang , memang benar ya aku sangat hebat." Karena kemenangan Dinda Bu Dina sangat banggaa kepadanya." Wah Nak, tidak salah ibuk memilih kamu."