"Heh, menghargai? Lelucon macam apa itu?!" tanyanya terkesan mengejek dan disertai tawa jahat.
"Laura benar Rei .... Mengapa kau menjatuhkannya? Walaupun kau tidak suka padanya, setidaknya hargai dia .... Lagipula, jika kau masih menyebut nama Cici dan tetap ingin sekelompok dengannya, pergilah."
Rafael masuk ke dalam pembicaraan dengan nada tertahan, ia menahan amarah karena kelakuan temannya ini "Satu hal lagi, kita tidak usah berteman lagi!" ucap Rafael terlampau muak, membuat Rei terkejut. Sahabat karibnya, kini telah berpaling darinya.
"Cih! Baiklah! Toh, aku juga tak mau di sini!"
"Aku yakin kau akan sengsara di sana, Rei," ucap Rafael begitu pelan sambil menatap punggung Rei lekat-lekat sambil senyum smirk.
Akhirnya, Rafael, Laura, dan juga Keke berusaha untuk menenangkanku.
Besoknya, kami merubah rencana. Kami telah memutuskan, kami akan mencari materi bersama-sama dan tampil bersama-sama juga. Tanpa Rei.
Tibalah saatnya waktu penampilan senam lantai. Pak guru menyuruh kami untuk sedikit berhias. Sedikit memalukan, tapi ini demi nilai.
"Hai, Kay! Lihat! Rei melihat terus ke arah kita! Sepertinya yang kukatakan itu benar adanya? Dia sengsara di sana, hahaha!" ucap Rafael dengan penuh semangat.
"Aku tidak peduli lagi dengannya, Raf."
"Ooh, oke. Baiklah kalau begitu. Aku hanya ingin menertawakan dirinya yang malang."