Tentu strategi ini harus merata hingga menyentuh kampung-kampung lain yang setara dengan kampung saya.
Situasi mereka dari waktu ke waktu tentu semakin menyempitkan lahan pertanian di daerah, sementara di kota-kota besar diberlakukan pula penghentian honorer dan digantikan dengan outsourcing. Jangankan penduduk produktif ber-SDM rendah di daerah-daerah ini, para sarjana pun tentu terbatas peluang kerjanya.
Berbangga diri dengan Sumber Daya Alam (SDA) pun tak mungkin kita pilih lagi karena sudah menuju fase habis. Demikian juga lahan pertanian dan perkebunan sudah tidak memadai untuk sebagian daerah karena sudah diubah menjadi pemukiman yang tak cukup karena lonjakan jumlah penduduk kita saat ini.
Ngomong- omong bagaimana action nyata, Kemendikbudristek dan Menaker menyiasati ini, tentu dengan:
Peningkatan SDM
Peningkatan SDM penduduk produktif di kota dan di daerah harus dibedakan, karena potensi mereka tidaklah sama.Â
Orientasi kerja siswa dan mahasiswa lulusan perkotaan lebih condong ke industri. Adapun siswa lulusan daerah tentu lebih condong ke Sumber Daya Alam (SDA) Â yang ada, jika tidak akan muncul skill mismatch.
Skill mismatch akan menghadang generasi ber-SDM rendah ini. Pekerjaan yang ditawarkan kepada mereka tidak ada yang sesuai karena faktor ketiadaan dan ketidakcocokan pendidikan mereka dengan pasar kerja. Bukan karena link antara kurikulum pendidikan dan kebutuhan kerja serta kebutuhan pasar yang tidak harmonis. Â Tapi ketegasan pemerintah ke bawah yang kurang atau tidak ada sama skali.Â
Mendisiplinkan Masyarakat
Mendisiplinkan masyarakat bukan saja siswa selaku pengembang pendidikan. Orang tua mereka juga perlu mendisiplinkan agar mengontrol dan mengawasi anaknya yang bolos dan tak bertanggung jawab di sekolah.Â
Masyarakat jangan dibiarkan saja putus sekolah tanpa ada sanksi tegas misalnya berupa denda. Ini sesuai amanat UU wajib belajar 12 tahun