seumpama bunga
kami adalah bunga yang tak
kaukehendaki tumbuh
engkau lebih suka membangun
rumah dan merampas tanah
Â
seumpama bunga
kami adalah bunga yang tak
kaukehendaki adanya engkau lebih suka membangun
jalan raya dan pagar besi
Â
seumpama bunga
kami adalah bunga yang
dirontokkan di bumi kami sendiri
Â
jika kami bunga
engkau adalah tembok
tapi di tubuh tembok itu
telah kami sebar biji-biji
suatu saat kami akan tumbuh bersama
dengan keyakinan: engkau harus hancur!
Â
dalam keyakinan kami
di manapun tirani harus tumbang!
Tema
Tema diangkat dalam puisi Bunga dan Tembok adalah penderitaan akibat penggusuran rumah dan perampasan tanah  dan kesewenang-wenangan pemerintah yang menggusur rumah dan merampas tanah.
Feeling (Perasaan)
Perasaan yang dialami pada puisi Bunga dan Tembok adalah perasaan sedih dan penderitaan rakyat, karena rumahnya digusur dan tanahnya dirampas oleh rezim Orde Baru.
Nada dan Suasana
Nada dan suasana dalam puisi Bunga dan Tembok menggunakan nada mengkritik, menentang dan melawan yang digunakan oleh Wiji Thukul untuk menyampaikan perasaan geram dan marah akan berbagai tindak kesewenang-wenangan pemerintah terhadap rakyat.
dalam keyakinan kami
di manapun tirani harus tumbang!
AmanatÂ
Amanat dalam puisi Bunga dan Tembok adalah sebagai rakyat kecil harus memperjuangkan hak-hak. Apalagi jiwa rumah dan tanah telah dirampas.
 Kajian Berdasarkan Tinjauan Pengarang
Wiji Thukul adalah penyair yang gigih, baik dalam memperjuangkan gagasannya maupun dalam memperjuangkan hidup dan kebenaran yang diyakininya.Â
Wiji Thukul mampu dengan tepat menggambarkan keterwakilan kelas sosialnya. Dia menganggap bahwa kemiskinan bukanlah hadiah dari Tuhan, melainkan peluang dan kesempatan hidup layak yang telah dirampas oleh penguasa.Â
Wiji Thukul yang merasa menjadi bagian dari realita itu merasa bahwa sebuah perubahan dan perlawanan harus dilakukan. Maka dari itu, muncul lah pusisi-puisi Wiji Thukul sebagai respon terhadap penguasa yang bertindak sewenang-wenang.
Puisi Wiji Thukul banyak bertemakan suka duka masyarakat kecil. Penyair juga menyuarakan kesenjangan ekonomi akibat kebijakan politik ekonomi pemerintah Orde Baru. Hal inilah yang menjadi ciri khas karya-karya Wiji Thukul.Â
Indonesia digambarkan menggunakan bahasa lugas dan mudah dipahami. Hal inilah yang membuat penyair cedal ini menjadi penyair yang ditakuti dan dijadikan buronan, selain juga karena sepak terjangnya sebagai seorang aktivis.
Wiji Thukul tampak menginginkan puisinya dapat dijadikan bahan perenungan oleh siapapun yang membacanya. Wiji Thukul cenderung menuliskan pengalaman sehari-hari yang sangat dekat dan melekat dengan kehidupan nyata. Seperti contoh puisi yang menggambarkan tentang jurang pemisah antara penguasa dengan rakyat yaitu puisi yang berjudul Bunga dan Tembok.
Dalam puisi Bunga dan Tembok, Wiji Thukul mencoba untuk menguak kesewenang-wenangan pemerintah, menguak kehidupan yang terjadi di masyarakat tempat pengarang tinggal serta lingkungan sekitarnya. Membuka kehidupan yang terjadi dalam masyarakat akibat tindakan kelompok-kelompok pemegang kuasa pada masa Orde Baru. Puisi tersebut juga menggambarkan bagaimana keadaan pemerintahan yang pada saat itu sangat otoriter, rakyat harus mengikuti segala yang diperintahkan oleh pemerintah
Bait-bait puisi Bunga dan Tembok diketahui memiliki unsur tarik menarik antara kepentingan rakyat dan penguasa. Sedangkan, penguasa pada saat itu, melakukan praktik kolaborasi kekuasaan, sehingga rumah-rumah rakyat pun digusur secara paksa, bahkan selalu diganggu keberadaannya. Berikut ungkapan Wiji Thukul atas bentuk dari kritik terhadap rezim Orde Baru:
seumpama bunga
kami adalah bunga yang tak
kaukehendaki tumbuh
engkau lebih suka membangun
rumah dan merampas tanah
Pada kutipan puisi di atas, Wiji Thukul mengkritik program pemerintah yang sedang gencar-gencarnya melaksanakan program pembangunan dengan menggusur rumah-rumah penduduk untuk dijadikan lahan indrustri dan jalan raya. Pemerintah juga melakukan pembebasan tanah dengan merampas tanah dari penduduk. Peristiwa tersebut dipotret penyair dalam puisi Bunga Dan Tembok dengan menggunakan bahasa kiasan bunga dan tembok.
Kemudian, Wiji Thukul juga membahas penderitaan rakyat karena penggusuran rumah dan perampasan tanah. Hal tersebut terdapat dalam kutipan puisi di bawah ini:
engkau lebih suka membangun
rumah dan merampas tanah
Selanjutnya, Wiji Thukul dalam puisinya menggambarkan perlawanan kaum miskin. Hal tersebut terdapat dalam kutipan puisi di bawah ini:
suatu saat kami akan tumbuh bersama
dengan keyakinan: engkau harus hancur!
dalam keyakinan kami
di manapun tirani harus tumbang!
Dari pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa puisi berjudul Bungan dan Tembok pengarang ingin mencerminkan masa-masa Orde Baru.Â
Pengarang mengibaratkan rakyat kecil sebagai bunga, yang tumbuh tanpa diharapkan oleh para pemilik rumah. Bunga yang dicabut dan disingkirkan dari tanahnya sendiri. Di lain pihak, puisi ini mengibaratkan pemerintah sebagai tembok, yang menggusur bunga dari tanahnya sendiri.Â
Puisi Wiji Thukul menggambarkan kondisi dirinya dan orang sekitar dengan jujur. Bahkan Wiji Thukul mengatakan "Menulis puisi itu tidak beda dengan beribadah di gereja, ada pengalaman religius". Kesengsaraan yang digambarkan Thukul secara jelas dan jujur pada puisi-puisinya tidak dipaparkan dalam buku-buku sejarah. Sejarah kelam Indonesia serasa ditutup-tutupi kebenarannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H