Mohon tunggu...
Rifatul Maula
Rifatul Maula Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Manusia biasa yang tak lepas dari sambat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Analisis Puisi Bunga dan Tembok Karya Wiji Thukul

22 Mei 2021   18:31 Diperbarui: 22 Mei 2021   18:53 8031
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

dengan keyakinan: engkau harus hancur!


dalam keyakinan kami

di manapun tirani harus tumbang!

Dari pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa puisi berjudul Bungan dan Tembok pengarang ingin mencerminkan masa-masa Orde Baru. 

Pengarang mengibaratkan rakyat kecil sebagai bunga, yang tumbuh tanpa diharapkan oleh para pemilik rumah. Bunga yang dicabut dan disingkirkan dari tanahnya sendiri. Di lain pihak, puisi ini mengibaratkan pemerintah sebagai tembok, yang menggusur bunga dari tanahnya sendiri. 

Puisi Wiji Thukul menggambarkan kondisi dirinya dan orang sekitar dengan jujur. Bahkan Wiji Thukul mengatakan "Menulis puisi itu tidak beda dengan beribadah di gereja, ada pengalaman religius". Kesengsaraan yang digambarkan Thukul secara jelas dan jujur pada puisi-puisinya tidak dipaparkan dalam buku-buku sejarah. Sejarah kelam Indonesia serasa ditutup-tutupi kebenarannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun