Takutnya mereka harus ganti rugi mulai dari biaya pengobatan, belum lagi kalo kendaraannya bagian depan lampunya pecah dan ringsek, negosiasi ketika kendaraannya perlu dibawa ke bengkel untuk patungan biaya servis.Â
Belum lagi adu bacotnya karena si korban tidak bersalah tapi ditabrak, belum lagi dicecar pertanyaannya oleh polisi soal kronologi kecelakaan, panas dingin sebadan-badan.
Maka dari itulah, orang-orang merasa tidak perlu untuk melakukan pertolongan kepada si korban. Lagian mereka merasa takut menanggung akibatnya jika terlalu berurusan lebih dalam.Â
Seperti misalnya ketika tetangga sedang dirampok oleh maling. Karena mereka tidak memiliki kekuatan untuk menghalau si perampok, membuat orang merasa enggan untuk menolong tetangga yang kerampokan ini.Â
Lagian juga sudah ada banyak orang yang menonton kejadiannya, ya lebih baik mereka saja yang menolong.Â
Lagi-lagi mereka menggantungkan orang lain untuk menolong tetangganya agar segera diringkus dan dikembalikan barang-barang hasil rampokannya.
3. Kecenderungan untuk menolong
Sudut pandang alasan ketiga murni berasal dari si korban. Di sini ada dua kemungkinan yang muncul.Â
Pertama, kebanyakan orang menolong karena ada hubungan kedekatan misalnya teman, saudara, kerabat dekat, petugas parkir, maupun pengguna jalan lainnya yang langsung sigap menangani si korban. Kalau seandainya terjadi pada orang asing mungkin bisa jadi dianggap ikut campur urusan orang lain.Â
Mereka bersedia untuk menolong siapapun korbannya karena mereka memiliki bekal pertolongan pertama pada korban kecelakaan.Â
Orang yang menolong juga berasal dari seseorang yang memang dulu adalah sesama korban tabrakan juga. Sehingga ketika seorang eks korban tabrakan mencurigai adanya tabrakan maka pelakunya berhasil untuk langsung segera ditangkap. Mereka juga merasa si korban layak untuk mendapatkan pertolongan.