Mohon tunggu...
Reyvan Maulid
Reyvan Maulid Mohon Tunggu... Freelancer - Writing is my passion
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penyuka Seblak dan Baso Aci. Catch me on insta @reyvanmaulid

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Fenomena Bystander Effect, Ada Kecelakaan Kok Malah Ditonton?

20 Oktober 2021   15:32 Diperbarui: 21 Oktober 2021   04:02 1249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Bystander Effect | Sumber: stock.adobe.com

Apakah kalian pernah kejebak di sebuah keramaian atau kemacetan. Tetapi penyebabnya bukan karena habis adanya insiden tabrakan, melainkan ramai dengan orang-orang yang nonton dan penasaran dengan kecelakaannya?

Jujur ini terjadi banget sama saya waktu kecil. Pertama kali lihat temen sekelas ditabrak truk dari arah belakang. Pingsan di tempat kejadian, warga sekitar sekolah panik. Sontak warga-warga keluar berhamburan buat nonton dan pada bertanya-tanya kepada tukang becak, "Eh mas, tadi kecelakaan apa sama apa?", terus dijawab, "Sepeda sama truk, pak". Untungnya, teman saya cuma lecet di betis dan pingsan di tempat dan dua hari kemudian kembali masuk sekolah.

Terus, waktu pulang kampung dari Malang ke Mojokerto, saya naik bus dan pas banget sedang terjadi kemacetan yang sangat panjang. 

Ada sebuah truk menabrak sebuah rumah di pinggir jalan dan menyisakan ribuan botol kaca di jalan pecah berceceran dijalanan. Saya pun kaget, dan menengok dari kaca bus. Seketika banyak orang-orang menonton kejadian kecelakaannya. 

Banyak orang melakukan rekam video di TKP.  Tapi semakin ke sini semakin bertanya-tanya, kok ada kecelakaan bukannya ditolong malah asyik ditonton?  Terus sempat-sempatnya memotret langsung di tempat kejadian lagi. Kira-kira kenapa ya? 

Fenomena yang kerapkali tidak asing di sekitar kita ini sehari-hari seringkali disebut dengan Bystander Effect.

Bystander Effect merupakan sikap ketidakpedulian atau apatis seseorang maupun khalayak terhadap sebuah insiden kecelakaan atau peristiwa berbahaya lainnya. 

Respon individu yang mengalami Bystander Effect ini berbeda-beda terkadang setiap orang. Ada yang pura-pura enggak liat, ada yang bodo amat, ada yang kepo alias penasaran, ada yang sibuk nontonin dari ditabrak sampai bertengkar juga ada, ada yang rekam kejadiannya terus diunggah ke media sosial. 

Kelihatannya masalah ini sudah menjadi keseharian kita setiap ada yang mengalami peristiwa berbahaya, orang-orang terkadang merasa ketakutan. 

Mari kita cari tahu lebih dalam soal asal mula kemunculan dari fenomena Bystander Effect ini.

Asal Muasal Bystander Effect

Bystander Effect bermula dari sebuah kejadian yang dialami oleh Kitty Genovese (selanjutnya saya sebut Mbak Kitty ya teman-teman) pada tanggal 13 Maret 1964. 

Kitty Genovese yang saat itu berumur 28 tahun ceritanya sedang pulang kerja sebagai manajer di sebuah bar pada jam 3 dini hari. 

Ceritanya, Mbak Kitty ini niatnya mau memarkirkan mobilnya dan berjalan ke apartemennya di Queens, sebuah daerah di kota New York City. 

Winston Moseley atau sebut saja Bang Winston, anggap saja dia adalah orang asing yang sedang berjibaku mengincar mangsa di sekitar daerah tersebut. 

Ilustrasi Keramaian Saat Kecelakaan | Photo by Mobilmo
Ilustrasi Keramaian Saat Kecelakaan | Photo by Mobilmo

Kebetulan Bang Winston memang sudah memikirkan kalau dia ini pengen cari mangsa di malam itu. 

Mbak Kitty lagi jalan ke apartemen, ternyata di sepanjang perjalanannya Mbak Kitty merasa ada yang mengikuti.

Langsung gercep Mbak Kitty berlari tunggang-langgang, namun sayang Bang Winston sudah berhasil menangkap dan menusuk Mbak Kitty.

Mbak Kitty sontak berteriak, "Tolong.....tolonggg...."

Mendengar teriakan Mbak Kitty ini beberapa lampu di sekitar apartemen mulai dinyalakan. 

Salah satu tetangga yang mendengar teriakan kencang Mbak Kitty ini buka jendela, pas juga si Bang Winston lari dan mencari tempat persembunyian. Tetapi tetangga ini bukannya membantu malah menutup jendela kamarnya. 

Berlanjut aksi Bang Winston berkali-kali menikam, merangsek, dan memperkosa Mbak Kitty. 

Mbak Kitty menjerit dan beteriak minta tolong, tapi tak ada satupun yang keluar apartemen buat membantu mbaknya. 

Serangan tersebut terjadi sekitar kurang lebih 30 menit. Sebanyak 38 orang menonton aksi pembunuhan bengis dengan Mbak Kitty sebagai korbannya. Tapi dari 38 orang tidak ada niatan buat menelpon polisi atau membantu melerai pertikaian ini.

Dengan demikian, seorang ahli psikologi sosial yaitu Bibb Latane dan John Darley akhrnya mencetuskan teori baru, yaitu Bystander Effect.  

Dilansir dari PijarPsikologi, Bystander Effect disinyalir menjadi situasi di mana seorang individu hanya bertindak sebagai pengamat saja, namun tidak ada andil apapun baik untuk membantu atau sekedar menghentikan kejadian tersebut. 

Padahal di satu sisi, ada korban yang sedang membutuhkan pertolongan. Mereka ingin ditolong tapi kenyataannya digubris dan acuh tak acuh. 

Kata kunci utama dari adanya Bystander effect ini adalah "difusi tanggung jawab" dan "efek pengamat" semata. 

Orang-orang merasa "kenapa harus aku, kan siapa tahu ada orang lain yang bantuin", jadinya mereka beranggapan bahwa dia memilih untuk tidak membantu karena mereka berharap ada yang membantu korban.

Penyebab Terjadinya Bystander Effect

Ilustrasi belajar pertolongan pertama | Photo by Very Well Mind
Ilustrasi belajar pertolongan pertama | Photo by Very Well Mind

Setidaknya ada tiga alasan utama mengapa terjadi adanya Bystander Effect ketika orang-orang memutuskan untuk memilih tidak membantu si korban.

1. Ketika ada banyak orang, maka semakin kecil untuk melakukan sebuah tindakan

Ketika kalian memutuskan untuk memilih alasan yang nomor satu maka kamu merasa ketika ada sebuah insiden kecelakaan memilih untuk tidak bertindak apapun. Hal ini juga disebut dengan difusi tanggung jawab. 

Difusi tanggung jawab merepresentasikan keadaan ketika orang tidak ada kewajiban dan merasa tidak perlu untuk ditolong karena ada banyak orang di sekelilingnya. 

Mereka berharap setidaknya ada yang memulai duluan untuk melakukan hal tersebut agar korban dapat segera ditangani.

Alasan pertama mengasumsikan ketika ada banyak orang di sebuah ruang publik, maka keinginan mereka untuk menolong semakin kecil. 

Mereka merasa tidak ada niat untuk bertanggungjawab menolong individu tersebut. 

Mereka berharap semoga ada orang yang bersedia tulus untuk membantu si korban, sehingga mengabaikannya dengan alasan mending nonton aja dari kejauhan

2. Disangka pelaku penabrakan

Tetapi ada alasan yang sangat unik dan seringkali terjadi. Ketika kita ingin melakukan pertolongan, kita disangka sebagai pelaku penabrakan. 

Kita sebagai orang yang menolong pasti akan takut ditanya macam-macam oleh polisi. Contohnya seperti ini:

"Lho, kok bisa tabrakan gimana mas?"
"Sembrono kamu, ayo ikut saya ke kantor polisi! Kita selesaikan masalah ini"

Ketika kita niatnya ingin menolong malah disangkanya sebagai orang yang menabrak si korban. 

Takutnya mereka harus ganti rugi mulai dari biaya pengobatan, belum lagi kalo kendaraannya bagian depan lampunya pecah dan ringsek, negosiasi ketika kendaraannya perlu dibawa ke bengkel untuk patungan biaya servis. 

Belum lagi adu bacotnya karena si korban tidak bersalah tapi ditabrak, belum lagi dicecar pertanyaannya oleh polisi soal kronologi kecelakaan, panas dingin sebadan-badan.

Maka dari itulah, orang-orang merasa tidak perlu untuk melakukan pertolongan kepada si korban. Lagian mereka merasa takut menanggung akibatnya jika terlalu berurusan lebih dalam. 

Seperti misalnya ketika tetangga sedang dirampok oleh maling. Karena mereka tidak memiliki kekuatan untuk menghalau si perampok, membuat orang merasa enggan untuk menolong tetangga yang kerampokan ini. 

Lagian juga sudah ada banyak orang yang menonton kejadiannya, ya lebih baik mereka saja yang menolong. 

Lagi-lagi mereka menggantungkan orang lain untuk menolong tetangganya agar segera diringkus dan dikembalikan barang-barang hasil rampokannya.

3. Kecenderungan untuk menolong

Sudut pandang alasan ketiga murni berasal dari si korban. Di sini ada dua kemungkinan yang muncul. 

Pertama, kebanyakan orang menolong karena ada hubungan kedekatan misalnya teman, saudara, kerabat dekat, petugas parkir, maupun pengguna jalan lainnya yang langsung sigap menangani si korban. Kalau seandainya terjadi pada orang asing mungkin bisa jadi dianggap ikut campur urusan orang lain. 

Mereka bersedia untuk menolong siapapun korbannya karena mereka memiliki bekal pertolongan pertama pada korban kecelakaan. 

Orang yang menolong juga berasal dari seseorang yang memang dulu adalah sesama korban tabrakan juga. Sehingga ketika seorang eks korban tabrakan mencurigai adanya tabrakan maka pelakunya berhasil untuk langsung segera ditangkap. Mereka juga merasa si korban layak untuk mendapatkan pertolongan.

Kemungkinan kedua, secara sosial kita menganggap kalau seandainya kita menolong orang di saat keramaian jadinya dianggap sebagai pelaku penabrakan. Tetapi, mereka sudah siap dengan segala situasinya. 

Bedanya adalah kalau ini dia melakukan pertolongan saat mereka membawanya ke tempat yang jauh akan keramaian. 

Biasanya kalau kita ingin menawarkan bantuan, kita lihat dulu bagaimana reaksi dari orang lain terlebih dahulu. 

Jika memang si korban ini merasa shock atau sedang tremor, kita tenangkan dulu. Kadang juga melakukan pertolongan dengan memperhatikan lingkungan sekitar. Jika tidak ada yang membantu, segera kita tolong. Jangan ditunda-tunda.

Dari ketiga alasan terjadinya Bystander Effect ini bisa dikatakan jika setidaknya ada tahapan-tahapan seseorang memutuskan untuk melakukan pertolongan oleh korban kecelakaan atau peristiwa berbahaya ini. 

Seseorang perlu diarahkan dulu kesadarannya, apakah dia menyadari kalau peristiwa ataupun kejadian yang sedang terjadi ini sedang darurat atau tidak. 

Jika memang dirasa darurat maka individu tersebut berhasil menafsirkan kalau memang harus ditangani. 

Maka dari itu, segera ambil langkah untuk dilakukan pertolongan (untuk korban kecelakaan) dan penangkapan (jika terjadi perampokan). Jika orang tersebut gagal menganggap situasinya darurat maka ia tidak ada keharusan untuk menolong.

Setelah tahu kejadiannya darurat, individu tersebut juga harus menentukan keputusan apakah berani mengambil keputusan untuk bertanggung jawab menolong si korban atau memilih untuk menepi. Karena Bystander Effect ini membuat seseorang berpikiran kalau sudah ada orang lain yang membantu atau bertanggung jawab atas kejadian tersebut maka ia tidak perlu membantu lagi. 

Tetapi, jika orang tersebut sudah memutuskan untuk mengambil tanggung jawab, terkadang belum tentu seseorang memahami cara yang baik untuk menolong si korban ini. 

Ada sejumlah hal yang membuat orang merasa memiliki keraguan untuk menolong misalnya takut dinyinyirin orang, takut dikomentari orang lain, sok penolong dan lain-lain. Lalu, bagaimana cara menurunkan Bystander Effect ini?

Cara Meminimalisir Terjadinya Bystander Effect

Sebenarnya kalau kita memiliki niat yang tulus dan tekad yang kuat untuk membantu, fenomena Bystander Effect ini dapat dengan mudah untuk diatasi. 

Berikut adalah cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi fenomena Bystander Effect ini:

1.Jika Anda menjadi seorang pengamat, mengokohkan rasa empati dan simpati kepada orang lain merupakan hal yang paling penting dan bijaksana

Apalagi si korban layak mendapatkan pertolongan apabila sedang mengalami peristiwa berbahaya atau kecelakaan, rasa empati sangat dibutuhkan untuk menolong si korban. 

Meskipun demikian, kita setidaknya memiliki rasa tulus daripada memperkeruh keadaan sebagai seorang pengamat yang hanya dengan menonton kejadian dan diam saja tanpa adanya aksi yang justru membuat jalanan menjadi macet.

Rasa empati ini membuat si korban merasa aman dan tenang sehingga segera mendapatkan penanganan medis untuk meredam luka yang dirasakan korban.

2. Memiliki daftar kontak-kontak penting yang terdekat dari lokasi kejadian

Bisa melakukan observasi dengan menanyakan kepada warga sekitar untuk mengumpulkan kontak-kontak penting kemudian menelepon daftar kontak penting mulai dari rumah sakit terdekat, puskesmas terdekat, kontak PLN, ambulans maupun lembaga-lembaga seperti petugas kepolisian, pemadam kebakaran, hansip, nomor petugas keamanan, satpam komplek perumahan. 

Hal ini berguna jika terjadi peristiwa berbahaya. Bystander tidak hanya terjadi pada kecelakaan di jalan saja, bisa juga karena terjadinya kebakaran, perampokan, pencurian dan lain-lain.

3. Berinisiatif menolong orang jika tidak ada yang membantu

Bystander Effect menimbulkan adanya efek domino. Jika ada satu orang yang melakukan pertolongan maka pastinya orang lain akan bahu-membahu untuk membantu si korban juga. 

Jangan khawatir, karena keselamatan korban adalah hal utama yang tidak bisa tergantikan oleh apapun. Sikap inisiatif inilah yang setidaknya bisa menurunkan efek Bystander ini.

4. Melawan rasa apatis dengan melakukan edukasi terkait pentingnya P3K atau pertolongan pertama pada kecelakaan dan share bahaya dari Bystander Effect ini

Karena orang lain yang sedang dalam bahaya, butuh uluran tangan dan pertolongan dari kita maka segera untuk kita tolong. Jauhkan dari rasa ego dan sikap ketidakpedulian kepada sesama manusia. 

Kalian juga bisa meminta bantuan kepada tokoh masyarakat misalnya ketua RT/RW atau tetangga jika ada hal-hal yang mencurigakan maupun orang yang kapabel untuk mengatasi persoalan ini (jika kalian kasusnya yang berniat ingin menolong tidak memiliki kekuasaan atau kemampuan untuk menghalau pelaku seperti kemalingan, pencurian dsb). 

Bystander yang dibiarkan justru akan menjadi budaya yang makin diikuti sehingga menimbulkan efek domino

Jadilah orang yang pertama untuk membantu orang lain dalam situasi yang genting. 

Ibaratkan dan posisikan Anda memiliki saudara atau keluarga yang sedang membutuhkan pertolongan dalam situasi yang berbahaya tapi tidak ada yang mau menolong. Sungguh sangat menyesakkan dan miris bukan.

Menolong orang lain tidak perlu memandang situasinya sedang ramai atau sepi, segeralah tolong mereka. Mereka butuh uluran tangan kita. Semakin besar jumlah pengamat terhadap kejadian atau perisitwa berbahaya maka semakin kecil kemungkinan salah satu mereka untuk membantu - Aronson, Wilson, dan Akert

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun