Mohon tunggu...
Reyvan Maulid
Reyvan Maulid Mohon Tunggu... Freelancer - Writing is my passion
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penyuka Seblak dan Baso Aci. Catch me on insta @reyvanmaulid

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Fragile Masculinity, Rapuhnya Maskulinitas Seorang Lelaki

12 Oktober 2021   18:03 Diperbarui: 13 Oktober 2021   22:00 2622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pria. Photos via Pride

Punya otot gede, badan atletis dan kekar tentunya menjadi dambaan semua lelaki. Tetapi mohon maaf, seringkali asosiasi seperti ini terkadang ditempatkan di tempat yang salah. Seringkali laki-laki berpikir bahwa untuk menunjukkan maskulinitasnya didepan wanita, ia harus mengadu ototnya dengan main tangan segala macam tipu daya termasuk kekerasan. 

Tidak hanya sebuah hubungan pernikahan, kalian pasti sering kan waktu sekolah dulu bertengkar sama teman laki-laki lainnya. Bahwa mereka saling adu kekuatan untuk menunjukkan bahwa "oh, aku kuat nih. Ayo lawan aku gih. Kita buktikan siapa yang menang!"

Tetapi, ketika seorang laki-laki mengomentari laki-laki lainnya karena tidak mau menyelesaikan masalah dengan kekerasan, seringkali dianggap lembek. Ah, cemen kamu, dasar laki-laki macam apa kamu, lembek banget jadi laki. Gak pantes hey jadi laki-laki!. Sedih membaca ucapan tersebut, kayak yang bilang gitu merasa gentle apa. Hal ini juga bisa diibaratkan sebagai bentuk maskulinitas yang rapuh. 

Zaman sekarang menyelesaikan masalah bisa loh tidak harus dengan kekerasan. Ada baiknya permasalahannya diselesaikan dengan kepala dingin dan tidak perlu lah menunjukkan kekuatan di hadapan umum. 

Jelaskan duduk perkaranya seperti apa, selesaikan permasalahannya dengan berpikir jernih. Jangan mengedepankan emosi terus dan main tangan. Menjadi laki-laki tidak harus kuat dengan menunjukkan kekuatannya. Mengambil keputusan pun juga tidak harus didasarkan pada perasaan tapi please logikanya dipakai.

3. Menuntut Perempuan Untuk Bergantung Pada Laki-laki

"Kamu ga usah kerja, biar aku aja yang cari duit"

Kedengarannya kalimat seperti ini sepele ya. Tapi coba perhatikan lagi. Disini laki-laki menyuruh istrinya untuk berhenti bekerja. Biasanya konsep maskulinitas rapuh menganggap bahwa laki-laki sejatinya sebagai pencari nafkah harus memiliki pendapatan yang lebih besar daripada istrinya. 

Biasanya tipikal suami yang seperti ini menghentikan langkah istrinya untuk tidak usah bekerja dan lebih fokus untuk mengurus rumah tangga. Karena menurut dia, istri yang mandiri dapat melukai egonya. Bisa dibilang kondisi ini disebut juga dengan kesenjangan upah berdasarkan gender.

Kesenjangan upah atau yang biasa disebut diskriminasi upah ini terjadi ketika individu dengan tingkat pendidikan yang sama melakukan pekerjaan yang sama tetapi dibayar berbeda. Nampaknya perempuan terkadang dipersulit dengan mendapatkan upah yang lebih banyak. 

Padahal secara normatif pekerjaan perempuan bisa dibilang dobel, ya pekerjaan kantor plus pekerjaan rumah tangga. Baik laki-laki maupun perempuan dengan menganggap perbedaan pilihan karir ini adalah hal yang lumrah. Namun terkadang konsekuensinya pendapatan perempuan selalu dibawah laki-laki.

Apalagi uang merupakan sesuatu yang selalu diperdebatkan karena sejatinya kebutuhan perempuan, anak dan keluarga juga banyak kan. Ya wajar kalau cewek meminta teruspun juga suaminya minta dia berhenti bekerja. Kucuran dana mau dari mana kalau ga dari pintu suami. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun