Sebenarnya keduanya ini menonjolkan sifat maskulinitas karena takut dipandang feminim gerak-geriknya. Namun, nyatanya masih ada perbedaan antara keduanya. Â
Toxic Masculinity berkaitan dengan bagaimana pria memandang gender mereka sendiri dan juga gender lainnya. Kondisi ini adalah sistem penindasan di mana laki-laki memiliki kekuasaan atas perempuan dengan menggunakan kekerasan dan agresi untuk mempertahankan maskulinitas mereka.Â
Di sisi lain, fragile masculinity lebih berkaitan dengan bagaimana pria memandang diri mereka sendiri dan bagaimana mereka memenuhi apa yang mereka anggap sebagai peran mereka sebagai anggota masyarakat yang maskulin. Ini dapat membuat mereka meremehkan sifat-sifat yang mungkin dianggap feminin atau melebih-lebihkan sifat-sifat yang dianggap maskulin untuk dikompensasikan secara berlebihan.
Fenomena Fragile Masculinity dalam Kehidupan Bermasyarakat
Dalam kehidupan sosial bermasyarakat, fenomena ini kerap disimbolkan dengan sebuah karakter. Kita mengenal ada sifat feminin dan sifat maskulin. Karakter feminin kerap dinilai pembawaannya sebagai karakter yang lemah lembut. Sementara itu karakter maskulin dinilai sebagai karakter yang manly dan cenderung kuat.Â
Aktivitas kehidupan sehari-hari pun tidak heran terkadang juga sering dikotak-kotakkan. Misalnya pekerjaan memasak identik dengan pekerjaan seorang perempuan. Sedangkan memasang elpiji, membetulkan asbes rumah yang bocor, mengangkat perabotan rumah tangga yang beratnya sudah kayak beban hidup diserahkan khusus kepada seorang laki-laki.
Anehnya, pemilihan warna pun juga diasosiasikan sebagai simbolisasi antara feminim dan maskulin. Kalau warnanya agak ngejreng seperti pink, lilac, salem, dan warna yang girly sudah pasti warna dambaan perempuan. Kalau hitam, biru terus warna gelap lebih cenderung ke laki-laki.Â
Untungnya kita sudah mulai tergugah sedikit demi sedikit kesadarannya dalam pola pikir masyarakatnya akan kesetaraan gender. Dimana fenomena seperti ini sudah tidak dianggap tabu oleh masyarakatnya. Kita temui dalam berbagai bidang pekerjaan misalnya memasak juga bisa dikerjakan oleh laki-laki.Â
Pekerjaan laki-laki juga bisa dikerjakan oleh perempuan. Porsi perempuan dalam berbagai aspek kehidupan pun sudah disetarakan sama dengan laki-laki.Â
Psikiater Dr. Bradley Staats mengatakan, "Jika seorang pria merasa rapuh akan jiwa maskulinitasnya dan mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi emosinya, mkaka dapat menyebabkan stress dan lebih rentan untuk menimbulkan kecemasan pada pria"Â
Lantas apa sebenarnya fenomena Fragile Masculinity yang kerapkali disebut-sebut sebagai rapuhnya jati diri karakter maskulin seorang pria?
Sekilas Tentang Fragile Masculinity dan Fenomena di Beberapa Negara
Dilansir dari UrbanDictionary, fragile masculinity adalah fenomena dimana seorang laki-laki terlalu memaksakan diri untuk memenuhi pandangan atau anggapan bahwa laki-laki ingin terlihat maskulin dan tidak mau dianggap feminin di mata publik. Fenomena seperti ini membuat laki-laki setidaknya harus menyesuaikan dengan aturan-aturan yang sedang berlaku.Â