Mohon tunggu...
Reyvan Maulid
Reyvan Maulid Mohon Tunggu... Freelancer - Writing is my passion
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penyuka Seblak dan Baso Aci. Catch me on insta @reyvanmaulid

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Motif di Balik Kisah Kelam Pertumpahan Darah G30S PKI 1965

30 September 2021   12:04 Diperbarui: 30 September 2021   12:10 3742
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Yan Budi via Twitter

Perisitiwa G30S PKI atau yang lebih kita kenal dengan Gerakan 30 September adalah sebuah insiden pemberontakan yang terjadi pada malam hari di tanggal 30 September hingga berakhir di 1 Oktober 1965 pada pagi harinya. 

Insiden pemberontakan yang fenomenal kala itu menelan korban jiwa yaitu tujuh perwira tinggi militer Indonesia yang ditumpas habis nyawanya oleh sekomplotan yang bertugas dalam penculikan ketujuh perwira tersebut. 

Hanya dalam kurun waktu yang sangat singkat, tujuh nyawa perwira tinggi yang tidak berdosa ditumpaskan demi kepentingan politik yang tidak kenal welas asih ini. 

Selain ketujuh perwira yang tewas, ada juga beberapa orang yang berusaha menyelamatkan diri dan saudaranya akibat usaha kudeta yang dilancarkan saat pemerintahan Presiden Soekarno menjabat. 

Namun sayangnya, beberapa orang tersebut juga kehilangan nyawanya akibat insiden pemberontakan ini melalui tembakan yang dilancarkan bertubi-tubi dari sudut arah manapun sehingga naas di tempat. 

Sejatinya dalang dibalik dari peristiwa pertumpahan darah ini adalah Partai Komunis Indonesia yang sudah menjadi bagian dari sejarah perpolitikan Indonesia sejak tahun 1914. tapi apakah memang benar PKI adalah biang keladinya?

Lima Tafsiran Mengenai "Siapa Dibalik Biang Keladi Pertumpahan Darah G30S PKI?"

Fakta sejarah terkait siapa sebenarnya dalang dibalik pertumpahan darah dan penumpasan nyawa tujuh perwira tinggi militer Indonesia ini ternyata justru memunculkan berbagai tafsir. 

Memang sejarah hanya terjadi dalam kurun satu waktu saja. Tetapi penafsiran dan interpretasi pendalaman sejarah G30S PKI ini bisa jadi berbeda setiap orang. 

Analis Politik dan Ekonomi, Rustam Ibrahim dalam Suara.com memaparkan setidaknya ada lima interpretasi mengenai siapa dalang dari kejadian pemberontakan G 30 S PKI. Berikut adalah beberapa versinya

Versi pertama adalah kejadian pemberontakan G30S PKI ini berasal dari rezim orde baru. Literatur versi pertama ini merupakan versi dari sejarawan Nugroho Notosutanto dan ahli hukum Ismail Saleh dengan tajuk Tragedi Nasional Percobaan Kup G30S/PKI. Versi ini menyebutkan jika skenario yang disusun oleh PKI sudah lama ingin komuniskan Indonesia

Kemudian, masuk dalam versi kedua yang ditulis oleh Ilmuwan dari Cornell University, Benedict ROG Anderson dan Ruth McVey dalam tajuk Cornell Paper. Versi ini menyebutkan jika peristiwa G30S PKI ini didasari atas puncak konflik internal TNI Angkatan Darat.

Lanjut, kita menelusuri versi ketiga. Versi ketiga ini ditulis oleh Antonie Dake. Dalam Sukarno File Dake (2005) menyebutkan bahwa Soekarno adalah orang dibalik dari perancangan G30SPKI ini. Seakan Soekarno memberikan sebuah sinyal dan isyarat sejumlah perwira di lingkungannya untuk menyelesaikan masalah tersebut. 

Soekarno dalam versinya Antonie Dake ini menyusun perkomplotan untuk menyelesaikan beberapa perwira tinggi Angkatan Darat yang dinilai terlalu anti komunis. 

Kalau dipikir-pikir ini sama dengan wording yang diucapkan oleh komandan saat penculikan tujuh perwira yang mengatakan kalau mereka ini disuruh untuk menghadap kepada Presiden Soekarno di pagi hari itu juga.

Masuk ke versi keempat datang dari Asvi Warman Adam dengan istilah "kudeta merangkak". versi ini menyebutkan kalau kejadian G 30 S PKI ini merupakan bagian dari tahapan-tahapan yang dilakukan oleh Presiden kedua Soeharto untuk mengambil alih kekuasaan dan pemerintahan Presiden Soekarno agar segera mengakhiri masa jabatannya.

Terakhir versi kelima dikemukakan oleh Rustam Ibrahim. Bersumber dari tulisan David T. Johnson: "Indonesia 1965: The Role of the US Embassy. Dalam tulisan ini dipaparkan beragam opsi terkait duduk perkara terjadinya peristiwa G30S PKI ini. 

Opsi tersebut antara lain membiarkan saja, membujuk Soekarno untuk beralih kebijakan, menyingkirkan Soekarno, mendorong TNI Angkatan Darat untuk merebut pemerintahan, merusak kekuatan PKI dan merekayasa kehancuran PKI dan menjatuhkan kekuasaan Soekarno.

Sebenarnya insiden pemberontakan sejenis G30SPKI ini sudah dimulai jauh sebelum ini yakni pada insiden pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948. 

Selain itu, terjadi berbagai kekacauan-kekacauan yang disinyalir akibat pemogokan organisasi-organisasi yang berada di naungan PKI, aksi kekerasan yang dilakukan PKI tersebar di berbagai jargon politik alih berlabel kekerasan mulai dari Ganyang Nekolim, Ganyang Kabir, Ganyang Tujuh Setan Kota. 

Dari pemberontakan kecil di beberapa daerah, puncaknya ada pada peristiwa G30SPKI ini yang terjadi pada 30 September 1965. Lalu kira-kira apa saja motif yang terjadi dari adanya percikan insiden pemberontakan G 30 S PKI ini

1.Munculnya Gaung Pembentukan Angkatan Kelima

Seperti yang kita ketahui, bahwa ada empat angkatan yang ada di Indonesia yaitu TNI Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara dan Polri. Tetapi, motif dari adanya insiden pemberontakan G 30 S PKI ini adalah pembentukan angkatan kelima. Siapa angkatan kelima yang dimaksud? Angkatan kelima ini terdiri dari petani dan kaum buruh yang dipersenjatai. 

Gagasan pembentukan angkatan kelima ini muncul dari Menlu China Chou En-Lai ketika mengunjungi Jakarta pada tahun 1965. Beliau menjanjikan untuk memasok 100 ribu pucuk senjata untuk Angkatan Kelima. Nah, dari gagasan inilah yang membuat pemimpin PKI menjadikan alasan untuk memperkuat pertahanan dan merasa PKI butuh "backingan" melalui angkatan kelima ini.

Alasan lainnya dari adanya gaung pembentukan angkatan kelima oleh PKI adalah muncul dari situasi politik yang saat itu sedang ruwet dan runyam, adanya seruan revolusi dari Presiden Soekarno, konfrontasi Indonesia dengan Malaysia atau yang lebih kita kenal dengan sebutan Ganyang Malaysia, perjuangan pembebasan Irian Barat. 

Dari serangkaian insiden berikut membuat PKI sepertinya berpikir untuk butuh banyak bantuan bala tentara dan sukarelawan demi mengisi pertahanan dan kekuatan dari PKI sendiri dengan dilengkapi persenjataan yang lengkap tentunya. Melihat gagasan ini membuat Angkatan Darat merasakan hal yang tidak beres dan menjadi gusar. 

Angkatan Darat menolak adanya pembentukan angkatan kelima. Melalui kejadian ini justru membuat hubungan antara Angkatan Darat dan PKI menjadi renggang. 

Dari sisi Angkatan Laut yang diwakili Laksamana Muda Martadinata pun juga menolak adanya tambahan pertahanan yang datang dari angkatan kelima. Angkatan kelima akan bisa diterima apabila berada dibawah komando ABRI saja.

2.Ideologi Nasakom
Nasakom atau Nasionalis, Agama dan Komunis merupakan motif kedua dari adanya insiden pemberontakan G 30 S PKI ini. Ideologi Nasakom mencuat kala parlemen dibubarkan pada tahun 1959 dan Soekarno mengeluarkan ketetapan konstitusi berupa Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Ia mendapatkan dukungan penuh dari PKI.

Angkatan bersenjata diperkuat dengan mengangkat para jenderal militer untuk menduduki posisi-posisi penting yang dikenal dengan sebutan Demokrasi Terpimpin. 

Ideologi NASAKOM pada masa demokrasi terpimpin diberlakukan seimbang oleh Presiden Soekarno. Pemberlakuan ideologi ini justru menjadi jembatan dan jalan pintas PKI dalam upayanya untuk mengganti ideologi Pancasila menjadi ideologi Komunis. 

Disinilah saat adanya masa Demokrasi Terpimpin ini mendapatkan sambutan baik dari PKI. PKI menganggap bahwa Soekarno memiliki mandat untuk melakukan persekutuan konsepsi antara pendukung NASAKOM. Angkatan Darat ini menolak adanya ideologi NASAKOM sebagaimana yang dilontarkan oleh Jenderal Ahmad Yani.

3.Soekarno Sakit

Tahun 1964 tersiar kabar kalau Presiden Soekarno sedang sakit parah. Namun, berdasarkan pengakuan dari Dipa Nusantara Aidit atau DN Aidit mengaku kalau sebenarnya Presiden Soekarno sedang tidak sakit parah atau sakitnya ringan. 

Tersiarnya kabar Soekarno sedang sakit ini tentunya menimbulkan kecemasan yang datang dari berbagai pihak terkait upayanya untuk melakukan perebutan kekuasaan yang akan ditinggalkan oleh Soekarno. 

Kala itu, pastinya rakyat sedang bertanya-tanya kira-kira siapa yang sedianya berhak memegang kekuasaan kalau Bung Karno meninggal. Hal inilah yang menjadikan motif dibalik insiden peristiwa G 30 S PKI ini.

4.Merosotnya Kondisi Ekonomi Indonesia

Kondisi ekonomi Indonesia yang sedang merosot kala era Demokrasi terpimpin telah menjadi lahan subur bagi PKI untuk menargetkan rakyat miskin sebagai target propaganda politik mereka. Tahun 1965, keadaan ekonomi Indonesia sedang terpuruk yang digambarkan dengan kenaikan inflasi sebesar 650% atau bisa dikatakan hiperinflasi. 

Sejak hiperinflasi ini terjadi maka pemerintah memutuskan untuk melaksanakan kebijakan Sanering atau Pemotongan nilai uang. Sanering pada tahun 1965 diberlakukan dengan memangkas uang nominal Rp 1.000 menjadi Rp 1. Dimana nilai uang tersebut dipotong agar tidak membebani rakyat kecil. 

Dari kejadian kemerosotan ekonomi inilah rakyat mulai ragu dan curiga dengan kepemimpinan Presiden Soekarno. Ekonomi negara yang sedang lemah disinyalir karena keputusan yang saat itu diambil oleh Jenderal Soeharto dan Jenderal Nasution membantai pedagang dari Republik Rakyat China menjadi sebab musabab jatuhnya perekonomian Indonesia di masa itu. 

Dampaknya terhadap rakyat saat itu adalah terjadinya kelaparan, banyaknya rakyat hidup dalam lingkaran kemiskinan sampai berujung pada menyalahkan kepemimpinan Presiden Soekarno. 

Akibatnya, dari setelah insiden G30S PKI ini terjadi demonstrasi besar-besaran pada 10 Januari 1966. Para demonstran mengajukan tiga tuntutan yang lebih akrab kita sebut dengan TRITURA atau Tiga Tuntutan Rakyat yakni Pembersihan PKI, pembersihan kabinet Dwikora dan Unsur-unsur OKI dan penurunan harga-harga (dalam artian perbaikan ekonomi)

5.Konfrontasi Indonesia-Malaysia dengan Sebutan Ganyang Malaysia

Konfrontasi Indonesia-Malaysia terjadi karena Perdana Menteri Malaysia yang saat itu dijabat oleh Tunku Abdul Rahman menginjak lambang negara Indonesia. 

Melihat perlakuan Tunku Abdul Rahman ini sontak membuat Bung Karno murka dan meneriakkan jargon Ganyang Malaysia. Tetapi sayangnya perintah Bung Karno ini tidak sepenuhnya digubris oleh petinggi militer. Jenderal Ahmad Yani saat itu menyatakan pendapatnya kalau negara kita nampaknya sulit untuk melawan Malaysia. 

Karena kita tahu sendiri bahwa Malaysia kan dijajah oleh Inggris saat itu. Tapi di satu sisi, A.H. Nasution mengutarakan sebaliknya malah memilih untuk setuju karena dirasa tidak mau PKI menunggangi momentum ini. Selain itu A.H. Nasution merasa Malaysia nantinya malah dimanfaatkan oleh PKI untuk memperkuat posisinya di bidang politik Indonesia. 

Seruan Ganyang Malaysia ini menjadikan Angkatan Darat dilema dan setengah hati. Satu sisi mengatakan tidak yakin jika Indonesia melawan Malaysia karena masih ada dukungan dari Inggris. Sisi lainnya mereka menghadapi kemurkaan Soekarno jika tidak berperang.

Melihat dilemanya Angkatan Darat akhirnya Bung Karno mendekati PKI. Jelas PKI merasa diuntungkan dan senang karena Angkatan Darat dinilai tidak terlalu niat untuk berperang. Kesempatan inilah  yang digunakan oleh PKI untuk bisa menunggangi Bung Karno dan ikut seruan Ganyang Malaysia. Mereka menilai sebagai pengikut Nekolim. 

Pada hakikatnya untuk membangun dominasi sistem politik suatu negara atas negara lain (Imperialisme), maka dua kata itu dirangkai menjadi Neokolonialisme-Imperialisme (Nekolim) yang bersamaan dengan subversif asing ditunjuk oleh Ir. Soekarno sebagai musuh utama Revolusi Indonesia.  

Pada masa inilah PKI semakin kuat baik secara internal maupun eksternal. Bung Karno yang saat itu mengetahui kekuatan PKI memilih untuk tidak melakukan apapun.

6.Pembantaian Para Jenderal Sebagai Titik Kulminasi Insiden Pemberontakan G 30 S PKI

Pembantaian para jenderal merupakan titik kulminasi dari insiden pemberontakan G30S PKI ini. Situasi politik yang genting dan memanas pada bulan September  1965 ini diisukan mencuat adanya Dewan Jenderal yang disinyalir ada beberapa petinggi yang tidak puas terkait sikap Soekarno dan berencana untuk menggulingkan kekuasaannya. 

Entah darimana pula datangnya isu ini berhembus namun rakyat sepertinya panik melihat kegeraman yang terjadi karena upaya yang dilakukan oleh petinggi militer. Inilah kemelut yang dirasakan dari tragisnya peristiwa ini. 

Soekarno disebut-sebut menanggapi hal ini dengan memerintahkan pasukan Cakrabirawa untuk menyelesaikan masalah ini dengan cara menangkap dan membawa petinggi jenderal ini untuk diadili.

Di pagi hari buta tanggal 1 Oktober pukul tiga lebih lima belas menit, tujuh detasemen diberangkatkan oleh Letkol Untung Syamsuri. Letkol Untung merupakan komandan Cakrabirawa pengawal presiden. 

Ketujuh detasemen ini adalah gabungan dari resimen Cakrabirawa, Divisi Diponegoro dan Divisi Brawijaya. Mereka berangkat dari Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma untuk menculik tujuh jenderal. 

Tetapi atas dasar ego dan emosi yang berkecamuk bukannya diculik malah justru melancarkan tembakan yang bertubi-tubi tanpa henti dari sudut dan arah manapun. 

Tiga dari tujuh perwira tinggi yang menjadi target penculikan langsung tewas di tempat yaitu Letnan Jenderal Ahmad Yani, Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono dan Brigadir Jenderal Donald Isaac Panjaitan.

Sedangkan tiga perwira tinggi yang lain yaitu Mayor Jenderal Soeprapto, Mayor Jenderal Siswondo Parman dan Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo ditangkap hidup-hidup. Untungnya, target utama yaitu Jenderal Abdul Harris Nasution, berhasil kabur dengan cara melompat pagar ke kebun kedutaan besar Irak. 

Sayangnya, ajudan Nasution, Letnan Satu Pierre Andreas Tendean ditangkap karena dikira Nasution dan putri Nasution yang bernama Ade Irma Suryani tertembak dan meninggal. Seorang brigadir polisi yang bernama Karel Sadsuitubun juga gugur. 

Korban terakhir yaitu Albert Naiborhu, keponakan Jenderal Panjaitan, yang terbunuh ketika rumah sang jenderal sedang diserbu. Jasad para jenderal dibawa ke daerah bernama Lubang Buaya di dekat Halim lalu dibuang ke sumur. Para korban yang gugur akhirnya berhasil ditemukan pada tanggal 3 Oktober.

Pasca G30S PKI

Soeharto beserta teman-temannya langsung menuding kalau ternyata PKI yang menjadi biang keladi dari peristiwa G30S PKI ini. Kabar tentang mutilasi dan disiksanya para jenderal di Lubang Buaya telah berhasil disebarkan. 

Demonstrasi anti-PKI dan kekerasan mulai terjadi di beberapa daerah. Kekacauan pun terjadi dan kecurigaan mulai tampak saat tentara melakukan sweeping untuk membunuh terduga komunis dan akhirnya DN Aidit pun berhasil ditangkap pada 25 November 1965 dan dieksekusi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun