K-Reward 2021 (Sumber: kompasiana.com)
Seperti yang kita tahu dalam perjalanannya sebagai platform blog terbesar di Asia Tenggara, Kompasiana sudah banyak meluncurkan inovasi-inovasi bagi para usernya dalam hal ini Kompasianer yang juga sebagai kontributor artikel dan ratusan informasi setiap harinya.
Salahsatu inovasi yang terus dikembangkan oleh Kompasiana hingga 2021 ini salahsatunya mengenai sistem reward bagi para Kompasianer dimana dengan sistem ini para Kompasianer akan mendapat honor tiap bulannya dengan catatan sudah memenuhi syarat.
Berikut lebih detailnya mengenai sistem K-Reward terbaru seperti yang tercantum di laman Kompasiana per 6 Januari 2021 :
Ada dua mekanisme baru yang menjadi syarat untuk mendapatkan insentif atau honor dari program K-Reward, yaitu batas minimum kuantitas konten dan keterbacaan halaman digital atau pageviews konten.
Seluruh total views (keterbacaan) dihitung berdasarkan sistem validasi Google Analytics (unique pageviews), bukan jumlah views yang ada di tiap konten, dimana batas minimum total unique pageviewsnya sebesar 2.000 dari seluruh konten yang ditayangkan tiap bulannya.
Itu pun dengan catatan konten tersebut terpilih atau masuk kriteria konten pilihan artinya secara struktur, isi dan komposisi tulisan sudah lolos kurasi admin. Info lebih detailnya bisa anda lihat disini.
Namun ternyata meski Kompasiana sendiri sekarang sudah mengurangi syarat batas minimum dari yang semula 3.000 menjadi 2.000 unique pageviews, ternyata masih banyak Kompasianer yang kesulitan mendapat reward atau honor dari tulisannya.
Beberapa Kompasianer ada yang merasa tidak puas, karena ada yang merasa bahwa konten yang dibuat sudah mencapai syarat minimum yakni 2.000 unique pageviews, tapi ternyata Kompasianer itu pada periode bulan tersebut tidak mendapatkan reward yang diharapkan.
Pada bulan ini Kompasiana mengumumkan keterlambatan pengumuman pemenang K-Reward periode september 2021, karena menurut pihak admin berdasarkan laporan dari sistem google analytics yang diterima admin, ada aktivitas yang tidak wajar dan kunjungan website berasal dari sumber yang tidak masuk akal ke beberapa artikel Kompasianer.
Sehingga Kompasianer harus mengambil tindakan dan kebijakan sebagai berikut :
"Agar laporan ini tidak berulang, kami berharap Kompasianer yang tidak melakukan aktivitas secara organik untuk menghentikan hal tersebut. Kami akan memberikan peringatan kepada Kompasianer yang bersangkutan melalui e-mail."
"Untuk penghitungan K-reward selanjutnya, presentase terbesar akan diarahkan ke Kompasianer yang menulis sesuai dengan topik pilihan yang dirilis oleh tim Kompasiana."
Berikut beberapa keluhan, pendapat dari para Kompasianer di kolom komentar pengumuman pemenang K-reward baru-baru ini :
"Apakah admin K salah menulis? view organik itu berasal dari mesin pencari (google, bing, yahoo dll). Sulit sekali mendapat view organik karena kita harus masuk halaman depan mesin pencari supaya langsung di klik orang kecuali kita menulis pakai gaya SEO." ujar Kompasianer Yana Haudy
"Iya Bu saya menjadi bagian dari Kompasianer yang terdampak. Senang karena salahsatu artikel bulan september tembus 25 ribu pembaca, eh akhirnya malah dapat nomor buncit, padahal saya sudah ngarep dapat hadiah nomplok dari K-reward." timpal Kompasianer Tito Adam menanggapi komentar Kompasianer Yana Haudy.
Tidak hanya itu Kompasianer Ozy V. Alandika juga ikut berkomentar mengenai permasalahan sistem K-reward ini.
"Permasalahan traffic organik semakin kesini memang semakin bikin resah, apalagi kalau disandingkan dengan kebijakan penghitungan reward K. Entah itu UV 2000/bulan atau UV 3000/bulan, sekarang udah banyak paid traffic dengan penargetan visitor/UV dengan biaya murah. Saya cek di salahsatu platformnya itu biayanya 30ribu/1K traffic dan tuntas dalam 24 jam. Apakah bisa balik modal bila nyari visitor untuk artikel di K? Bisa saja bahkan kemungkinannya besar." ungkapnya.
Dengan banyaknya tuntutan dan ketidakpuasan yang dialami oleh para Kompasianer akhirnya saya merasa ingin menyumbang suatu ide atau suatu sistem yang memungkinan bisa memuaskan para Kompasianer secara merata. Ya setidaknya menurut saya sihh...
Menurut hemat saya, mengapa Kompasiana tidak membuat sistem reward yang sederhana namun tepat sasaran? Daripada menggunakan sistem perhitungan Google Anylitics yang tentunya tidak semua orang paham dengan mekanisme perhitungan tersebut?.
Mengapa Kompasiana tidak membuat sistem yang lebih terukur dan transparan dan bisa memuaskan para Kompasianer?
Begini gambaran daripada sistem reward atau honor yang menurut saya cukup ideal dan bisa diterapkan oleh Kompasiana.
Daripada ribet-ribet menggunakan sistem perhitungan Google Analytics yang harus dihitung setiap bulannya, mengapa Kompasiana tidak langsung mengganjar atau memberikan reward bagi artikel yang lolos menjadi Headline atau Artikel Utama? Tentu dengan sistem yang sama, yakni honor dibagikan atau ditaransfer setiap periode bulannya.
Taruhlah satu artikel yang lolos menjadi Headline misalnya dihargai atau diberikan honor sebesar Rp. 200.000. Ini baru simulasi ya, bisa saja kan nominalnya lebih dari itu.
Kenapa harus Headline atau Artikel Utama yang diprioritaskan mendapat reward atau honor? Ya karena jelas artikel tersebut tentunya sudah lolos kurasi admin. Artinya secara struktur, isi, dan komposisi dari artikel tersebut memang berkualitas atau bernas.
Karena memang tidak semua artikel yang di Kompasiana itu layak untuk dijadikan Headline dan saya sendiri sebagai Kompasianer mengakui bahwa untuk menulis suatu artikel yang berkualitas hingga dijadikan Headline itu cukup sulit.
Semasa saya masih sangat aktif menulis pun dalam satu bulan paling hanya dua atau tiga artikel yang menjadi Headline.
Salahsatu Kompasianer yang menurut saya dari segi tulisan artikelnya bagus pun, David Abdullah mengatakan butuh waktu dua tiga hari bahkan hingga satu minggu hanya untuk menerbitkan satu artikel karena perlu riset, referensi dlsb.
Ini menunjukan bahwa untuk menulis artikel yang benar-benar berkualitas hingga dijadikan Headline itu memang perlu effort dan pengorbanan waktu yang sangat luarbiasa.
Jadi sangat disayangkan apabila Kompasiana tidak memberikan reward atau honor yang setimpal bagi mereka yang sudah meluangkan waktu dan segenap kemampuannya untuk berkarya di rumah besar ini. Kompasianer-kompasianer seperti inilah yang perlu dihargai.
Dengan begitu kalau pun ada satu Kompasianer yang dalam satu bulan hanya mampu menerbitkan satu artikel tapi karena artikelnya bagus atau berkualitas dan menjadi Headline, dia tetap akan merasa dihargai dan tidak akan merasa sia-sia menulis, toh dia tetap akan mendapat honor sebesar Rp. 200.000
Karena ada beberapa Kompasianer yang sebetulnya dari segi tulisan sangat bagus dan berkualitas, tapi karena mungkin ada kesibukan pekerjaan lain, jadi Kompasianer tersebut dalam satu bulan tidak bisa menerbitkan banyak artikel.
Dengan begitu sistem ini akan memukul rata dan adil bagi semua Kompasianer yang memang "serius" dalam hal menulis. Mereka yang artikelnya paling banyak masuk Headline lah yang berhak meraup honor atau reward paling banyak.
Dengan sistem ini saya yakin Kompasiana akan menjadi primadona diantara sekian banyaknya platform-platform menulis yang lain dan akan banyak diminati oleh para writer dan konten kreator yang memang mengandalkan keahlian menulis sebagai profesi utamanya.
Selain itu dari segi kepraktisan. Kompasiana juga akan lebih unggul dari platform lain. Memang di platform atau media lain ada yang sanggup memberi honor pada kontributornya untuk satu artikel dari mulai Rp. 500.000 - Rp. 700.000 bahkan lebih dari itu, tapi itupun si penulis harus mengirimkan tulisannya dalam bentuk email terlebih dahulu.
Lalu si penulis mulai berharap-harap cemas apakah tulisannya lolos kurasi atau tidak. Hingga menunggu sampai berminggu-minggu, setelah dinyatakan lolos barulah si penulis berhak mendapatkan honornya sesuai yang telah dijanjikan.
Bedanya di Kompasiana setiap penulis bisa langsung menerbitkan tulisannya tanpa perlu menunggu lama, kapan pun dan dimanapun dengan kualitas yang bagaimanapun selama tidak melanggar S&K dan tidak dihapus oleh si penulis tulisan tersebut akan terpampang abadi dan tak lekang oleh waktu.
Tapi tentunya saya menyadari tidak ada suatu sistem yang sempurna, disetiap sistem pasti terdapat celah dan kelemahan. Kita hanya membandingkan mana sistem yang paling unggul, efektif dan paling memungkinkan bisa mewadahi kebutuhan para penulis dan konten kreator saat ini.
Saya berasumsi, sistem K-reward perhitungan Google Analytics diciptakan mungkin sebagai trigger supaya para Kompasianer rajin menulis dan menerbitkan banyak artikel setiap bulannya.
Setiap Kompasianer dituntut menulis sebanyak-banyaknya agar bisa juga mendapat views banyak dari hasil tulisannya itu.
Namun sayangnya, kuantitas seringkali tidak mampu mewakili kualitas. Hanya segelintir orang atau penulis yang sudah ada di level tertentu yang bisa memenuhi keduanya.
Kalau kita ingin menciptakan iklim literasi yang baik, mengapa tidak berfokus pada kualitas ketimbang kuantitas?
Tak mengapa dalam satu bulan misalnya satu Kompasianer hanya bisa menerbitkan 5 artikel. Tapi artikel tersebut sangat berisi dan berkualitas. Menurut saya itu jauh lebih baik, daripada menghasilkan banyak tulisan namun tulisan tersebut kurang berkualitas.
Kembali lagi soal sistem yang saya ulas tadi. Kalau artikel yang masuk kategori Headline diberi honor sesuai yang telah ditetapkan, lalu bagaimana dengan artikel yang hanya masuk kategori pilihan? Ada juga artikel yang masuk populer atau trend minggu ini bagaimana perhitungannya?
Tentunya seperti yang berlaku dalam sistem transaksi dimana ada harga ada kualitas. Artikel yang masuk kategori pilihan, atau hingga menjadi trend minggu ini bisa dihargai secara variatif. Tergantung isi dan komposisi tulisan tersebut. Hanya admin K-lah yang lebih berpengalaman dalam menilai dan "menghargai" tulisan tersebut.
Misalnya untuk satu artikel dari satu sampai sepuluh diberi nilai berapa, untuk artikel yang nilainya sepuluh misalnya dihargai Rp. 100.000, ya ini contoh sih untuk honornya kan bisa diatur dan disesuaikan.
Dengan sistem seperti ini tiap Kompasianer bisa menghitung dan memperkirakan sendiri reward nya. Kalau misal dalam satu bulan ada Kompasianer yang mampu menerbitkan 5 tulisan dan jadi Headline, ya tinggal dikalikan sesuai dengan harga per 1 artikelnya. Maka langsung ketemu besaran reward atau honornya.Â
Tim Kompasiana setiap bulan hanya tinggal merekap saja siapa Kompasianer yang mendapat Headline sekaligus jumlah tulisan yang dia terbitkan tiap bulannya. Tentunya khusus Kompasianer yang akunnya sudah tervalidasi saja.
Dengan sistem ini semangat Kompasianer untuk membuat tulisan yang berkualitas pasti akan semakin meningkat dan tumbuh pesat. Karena Kompasianer mungkin akan lebih memilih tulisannya menjadi Headline daripada viewsnya banyak hehe.
Kelebihannya sistem ini lebih transparan dan terukur. Tapi tentunya semua kembali lagi kepada tim pengelola Kompasiana. Karena bagaimana pun tim Kompasiana lebih tahu semuanya. Dan Kompasiana pun tidak bisa disamakan dengan platfom lainnya.
Ini hanya sebatas simulasi saja, dan ide sederhana yang sayang kalau hanya mengendap dikepala. Ide ini pun bisa masuk akal bisa tidak. Pasti ada kelemahannya. Karena sejatinya tidak ada sistem yang sempurna.
Ini hanya uneg-uneg dari anak yang suka nongkrong di rumah Kompasiana. Ya, namanya juga anak-anak, kadang suka usil dan lancang. Semoga bisa dimaklumi.
Pertanyaanya hanya satu, Perlukah Kompasiana Mengganti Sistem K-Reward? Â Hmmm hanya tim Kompasiana yang bisa menjawabnya.
Penghuni Tetap Kompasiana
Reynal Prasetya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H