"Lapor kol! seluruh pimpinan dan pendukung Muso berhasil ditangkap. Sebelas pimpinan kelompok kiri, termasuk Amir Syarifuddin Harahap, mantan Perdana Menteri Republik Indonesia. Laporan selesai!".
"Laporan diterima! tanggal 20 Desember beritahu para prajurit untuk menyiapkan segala keperluan. Para pemberontak itu pantas di eksekusi akibat perbuatannya!", balasku sambil menggertakan gigi penuh emosi dalam dada.
"Dimana saya harus mempersiapkan segalanya kol?", tanya anak buah.
Aku berpikir sejenak hingga akhirnya menemukan tempat yang tepat.
"Dimakan Ngalihan, saya akan kesana untuk menyaksikannya sendiri secara langsung."Â
"Baik kol!", balas prajurit lalu meninggalkan ruangan.
Akhirnya penumpasan para pemberontak PKI itu telah selesai. Kini para rakyat dapat beraktivitas kembali tanpa rasa khawatir. Meski demikian, kami semua para TNI merasa berdukacita atas gugurnya 7 Jenderal.Â
Tak lama dari peristiwa itu, beberapa tahun kemudian. Pada tahun 1952, terjadi pemberontakan yang tak jauh berbeda dengan Jawa.
"Kol!!", panggil prajuritku yang lari tergesa-gesa dengan nafas yang memburu.
"Aduh kowe iki! ada apa toh? Mengagetkan ku saja. Tidak lihat saya sedang apa?", jawabku kaget sambil mengipas jagung yang sedang dibakar.
Ya. Hari ini aku dan prajurit sedang tidak bertugas. Sehingga memutuskan untuk bersantai dan makan bersama. Kebetulan ada sungai yang cukup besar di dekat tempat kami bertugas.Dan kami biasanya berbicara dengan bahasa yang santai seperti layaknya teman, tidak formal seperti ketika bertugas. Itu adalah aturan yang ku buat untuk para prajurit ku supaya kami semua bisa akrab satu sama lain.