"Sudah bersih Mba, mari," ucap petugas kebersihan yang baru saja keluar ruangan dan aku hanya mengangguk.Â
"Assalamu'alaikum, Hana." Suara seorang perempuan yang sangat-sangat aku kenali.Â
"Wa'alaikumus salam, Mak." Aku langsung memeluk mamakku, menangis di bahu beliau. Menumpahkan segala rasa yang selama ini ku pendam sendiri. Ini pertama kalinya aku bertemu Mamak setelah menikah.Â
"Sudah Nduk. Kamu kuat," bisik Mamak di telingaku. Setelah itu, Mamak mengurai pelukannya, menghapus air mata di pipi ini.Â
"Ayo masuk Mak, Mas." Kuajak keduanya untuk masuk.Â
Setelah masuk dan melihat Mas Agha. Kami duduk di sofa, memang ruangan Mas Agha dirawat adalah VVIP.
"Sarapan dulu, Han," titah Mamak seraya membuka kotak bekal yang beliau bawa. Harum khas masakan Mamak, langsung membuat cacing di perutku meronta-ronta meminta jatahnya.Â
"Gimana sih, kronologinya, Han?" tanya Mas Adi, kakak pertamaku.
Aku pun menceritakan kronologi kejadianya, seperti yang di ceritakan oleh Mamah Qila.Â
"Adi, tanya-tanyanya nanti lagi, biarin adikmu sarapan dulu!" Mamak menegur Mas Adi, yang nampaknya masih belum puas mendengar ceritaku.Â
"Iya, Mak," jawab Mas Adi.Â