"Mamah, gimana Mas Agha?" tanyaku dengan nafas yang masih tak beraturan, akibat berlari.Â
"Yang sabar ya Sayang, suamimu sedang di tangani dokter," jawab Mamah Qila sembari memeluk tubuh ini. Air mataku kembali luruh membasahi pipi.
Aku tak bisa membohongi hati ini, jika aku memang sangat mengkhawatirkan kondisi orang yang belum bisa menerima dan memperlakukanku dengan baik. Mungkin aku memang wanita terbo*oh sedunia, menjatuhkan hati padanya yang hatinya telah dimiliki orang lain.Â
"Apa yang sebenarnya terjadi, Mah?"
"Tadi pagi, Agha dipecat dari perusahaan, atas tuduhan korupsi, dan menghamili seorang OB. Agha pergi cl***ing bersama teman-temannya untuk menghilangkan stress. Tapi, nahas saat perjalanan pulang, mereka kecelakaan. Itu yang Mamah tahu dari teman Agha yang selamat," jelas Mamah Qila menceritakan kronologi kecelakaan.Â
"Ya Allah." Sejak pagi aku memang tidak di rumah, sibuk mengurus klien. Alhamdulilah, ada 3 klien hari ini dan saat Mamah menelfonku, aku sedang berada di rumah klien terakhir.Â
Pintu ruang IGD terbuka. Seorang dokter pria berjalan keluar. Aku dan Mamah langsung menghampirinya.Â
"Gimana keadaan suami saya, Dok?"
"Suami Ibu kritis, ada gumpalan darah di otak kecilnya," jawab Dokter.
Aku tak bisa berkata-kata. Mulutku terkunci. Hanya air mataku yang mewakilinya.
"Besok pagi jika kondisinya memungkinkan, kami akan melakukan operasi," jelas Dokter yang menangi Mas Agha. Selesai menjelaskan, Dokter pun berpamitan pergi, meninggalkan ku dan Mamah Qila yang masih berdiri di depan pintu IGD.Â