"Hiss, apa sih? Masih ngantuk! Ganggu tidur orang aja!" Sentaknya.Â
"Astaghfirullah hal 'azim. Ya sudah jika mau tidur lagi." Aku meninggalkannya sendirian di kamar. Biar saja, yang penting aku sudah berusaha untuk membangunkannya.Â
Kuhirup dalam-dalam udara pagi yang begitu menyejukan paru-paru ini. Setelah itu, aku mulai meregangkan otot-otot tubuhku.Â
"Hai, sendirian aja?" Seorang pemuda yang entah dari mana datangnya menyapaku.Â
Aku memilih untuk diam saja. Aku tidak kenal dengannya.Â
"Aku tetangga kamarmu." Aku masih bungkam tak mau menjawabnya.
"Mau liat matahari terbit? Ayo bareng, " ajaknya.
"Hana." Aku menoleh, melihat siapa yang memanggilku. Ternyata Mas Agha. Dia masih sangat berantakan, rambut acak-acakan, dan hanya memakai kolor saja. Membuatku langsung istighfar.Â
"Ya Mas," jawabku.
Ia menatap dengan wajah tak suka, cemburu karena aku berbicara dengan lelaki? Aku tertawa di dalam hati, mana mungkin dia cemburu. Aku ini dianggap istri di atas kertas tidak lebih. Menunaikan kewajiban di atas r4n jang pun, aku diperlakukan selayaknya binatang yang harus patuh kepadanya.
"Sini!" Dia memanggil dan aku langsung mendekatinya. Ia langsung menarik lenganku dan masuk ke dalam kamar.