"Maaf ya Na, Mamah baru bisa berkunjung hari ini."
"Iya Mah, nggak papa." Aku duduk di dekat Mamah Qila setelah menyajikan kudapan untuknya.Â
"Apa sudah ada kabar bahagia?"Â
'Kabar bahagia?' Bagaimana mungkin aku bisa memberi kabar bahagia, sedangkan Agha selalu sibuk dengan dunianya sendiri. Dia tak pernah mau untuk sekedar bertegur sapa denganku, selalu aku yang memulainya.Â
"Nggak papa jika belum. Nikmati waktu kalian berdua, nanti kalo udah punya anak, bakal susah cari waktu buat berduaan." Mamah Qila menghiburku.Â
"Apa kabar Mah? Ko nggak ngabarin dulu kalo mau kesini sih?"Â
"Apa Mamah perlu ijin untuk melihat keadaan anak-anak mamah?"
"Bukan gitu Mah, kan kalo Mamah ngabarin aku atau Hana dulu, kita bisa menyiapkan yang lebih dari ini."Â
Setelah bercipika cipiki dengan mamahnya, Agha duduk di sebelahku. Tangan kirinya merangkul tubuh ini. Menunjukan kemesraannya. Hal itu justru membuatku merinding.Â
"Mamah tidak mau membuat Hana repot," jawab Mamah Qila yang membuat Agha terdiam.Â
"Gimana usahamu Sayang? Lancar?" Mamah Qila memang tau jika aku seorang MUA.Â