Mohon tunggu...
Repinarsi Repinarsi
Repinarsi Repinarsi Mohon Tunggu... Guru - Guru

Penulis adalah seorang Guru yang bertugas di UPTD SMP Negeri 1 Pudingbesar dan mendapat amanah sebagai Wakil Kepala Sekolah BIdang Kurikulum serta Ketua MGMP IPA Kabupaten Bangka. Ibu rumah tangga yang hobi membaca, memasak, dan menulis juga terlibat aktif sebagai pengurus PGRI Kecamatan Pudingbesar dan Ketua Pokja I PKK Kecamatan PUdingbesar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menunggu Bulan

6 November 2022   15:40 Diperbarui: 6 November 2022   15:45 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Apakah tidur punya bunga, bun?  Tapi tidak ada bunga dalam mimpi Kosim."  Ia menengadahkan wajah mungilnya ke arah bunda.  Bunda hanya tersenyum lucu.

"Ihh ... anak bunda yang manis ...bunga tidur itu maksudnya hanya sekedar mimpi biasa yang tidak punya arti.  Hanya sebagai penghias agar tidur Kosim lebih indah."

"Tidak, itu bukan sekedar bunga tidur, tapi mimpi itu seperti nyata.  Kosim yakin apa yang dikatakan oleh lelaki berjubah putih itu pasti benar."

"Apakah Kosim belum bahagia bersama bunda?  Apakah bulan lebih baik dari bunda ?"

"Bukan begitu, Bun.  Kosim sangat senang bisa terus bersama bunda.  Kosim hanya ingin melihat Bulan, boleh kan?"

"Apa yang bisa Bunda bantu Nak?  Lalu apa yang akan kamu lakukan?"

"Mulai malam besok, Kosim ingin menunggu bulan"

"Baiklah, Bunda mengizinkan, tapi tidak boleh terlalu malam."

"Whuaa...terima kasih.  Bunda memang terbaik sedunia."  Tentu saja, pikir wanita itu, karena hanya dia yang dikenal baik oleh anaknya.

Sejak malam itu hingga saat ini, Kosim benar -- benar melaksanakan niatnya untuk terus menunggu bulan.  Namun, entah kenapa sudah seminggu ini bulan tak pernah muncul.  Terkadang langit mendung, awan hitam menutup cahaya bulan, atau bulan memang tak ingin menampakkan dirinya di depan kosim.  Wanita itu jadi heran sendiri.  Kekhawatiran dan sayangnya terhadap putra semata wayang, satu -- satunya peninggalan sang suami yang telah meninggal 8 tahun lalu karena tertimbun tanah di lokasi TI konvensionalnya, membuat Bunda mengizinkan Kosim berjemur di bawah langit malam untuk menunggu sang Bulan.  Bunda tidak pernah menikah lagi, karena baginya itulah bukti kesetiaan seorang perempuan dan cinta seorang Ibu.  Namun, Tiba -- tiba saja air mata sudah membasahi pipi wanita itu, menatap wajah putranya membuat dia ingat akan sang suami.  Jika suaminya masih ada, Kosim sekarang pasti bisa bersekolah seperti anak -- anak lain.

"Bunda belum tidur?   Mengapa Bunda menangis?"  suara Kosim menghempaskan semua lamunannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun