"Ooh...tidak nak, Bunda hanya ingat ayahmu".
"Bunda, Ayah itu seperti siapa?"
"Ayah sangat tampan seperti Kosim, dan baik. Â Semua orang menyukai ayah. Â Sudah larut, Kosim tidur lagi ya, Bunda akan ceritakan kisah Nabi Syu'aib untukmu". Â Seuntai senyum terlihat di bibir Kosim. Â Ia sangat menyukai cerita Nabi Syu'aib. Â Tangan lembut Bunda mengusap rambut kosim dengan sejuta kasih. Â Alunan suara merdu bunda telah mengantarkan Kosim ke dunia tanpa batas...tiada kelelahan dan dengkuran halusnya terdengar indah di telinga wanita itu. Â Suaminya pasti melihat mereka dengan senyum. Â Meskipun sang suami tidak sempat tahu rupa buah hati mereka, karena sang maut terlebih dahulu menjemputnya. Â Kosim pulas dan wajah polosnya tersenyum dengan tenang. Â Bunda merebahkan dirinya di samping Kosim dan berusaha memejamkan mata meski terasa sulit untuk lelap. Â Malam berikutnya....
Wanita itu terkejut ketika melihat Kosim mengenakan baju lebarannya tahun lalu dan aroma tubuhnya harum sekali. Â Malam ini masih sama seperti malam -- malam penantian Kosim. Â Â
"Kosim mau kemana?"
"Hanya mau menunggu Bulan, Bun?"
"Tapi pakaiannya bagus sekali, dan kamu sangat tampan Nak."
"Iyalah Bunda, Kosim kan mau ketemu Bulan."
Bunda hanya tersenyum melihat tingkah polos anaknya. Â "Baiklah nak, mau Bunda Temani?"
"nggak usah Bun, nanti saja kalau Kosim udah ketemu Bulan, Bunda pasti Kosim panggil."  Langkah -- langkah kecil Kosim terdengar merdu di telinga Bunda.  Ia pun menyenandungkan tembang kesukaannya.  Sampai ....kemudian terdengar dentuman keras dari depan rumahnya seiring dengan nyanyian sang putra yang  terhenti.  Namun, sempat terdengar oleh wanita itu Kosim memanggil dirinya.
"Bun, Bulannya sangat cantik! Â Cahayanya kuning keemasan."