Beberapa waktu lalu secara tanpa sengaja saya mampir di sebuah warung kopi kecil untuk membeli minum dan numpang berteduh dari sengatan panasnya matahari di kota industri ini.Â
Entah ini kebetulan atau apa, saya yakin ada Dalang yang sengaja mempertemukan saya dengan penjual kopi tersebut.
Saya jadi ingat kata Einstein, "Kebetulan adalah cara Tuhan agar tetap anonim."
Saat itu warung tengah sepi, hanya ada saya dan si mbak penjual kopi yang kelihatannya usianya sebaya dengan saya.
Setelah kami ngobrol baru saya tahu, usianya itu tiga tahun di bawah saya. Jadi sekitar umur 26-27 gitulah.
Seperti biasa, ketimbang diem-dieman saya membuka obrolan dengan basa-basi seputaran dagangan yang dijajakannya.
Dia ternyata hanya karyawan di warung kopi tersebut. Gajinya sekitar 1,5 juta per bulan. Besar ya buat kerjaan seorang penjual kopi? Eits, tunggu dulu.Â
Gaji segitu untuk tinggal di kota dengan UMK tertinggi di Indonesia itu beratnya minta ampun ya. Dia mengaku dengan gaji segitu, dia harus membayar kontrakan 700 ribu per bulan dan membayar cicilan ini itu sebanyak 500 ribu.
Lalu, 200 ribu cukup gitu buat hidup sebulan di kota ini?
Sebenarnya sebelum membahas soal gaji ini, kami mengobrol terlebih dahulu tentang kucing.
Kebetulan dia sangat suka kucing dan memiliki dua kucing di rumah. Dia banyak bertanya perihal obat-obatan serta cara merawat kucingnya.Â
Setelah dirasa nyambung dan mungkin dia merasa nyaman setelah berbincang dengan saya, akhirnya dia membuka sendiri kisahnya yang selama ini dia pendam tanpa tahu harus diceritakan pada siapa.Â
Ingat ya, jangan pernah kepo dengan kehidupan seseorang, saat orang itu merasa nyaman ngobrol dengan kita, tanpa diminta pun mereka akan cerita sendiri pada kita.
Biar mudah, saya panggil perempuan ini dengan sebutan 'Bunga' saja ya.
Bunga ini perempuan yang menurut saya lumayan cantik.
Kalau diumpamakan mirip artis, mungkin Bunga ini sedikit sebelas dua belas mirip sama Bunga Zainal. Kurang lebih begitulah wajahnya, biar gampang kalian bayangkan sosoknya kayak apa. Hehehe.
Bunga ini anak terakhir. Dia memiliki dua  kakak lelaki. Ibunya sudah meninggal saat dia masih di SMP. Dia tidak hanya kehilangan sosok ibu, tapi juga kehilangan dunianya.
Semenjak kepergian ibunya itulah, kisah pilunya dimulai.
Setelah ibunya pergi, Bunga harus putus sekolah. Dia hanya sekolah sampai tamat SMP. Bapaknya hanya kuli bangunan yang kerjanya serabutan.
Sedangkan dua kakaknya juga hanya pengangguran lapuk yang kerjanya cuma nyusahin orang tua.
Akhirnya Bunga bekerja di sebuah toko elektronik. Di sana, dia kenal seorang lelaki yang merupakan cinta pertamanya.
Selayaknya anak muda yang sedang kasmaran, Bunga bercerita betapa bahagianya kala itu. Hingga akhirnya dia melakukan seks untuk kali pertamanya karena dipaksa oleh pacarnya.Â
Namun sayang, setelah melepas keperawanannya, lelaki yang amat sangat dicintainya itu menghilang. Ghosting. Menghilang tanpa kabar. Memang penjahat orang-orang jenis kayak gini sih menurut saya. Cemen banget mentalnya.
Setelah merasakan bahagia sebahagia-bahagianya karena jatuh cinta, kini dia merasakan sakit-sesakit sakitnya akan patah hati. Dia begitu kecewa dan terluka. Hingga akhirnya dia kenal dengan seorang lelaki lain yang berusaha untuk menghiburnya.
Di awal kenal lelaki ini nampak bertanggung jawab dan bisa diandalkan, sehingga akhirnya keduanya pun menikah muda.
Lelaki yang awalnya dia kira akan membahagiakannya, pada nyatanya sama saja. Lelaki ini juga merupakan pengangguran akut, sehingga setiap hari, Bungalah yang bekerja.
Dia tak hanya menghidupi dia dan suaminya, tapi juga keluarga suaminya. Â Belum lagi bapak dan kakaknya itu juga suka meminta jatah bulanan setiap gajian.
Memangnya gaji penjaga toko itu berapa sih? Nggak habis pikir saya.
Drama menantu dan mertua tentu saja ada. Gara-gara Bunga setiap hari bekerja dari pagi hingga malam, tentu dia tak bisa mengurus rumah secara maksimal.
Sehingga si ibu suaminya alias mertuanya itu setiap hari mengomeli Bunga karena tidak becus jadi seorang istri.Â
Mertuanya itu mengira setiap hari Bunga kerjanya hanya melayap terus tanpa dia sadari bahwa selama ini yang menghidupi keluarganya itu adalah Bunga bukan anak lelakinya yang nggak guna itu. Semua itu berlangsung hingga dua tahun lamanya.
Sampai suatu hari, suaminya ini mengajak beberapa temannya dan menyuruh Bunga untuk melayani mereka. Saat itulah remuk hati Bunga saat suaminya sendiri menjual istrinya pada teman-temannya sendiri demi uang.Â
Bahkan suaminya yang dia anggap akan melindunginya itu justru yang menyerahkan istrinya sendiri untuk digilir oleh teman-temannya di depan mukanya.
Ya, Tuhan. Saya nggak bayangin gimana perasaan Bunga kala itu, namun dari mimik wajahnya dia masih begitu sakit hati dan dendam saat menceritakan pengalaman pilu itu.
Oh iya, saya bakal cerita tentang kelakuan bejat suami dan teman Bunga yang nggak punya akhlak.
Jadi ceritanya teman Bunga dari kampung itu datang dan meminta tolong pada Bunga untuk memberinya tumpangan karena belum dapat kos.Â
Tapi kebaikan Bunga itu dibalas dengan meniduri suaminya saat Bunga pergi bekerja.
Saya kira kisah seperti ini hanya ada di sinetron, tapi kenapa hal kayak gini bener-benar ada di dunia nyata. Hati saya yang dengerin kisah ini saja, rasanya dicabik-cabik nggak karuan.
Kalau ada yang bilang, "Bunga kok bego banget sih jadi cewek. Kaburlah, pulang ke rumah orangtua!"
Saya sebenarnya juga mau bilang kayak gitu, tapi saya tahan hingga akhirnya cerita. Dia nggak tahu mau pergi ke mana saat itu. Bahkan ke rumah orangtuanya saja dia merasa asing dan tertekan.Â
Dia bingung mau mengadu dan cerita ke siapa? Saya curiga ada 'something' di keluarga Bunga ini. Soalnya Bunga cerita dia takut kalau menginap di rumah bapaknya itu. Saya nggak mengorek lebih dalam, karena dia tak mau menceritakannya.
Setelah kejadian itu dia merasa sudah tak kuat lagi dan memutuskan untuk bercerai. Apa semua lancar?
Tentu saja tidak. Suami yang merasa pendapatannya akan terancam ini tentu tak rela kalau istrinya meninggalkannya. Sehingga Bunga diancam dan bahkan hampir dibunuh.
"Dia ngalungin aku pakai pisau di leher, Mbak!" ucapnya.
Dia juga mengaku sering dipukuli jika tak punya uang oleh suaminya. Heran saya, kenapa ada gitu manusia tak tahu diri kayak gitu. Beruntung dia tak kenapa-napa, dan berhasil kabur dari rumah. Â
Setelah pergi dan bercerai secara sah, dia mengontrak kamar sepetak. Dia mulai berkenalan dengan cewek-cewek di lingkungan yang suka open BO.
Dia melakukan transaksi secara mandiri, tidak pakai germo gitu. Kata dia sekali transaksi, dia bisa dapat uang 400-1 juta tergantung durasi.Â
Dia sudah merasa tersakiti, sehingga menurut dia lebih baik turun langsung di dunia prostitusi untuk menghasilkan uang.
Dia juga sangat benci sekali dengan yang namanya lelaki. Sehingga, dia ingin menguras uang lelaki-lelaki hidung belang.
"Aku pernah loh, Mbak, jadi simpanan dosen. Dia tajir, punya mobil, dan uangnya banyak. Hanya saja dia pendek, gemuk, dan jelek gitulah," tuturnya.
Apakah dengan open BO itu kehidupan Bunga sejahtera? Tidak sama sekali.
Setiap bulan uangnya habis untuk bapak dan kakak-kakaknya itu. Meski mereka tidak tinggal satu rumah, namun keluarganya masih saja terus memoroti Bunga.Â
Saya itu sampai trenyuh melihat perempuan ini. Bajunya itu biasa banget dan celana jeansnya sampai bolong. Dia cerita katanya dia hanya punya satu celana jeans. Dia bilang kalau dia tak tega dengan keluarganya, sehingga tiap dia punya uang selalu dia berikan pada bapak dan kakaknya.
Apakah kisah ini sudah berakhir? Masih belum.
Seiring berjalannya waktu, Bunga berkenalan dengan seorang perempuan, sebut saja Melati. Dia perempuan yang dandanannya kayak cowok gitu.Â
Menurut penuturan Bunga, Melati ini sering menasihati Bunga agar tidak open Bo. Kedengarannya saja yah, mulia. Tapi nyatanya.
Melati ini dulunya juga tersakiti oleh lelaki, saya nggak nanya lebih detail gimana ceritanya, yang pasti Melati ini benci banget sama yang namanya lelaki.
Singkat cerita mereka itu tinggal satu rumah dan keduanya menjalin cinta. Bunga sendiri mengaku kalau dia sering melakukan HS (having seks) bareng melati.
OMG, jadi dia terlepas dari jaring lelaki nggak guna, dan menjadi seorang lesbian.Â
Sebenarnya cerita lesbian gini sudah pernah saya alami dulu, karena saya juga punya teman yang lesbian. Jadi saya yah biasa saja menyimak cerita ini dan nggak yang kaget atau langsung ceramah 30 juz. Hehe.
Si Melati ini bekerja di pabrik roti. Gajinya juga sebelas dua belas dengan Bunga.
Dia masih lajang dan belum pernah menikah. Hanya saja, ya, selama mereka tinggal berdua, Bungalah yang bayar kontrakan, Bunga juga yang bayar listrik, beli sembako, dan menghidupi si Melati ini. Menurut si Bunga, Melati ini relatif pelit soal uang.
Saya sebenarnya gatel banget pengen teriak sama Bunga, "Lalu kenapa kamu masih mau sama dia sih? Orang parasit kayak gitu ngapain juga. Mbok ya kamu hidup sendiri aja, habisin uang kamu buat diri kamu sendiri." Tapi saya tahan sekuat tenaga. Untuk tidak bicara atau menasihati dia.
"Kadang saya ingin marah sama Tuhan, mbak, kok cerita saya kayak gini banget. Tapi saya sadar, itu nggak baik,. Saya memang belum jadi manusia benar, tapi saya tetap belajar jadi lebih baik kok, Mbak. Saya juga ibadah dan buktinya saya berusaha buat kerja halal dengan jadi penjual kopi ini. Jadi kalau Bo itu hanya kalau kepepet keluarga saya maksa minta duit."
"Saya merasa kasihan sama Melati, Mbak. Dia juga sama kayak saya. Saya cuma nggak punya pegangan buat keluar dari jaring-jaring ini. Saya sudah nggak percaya dengan lelaki. Mereka datang pada saya pasti cuma ada maunya."
Saya pengen bilang ke dia, "I feel you." Tapi itu bulsit banget. Saya tak tahu seremuk apa perasaan dia. Bahkan mendengarkan cerita ulang dia saja, saya sudah merasa sakit banget. Apalagi dia yang harus menjalaninya. Ditinggal ibu, di-ghosting pacar, diporak-porandakan sama suami sendiri, dan dikhinati teman sendiri. Duh,. Otak saya nggak nyampe buat bayangin sakitnya kayak apa.
Beberapa saat yang lalu saya datang lagi ke warung Bunga membawakan celana jeans milik saya yang nggak pakai dan beberapa sembako.
Dia nampak kaget dan nggak percaya. Dia mungkin merasa krisis kepercayaan dengan orang lain, sehingga dia nggak percaya dengan orang yang memberikan dia sesuatu tanpa imbalan.
Jujur ya, saya menulis ini nggak untuk fee, dia sendiri yang meminta saya untuk menuliskan kisahnya ini.
Hari berikutnya Bunga WA saya dan bilang kalau celana jeans-nya diambil oleh Melati dan dia pakai. Hmmm.
Saya hanya pendengar di sini. Saya nggak berhak menghakimi dia salah atau benar. Toh, mengutip dari film Ave Maryam, "Jika surga saja belum pasti untuk saya, kenapa saya harus mengurusi nerakamu."
Terima kasih Bunga, tetap mau bertahan dan berusaha untuk lepas dari jaring-jaring ini.
Kamu orang yang baik, hanya saja nasib mempertemukan kamu dengan orang-orang yang kurang baik.
Terima kasih telah memberi pelajaran berharga buat saya. Kamu wanita yang luar biasa!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H