Menurut pandangan orang Yahudi dan Kaum Farisi, pendosa adalah orang yang dibenci Allah. Karena itu, dalam pergaulan mereka harus dijauhi dan tidak boleh makan semeja dengan mereka. Tetapi menurut Yesus bukan demikian. Allah tidak menjauhi mereka. Allah mencari, menyapa dan tinggal bersama mereka yang hilang dan terluka. Yesus tidak menjauhi mereka, melainkan sebaliknya, Dia bergaul dan makan bersama dengan mereka (bdk. Mrk 2:16).
Tindakan Yesus ini sangat erat kaitannya dengan pewartaan-Nya mengenai universalitas Kerajaan Allah yang tidak mengecualikan seorang pun juga. Sikap dan tindakan Yesus ini membuat orang-orang Farisi dan ahli Taurat gusar dan marah. Mereka bersungut-sungut kepada para murid, "Mengapa Ia makan bersama-sama dengan orang berdosa?" (Mrk 2:16). Ketika Yesus mendengar sungut-sungut itu, Dia menanggapinya dengan berkata, "Aku datang bukan untuk memanggil orang yang benar, melainkan orang berdosa" (Mrk 2:17). Dengan ungkapan ini Yesus mau menjelaskan dengan perbuatan-Nya bahwa Allah mencari manusia yang hilang dan terluka.
Tindakan Yesus makan dan minum dengan para pendosa berhubungan erat dengan tugas-Nya sebagai hamba dan utusan eskatologis Allah, yaitu menyampaikan kepada pemungut cukai (pendosa) undangan dari pihak Allah untuk turut serta dalam persekutuan meja yang lebih besar dengan Allah pada akhir zaman.
Dalam sikap dan tindakan ini, Yesus menyatakan bahwa Dia diutus untuk menyampaikan pesan Allah tentang pembaruan komunikasi dengan Tuhan dan dengan sesama manusia, terutama kepada orang-orang yang dikucilkan, para "orang buangan". Oleh karena itu, sikap dan tindakan Allah yang dinyatakan Yesus dalam perbuatan-Nya mendobrak segala bentuk diskriminasi, meretas batas "tuan -- hamba", "penindas -- tertindas", dan sekaligus memberi kesempatan kepada para pendosa untuk berbalik kepada Allah, bermetanoia atau bertobat. Untuk itu, Yesus mencari domba yang hilang, yang terisolasi dari kawanan (Luk 15:1-8; 19-10; Mat 9:36; 10:6; 15:24).
Schillebeeckx menegaskan bahwa bergaul dan makan semeja dengan para pendosa merupakan jalan untuk membangun komunikasi sosial, terutama untuk kalangan yang diekskomunikasi dari kelompok sosial secara resmi. Artinya, para pendosa publik, pemungut cukai yang memperkaya diri dengan memeras orang miskin, orang kusta, mesti dirangkul dan diarahkan kepada jalan yang benar di hadapan Allah.
2. Â Karya Keselamatan Allah dalam Penderitaan, Wafat dan Kebangkitan Yesus Kristus
Wafat dan kebangkitan Yesus adalah peristiwa yang sangat penting bagi iman Kristiani. Wafat dan kebangkitan Yesus merupakan puncak pewahyuan Allah. Oleh karena itu, titik-tolak pengakuan iman dan refleksi kristologis Kristiani adalah peristiwa wafat dan kebangkitan Yesus Kristus. Wafat dan kebangkitan Kristus menyelamatkan manusia dari dosa. Paulus menengaskan bahwa Yesus sungguh wafat di salib dan bangkit dari kematian, dan kebangkitan itu menghapus dosa manusia (bdk. 1Kor 15:14,7).
2.1 Â Penderitaan dan Wafat Yesus Kristus di Salib
Kematian Yesus adalah ekspresi historis dari pewartaan dan jalan hidup-Nya yang tidak bersyarat. Kematian Yesus adalah penderitaan oleh dan untuk orang lain yang dianggap oleh Yesus sebagai jaminan yang tidak terbatas dari tindakan berbuat baik dan perlawanan terhadap derita dan kejahatan. Schillebeeckx mengatakan:Â "Kematian Yesus di salib merupakan konsekuensi suatu hidup yang secara radikal melayani keadilan dan cinta, suatu akibat pilihan-Nya hidup demi orang-orang miskin dan dibuang, suatu akibat pilihan-Nya hidup dan mati demi bangsa-Nya yang menderita oleh penindasan".
Kematian Yesus di salib mengubah gagasan AlMasih yang menang dan jaya secara mendasar: Yesus yang dibuang dan tersalib itulah AlMasih yang sesungguhnya. Seperti Allah, demikian juga Yesus mengidentifikasikan diri-Nya secara radikal dengan kaum terbuang dan tersingkir serta para pelanggar moral yang najis. Akhirnya, Dia sendiri menjadi orang terbuang dan orang najis. Dengan identifikasi itu, tampak bagi kita bahwa antara jalan hidup-Nya dengan kematian-Nya ada kontinuitas, dan karena kontinuitas itulah, maka arti keselamatan Yesus mendapat puncaknya dalam kematian di kayu salib.
Kematian Yesus di salib bukanlah kegagalan, melainkan penyataan gambaran Mesias yang sesungguhnya. Tugas perutusan-Nya sebagai Mesias harus ditempuh melalui jalan penghambaan, bahkan sampai mati di salib. Yesus yakin bahwa setelah penderitaan-Nya berlalu, maka pemerintahan Allah ditegakkan, karena kematian-Nya adalah kurban pemulih dosa dan pengurbanan diri demi keselamatan umat manusia.