Penulis surat kepada orang Ibrani mengatakan: "Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi, maka pada zaman ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya, yang telah Ia tetapkan sebagai yang berhak menerima segala yang ada" (Ibr 1:1-2). Pembicaraan mengenai Yesus Kristus pada akhirnya harus ditempatkan dalam kerangka pewahyuan Allah kepada manusia untuk mewujudkan karya penyelamatan Allah bagi manusia, karena Allah mewahyukan diri melalui karya penyelamatan-Nya dalam sejarah manusia.
Melalui Yesus Kristus Allah menyapa manusia dan melaksanakan karya-Nya di tengah manusia. Injil Yohanes berbicara mengenai Firman yang "menjadi manusia dan diam di antara kita" (Yoh 1:14), sementara Paulus berbicara mengenai Kristus Yesus "yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia" (Fil 2:6-7). Oleh karena itu, Schillebeeckx menegaskan bahwa pewahyuan diri Allah dinyatakan dalam kesediaan-Nya untuk menjadi manusia. Dalam diri Yesus Kristus, Allah menjelma, menyapa manusia dan menyatakan karya keselamatan kepada manusia.
1.1.1 Â Yesus Kristus sebagai Perwujudan Kerajaan Allah
Kerajaan Allah adalah misi fundamental dalam pewartaan Yesus Kristus. Kerajaan Allah menjadi titik tolak dari misi Yesus untuk keselamatan manusia. Wujud nyata dari misi itu adalah membuka pintu keselamatan bagi semua orang. Kerajaan Allah sudah ada dalam diri Yesus. Kerajaan Allah itu hadir dalam sabda-sabda-Nya.
Dengan sabda-Nya, Yesus mewartakan kasih karunia Allah kepada kita. Allah akan memulihkan hubungan mesra antara manusia dengan Allah sendiri. Dalam bentuk perumpamaan, Yesus menyampaikan bahwa Allah adalah kasih. Allah mencari dan menanti kedatangan anak-anak-Nya (Luk 15). Wujud kasih Allah dinyatakan dalam tindakan-Nya yang menyembuhkan, membebaskan dan menyelamatkan. Dia menjadikan "orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan, dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik" (Luk 7:22). Tindakan Yesus ini menjadi tanda-tanda yang menyertai datangnya Kerajaan Allah, ketika Allah memulihkan segala sesuatu. Mukjizat-mukjizat yang dibuat Yesus juga merupakan tanda karya Allah kepada manusia.
Kerajaan Allah sudah hadir dan nyata dalam pribadi Yesus. Kehadiran-Nya membawa pembebasan dan keselamatan hidup manusia dari kuasa dosa. Hal itu nyata dalam kata-kata Yesus: "Jika Aku mengusir setan dengan kuasa Allah, maka Kerajaan Allah sudah ada padamu" (Luk 11:20; bdk. Mat 12:28). Demikianlah karya Yesus menunjukkan Allah yang hadir, Allah yang bekerja di tengah manusia. Hal ini ditunjukkan dengan sikap hidup-Nya yang mau bergaul dengan orang-orang pendosa, dengan mereka yang tersingkirkan dari masyarakat. Bahkan Diapun mengindentikkan diri-Nya dengan mereka yang terkecil dalam maryarakat (Mat 25:31-46). Schillebeeckx mengemukakan bahwa seluruh hidup Yesus menunjukkan kehadiran Kerajaan Allah dan tuntutan-Nya. Kerajaan Allah sudah hadir dalam diri Yesus. Dia adalah utusan eskatologis Allah untuk mengabarkan berita tentang undangan Allah kepada semua orang.
1.1.2 Â Allah Tampil dalam Wajah Manusia
Pergulatan mengenai keilahian dan kemanusiaan Yesus Kristus merupakan pergulatan untuk memahami bahwa dalam Yesus Kristus, manusia sungguh diselamatkan, yaitu diilahikan, masuk dalam persatuan dengan Allah. Kesatuan yang tidak terpisahkan antara Firman dan manusia dalam diri Yesus Kristus merupakan gambaran kesatuan manusia dengan yang ilahi; manusia akan bersatu dalam kemuliaan ilahi berkat Yesus Kristus. Dalam kesatuan itu manusia tetaplah manusia, maka kesatuan dengan yang ilahi tidak meleburkan manusia dalam yang ilahi, tetapi kemanusiaan itu mendapatkan makna baru dalam persatuan dengan yang ilahi.
Persatuan Firman dengan manusia itu terjadi melalui inkarnasi: "Firman telah menjadi manusia dan tinggal di antara kita" (Yoh 1:14). Kesatuan itu bukan terjadi karena manusia dilebur dalam keilahian, melainkan karena Firman menjadi manusia, Firman mengenakan manusia, dengan segala kerapuhannya. Firman yang menjadi manusia berarti Firman yang hadir dalam kerapuhan kemanusiaan. St. Paulus berbicara mengenai perendahan diri Kristus sampai kematian di kayu salib (Fil 2:6-11). Maka, kesatuan Firman dengan manusia ditampilkan justru dalam kelemahan, dalam kemauan Allah untuk ambil bagian dalam nasib malang manusia yang dikenai oleh dosa, agar manusia dibebaskan dari kekuasaan dosa.
Menafsirkan pengosongan diri Yesus Kristus, Schillebeeckx berbicara mengenai keberpihakan Allah dengan orang-orang yang tersingkir. Dalam keberpihakan itulah ditampilkan keilahian-Nya. Allah mengadakan perjanjian dengan orang-orang miskin dan tersingkir bukan karena mereka kudus, suci, tetapi karena mereka lemah.
Realitas kemiskinan itulah yang menjadi kriteria pilihan Allah dalam menghadirkan diri-Nya. Dengan demikian, wajah kemanusiaan, wajah kurban itulah yang menjadi tanda nyata kehadiran Allah di tengah-tengah manusia, namun bukan kurban yang pasrah pada nasib, tetapi kurban yang mempunyai harapan karena Allah berpihak pada mereka. Firman Allah mengambil dan mengenakan kelemahan manusia, agar manusia dikuatkan dan hidupnya diangkat dalam kemuliaan Allah.