Sejenak suasana hening, sepertinya percakapan malam ini segera berakhir. Malamo mengambil inisiatif untuk menutupnya.
      "Sebagai tuan rumah, ada baiknya aku mengucapkan beribu maaf. Hanya sedikit yang bisa kami lakukan di sini untuk memberikan bantuan..." matanya mengarah ke Ario dan Imam Hassan,
"dan sambutan.." kali ini ke arah Diponegoro dan Sudirman.
      "Kapal-kapal perang kami terpaksa diberangkatkan seluruhnya ke Moti."
      "Hmm, undangan kami untuk menghadiri tasyakuran berdirinya kembali Kesultanan Mamluk baru akan digelar empat hari lagi. Tapi Kesultanan Samudera dan Kesultanan Palembang Darussalam mengirim surat bahwa akan datang kemari dini hari tadi."
      "Ya, Malamo, kami memajukan waktu dari jadwal semula karena kami merasa sudah cukup berada di Sarawak. Lebih baik para prajurit membiasakan diri dengan iklim di Morotai, karena mungkin akan ada upacara besar nantinya, yang kupikir akan berlangsung cukup lama," komentar Imam Hassan.
      "Terima kasih atas pengertiannya."
      "Tandon Api itu sudah sangat luar biasa..."
      "Ya, itu idemu Hassan.." keduanya tersenyum.
      "Semua kapal perang.. itukah syaratnya ?" tanya Diponegoro.
      "Ya, benar Diponegoro. Bahkan Tidore, Jailolo, dan Bacan juga harus mengikutsertakan seluruh armada tempur mereka untuk berunding bersama di Moti sesuai apa yang telah kami sepakati bersama..."