Mohon tunggu...
Rendy Artha Luvian
Rendy Artha Luvian Mohon Tunggu... Penulis - Staf Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, anggota FLP (Forum Lingkar Pena)

Menulis adalah membangun Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Catatan Abdi Dalem (Bagian 34, Negeri Raja-Raja) - Mercusuar

17 Mei 2024   10:48 Diperbarui: 17 Mei 2024   11:13 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: freepik.com

            "Luar biasa Abdi, ya, Alhamdulillah! InsyaAllah aku tidak salah memilih orang untuk memimpin..." potong Diponegoro.

            "Kalian tahu, dia membawa bubuk mesiu yang kuperintahkan untuk dibawa, dua peti kemas besar. Itu digunakannya untuk menghancurkan sebagian dari badan dua kapal musuh dan yang satunya lagi dilubangi dengan tiga buah meriam tepat di titik rawan kapal," semua mendengarkan.

            "Sehingga ketiga kapal itu terhenti lama dan tidak mungkin mengejar para penyu hitam yang sudah menuju ke Nusa, Bali, dan Demak. Kalian tahu kenapa ia memilih tiga rute itu?"

"Demak karena ia jalur utama yang dilalui banyak kapal, tidak ada yang tidak tahu itu, bisa saja mereka bertemu dengan kapal-kapal yang kebanyakan merupakan kapal dagang atau bahkan kapal perang,"

"Bali, karena tempat itu sering dikunjungi wisatawan yang hendak menuju ke sana, sama, mereka bisa segera mendapat bantuan,"

"yang terakhir, ternyata dia ingat, aku ke Nusa," seluruh mata menuju pria muda namun rusak sebelah wajahnya. Ia tampak agak ragu untuk berkata-kata, tapi kemudian Diponegoro melanjutkan.

            "Tapi kurasa, Ario Damar lebih unggul darimu Sudirman, karena dia tidak mengalami luka yang berarti padahal yang menyerangnya adalah kapal besar yang tak terlihat jelas."

            Sejenak hening.

            "Jangan lupa, Kapal Ario Damar adalah yang pertama diserang di bagian terdepan. lima kapal lain tak bisa bertahan dan hangus terbakar. Kurasa dia sudah berbuat yang terbaik, bukan begitu Imam Hassan?"

            "Ya, kau benar Diponegoro. Semua adalah bagian dari takdir jika kita sudah berusaha dan bertawakal," jawab Imam Hassan merasa lega.

            "Komandan adalah bagian sangat penting, saranku sobat, jangan kau tunjukkan kesedihan apapun di depan pasukanmu. Tegarlah, dan bangkitkan lagi rasa keimanan dalam dada dan pasukanmu kepada Allah, Dia yang menggenggam jiwa kita semua dan yang menentukan bagaimana hasil usaha yang sudah kita lakukan..." ucapan Diponegoro mengganti energi yang hilang dengan cahaya harapan baru. Bersama dengan kedatangan Mataram yang di masa lalu berlambangkan sinar mentari, sinar yang mencerahkan dan memberi cahaya di setiap kegelapan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun