Mohon tunggu...
Rendy Artha Luvian
Rendy Artha Luvian Mohon Tunggu... Penulis - Staf Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, anggota FLP (Forum Lingkar Pena)

Menulis adalah membangun Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Catatan Abdi Dalem (Bagian 24, Bumi Kenyalang) - Istirahat Sejenak

6 April 2024   06:25 Diperbarui: 6 April 2024   06:35 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: freepik.com

            Pagi keesokan harinya Abdi dan Dalem berkoordinasi bersama dengan Komandan Hassan serta Aryo Damar. Dibentuklah tim tugas untuk menjaga keamanan, ketertiban, kebersihan, pengumpul bahan makanan, koki, serta giliran jaga pada malam hari yang dituliskan di beberapa lembar perkamen dan digantung di dekat Tenda Komando. Banyaknya prajurit di perkemahan membuat Abdi dan Dalem hanya ikut dalam tim kebersihan saja. Ini memungkinkan mereka untuk mengikuti lomba yang diadakan universitas karena tim kebersihan bisa melakukan tugasnya satu kali saja, di pagi atau malam hari.

            Rapat hari ini berjalan hingga siang sehingga mereka tidak bisa ke universitas untuk menyaksikan lomba yang sedang berlangsung. Sempat di waktu dhuha tadi terlihat dari jauh beberapa layang-layang terbang tinggi. Seusai melaksanakan sholat zuhur dan makan siang bersama, para prajurit mulai mengobrol tentang lomba SATRIA yang akan diadakan empat hari lagi. Mereka akan bersaing untuk mendapatkan jatah lima orang yang berhak ikut, tak disangka, Dalem ikut serta. Ia terlihat bersemangat dan siap untuk beradu fisik dengan para prajurit lain yang hendak mendaftarkan diri. Abdi sendiri hanya duduk melihat antusias mereka sembari sesekali melihat ke arah bukit, siapa tahu ada sisa layangan yang masih terbang siang ini.

            "Abdi, tidak ikut bergabung dengan Dalem? Bukannya kau juga ikut bela diri di Mataram? Satria Nusantara kan?" Imam Hassan tiba-tiba muncul dari balik tenda.

            "Eh, Imam Hassan.. I..iya, tapi baru kelas pratama.. Hanya pertahanan dasar saja yang saya kuasai. Oh, iya!" tiba-tiba Abdi teringat,

            "Dalem sudah masuk ke kelas Madya dan sebentar lagi akan naik ke Utama."

            "Hoo, pantas saja dia begitu bersemangat. Hmm.. kau jadi tidak ikut lomba SATRIA, jalan-jalan kalau begitu?"

            Agak terkejut, Abdi segera mengiyakan ajakan Imam Hassan.

Baca juga: 40 Hari Dajjal

            "Kemana kita kalau begitu.. yah, ke atas lagi tidak terlalu buruk kurasa, sekalian melihat-lihat dan memetakan kondisi lapangan dari atas. Bagaimana Abdi?"

            "Ide yang bagus Imam Hassan, sekalian menghirup udara segar juga!" Abdi merasa senang menemani Imam Hassan daripada hanya duduk melihat Dalem dan para prajurit, yang kini mulai memilih metode apa yang kira-kira cocok untuk mereka gunakan dalam menyeleksi peserta yang boleh mendaftar nanti.

            Menaiki bukit, Abdi dan Imam Hassan naik dari sisi yang berbeda dari hari sebelumnya. Mereka tidak melewati jalan utama yang banyak diisi oleh rumah-rumah warga. Kali ini mereka mengarah ke barat daya, di ujung bukit sepertinya ada lapangan rumput yang luas.

            "Di apa yang kau ketahui tentang sihir?" tiba-tiba Imam Hassan bertanya.

            "Eh, sedikit Imam Hasan, ee.. Sihir itu haram dan bisa membatalkan keislaman bagi para pelakunya, tidak berguna semua amal pahala mereka dan di akhirat mereka hanya akan mendapat siksa."

            "Selain itu?"

            "Ee.. Pelaku sihir mendapat hukuman mati jika tidak bertobat dan mengulangi perbuatan mereka kembali, ee.. apa lagi ya..." Abdi mengingat-ingat.

"Bagus, kau tahu dasar hukumnya, nah bagaimana dengan sifat sihir? Atau apakah kau bisa memberikan contoh bagaimana sihir itu?" tanya Imam Hasan kembali.

            "Ooh, sihir.. ya.. menyakiti orang lain secara tak kasat mata, bisa dilakukan dari jarak jauh, dan..." kalimat Abdi terhenti sejenak, sebelum melanjutkan,

            "Bisa mempengaruhi pikiran dan hati..."

            "Hoo dari mana kau bisa berpendapat bahwa sihir itu bisa mempengaruhi pikiran dan hati?"

            "Ah, ya tapi dengan cara dan tujuan yang buruk, membuat mereka kehilangan akal sehingga bisa dimanipulasi.. Eee.. saya teringat kuliah subuh di Masjid sewaktu di Mataram, sepertinya beliau yang mengisi pada waktu itu menyebutkan ayat di dalam Al Quran bahwa sihir bisa mempengaruhi hati dan pikiran manusia..."

            "Ayat yang mana tepatnya? Bisa kau sebutkan?"

            "Aduh.. Kalau itu saya lupa Imam..." ucapnya sambil tersenyum.

            "Haha, makanya baca kitabmu dengan rajin Abdi! Membaca Al Quran di setiap waktu luang merupakan sunnah yang bisa membentengi diri kita dari hal-hal seperti sihir."

            "Iya Imam, biasanya sih pas hari jumat, tapi semenjak perjalanan ke Samudera jadi jarang, hehe..."

            "Justru jika kau seorang musafir dan sedang dalam perjalanan perbanyaklah membacanya, itu akan selalu mendekatkan dirimu kepada Allah."

            "I..iya imam Hassan, InsyaAllah saya akan lebih rajin lagi membaca Al Quran."

            "Nah, di Alquran disebutkan sifat sihir itu bagaimana, yakni di surat Al Baqarah ayat seratus dua," beliau malafazkan bacaan sebelum memberikan arti terjemahannya kepada Abdi.

            "Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang suami dengan isterinya."

            "Dari situlah sebenarnya kita dapat menyimpulkan bahwa hakikat sihir itu adalah sesuatu yang dapat mempengaruhi pikiran dan hati manusia dengan cara dan tujuan yang buruk."

            "Tentunya dengan tidak melupakan bahwa bentuk sihir yang paling jelas yakni menyakiti orang lain dengan bantuan syaitan,"

"Serta cabang-cabangnya seperti ahli nujum, jimat, pengobatan dengan bantuan syaitan, dan sebagainya," lanjut Imam Hassan.

            "Ya ada juga sihir yang memberikan efek kebal, membuat diri kita menarik dilihat orang, bahkan ada yang percaya membawa rezeki yang banyak padahal sudah jelas berasal dari syaitan," Abdi berhasil mengingat ceramah tentang sihir yang dulu pernah dihadirinya.

            "Para prajurit harus bersih dari sihir, satu-satunya kekuatan kita adalah dari Allah. Sudah pernahkah membaca bahwa puasa adalah kekuatan utama ketika berjihad Abdi?"

            "Iya! Sudah Imam Hassan, waktu itu Raden Erucakra sendiri yang ceramah di Masjid Gedhe Mataram waktu jum'atan, saya selalu ingat kalau beliau yang mengisi," jawab Abdi.

            "Ah, iya, di Mataram sudah menjadi budaya para petinggi kraton bahkan sultan sendiri yang kadang mengisi khutbah kan?"

            "Iya, betul Imam Hassan! Sultan selalu mengisi ceramah di hari-hari besar!"

            "Hmm, Pangeran Diponegoro juga sering mengisi katamu tadi?"

            "Dulu hampir sebulan sekali! tapi sekarang beliau sibuk mengurus pasukan perang Mataram, apalagi semenjak kita ikut menjaga keamanan di timur Nusantara..."

            "Ya, saya membaca bukunya yang cukup terkenal itu, mudah-mudahan dia menjadi pengganti Sultan Mataram berikutnya..."

            "Amiin! Beliau yang terbaik menurut saya dari semua calon yang ada, yang lain tidak terlalu konsen pada agamanya..."

            "InsyaAllah! Apalagi beliau cukup disegani bahkan hingga Samudera..." terang Imam Hassan yang dibalas senyum tak percaya Abdi.

            "Yah, tapi selain usaha semua itu adalah rencana dan takdir Allah SWT.. Apalagi urusan mengenai khalifah..."

            "Hmm.. sampai mana obrolan kita tadi ya Di.. sudah hampir sampai di atas rupanya, itu ada lapangan yang luas di depan," di ujung bukit ternyata terdapat lapangan rumput yang luas, sangat indah suasananya untuk bersantai.

            "Oh, iya, yang paling berbahaya itu ketika sihir menjadi teknologi. Dengannya orang dapat melakukan hal-hal yang serupa dengan sihir."

            "Apakah ada hal yang seperti itu Imam Hassan? Hebat sekali bisa mengubah sihir menjadi teknologi," tanya Abdi.

            "Jangan meremehkan kemampuan manusia Abdi. Ya, menciptakan teknologi yang dapat melakukan hal yang sama dengan sihir. Hal itu terjadi didukung oleh semakin berkembangnya pengetahuan namun tidak diimbangi dengan iman serta akhlak mulia," jelas Imam Hassan.

            "Bagaimana contohnya Imam Hassan?"

            "Hmm.. kau mungkin tak akan percaya bila kuceritakan Abdi," Imam Hassan tampak ragu, pandangannya ke depan, ke arah lapangan yang luas. Rerumputan bergoyang di depan, kupu-kupu terlihat ketika mereka semakin mendekat. 

            "Tahukah kau bagaimana sihir untuk menyiksa seseorang dari jauh dilakukan? Salah satunya dengan media boneka dimana para penyihir itu dapat melihat melalui mata korban dan masuk ke pikirannya, sambil menyiksa dengan menusuk-nusukkan jarum atau membakar bagian tertentu dari boneka yang menjadi perantara," Imam Hassan mencari tempat yang nyaman untuk beristirahat, ia memutuskan untuk berjalan agak ke tengah dekat sebuah pohon besar.

            "Jadi.. ada teknologi yang bisa membuat pikiran manusia dapat diketahui orang lain dan bahkan apa yang dilihat melalui matanya juga?" Abdi tampak keheranan.

            "Hahaha, bahkan mimpi pun bisa dimanipulasi Abdi! aku hidup lebih lama dari dirimu, bagaimana kalau kukatakan dulu ada banyak?" Imam Hassan duduk di hamparan rumput yang luas, angin terasa sangat sejuk sekali berhembus.

            "Ah.. tapi.. dimana..bagaimana..." tanya Abdi ikut duduk di samping.

            "Sekarang sudah tidak ada Abdi, tapi bisa jadi teknologi itu di masa depan akan muncul lagi..."

            Sebelum Abdi bertanya lebih jauh, tampaknya Imam Hassan lebih tertarik untuk beristirahat sejenak dan menikmati suasana yang amat nyaman ini,

            "Tahukah kau makhluk yang buta sebelah matanya dan hanya bisa melihat melalui satu mata saja?" lagi-lagi sebelum Abdi menjawab, Imam Hassan kembali melanjutkan kata-katanya. Kali ini sambil berbaring di rerumputan yang empuk.

            "Kau bawa Al Quran? Baca Surat Al Kahfi dan terjemahannya, kita lanjutkan diskusi ini lain kali, ah, sudah saatnya beristirahat sejenak..." ucapnya membaringkan diri di bawah pohon.

            Abdi tetap duduk di tempat sambil memikirkan kata-kata Imam Hassan tadi, cukup mengerikan apa yang diceritakannya barusan.

            "Hmm.. kalau tidak salah itu ada di buku yang ditulis Raden Eru.. eh," Abdi melihat ke samping dan dilihatnya mata Imam Hassan sudah terpejam. Ia pasti lelah sekali dari pagi hingga siang tadi memimpin rapat. Abdi memutuskan untuk menikmati udara yang terasa hangat masuk ke dalam paru-paru, menenangkan jiwa dan membersihkan pikirannya. Ia akan berjaga selama Imam Hassan tertidur di sampingnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun