Mohon tunggu...
Rendy Artha Luvian
Rendy Artha Luvian Mohon Tunggu... Penulis - Staf Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, anggota FLP (Forum Lingkar Pena)

Menulis adalah membangun Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Catatan Abdi Dalem (Bagian 6, Buton) - Ustad Murhum

18 Maret 2024   13:00 Diperbarui: 18 Maret 2024   13:02 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            "Namun demikian, rasa persaingan di antara mereka selalu dijaga supaya tidak melebihi batas. Sayang, beberapa diantaranya kadang gugur sebagai calon sultan karena berbagai hal, termasuk di dalamnya persaingan tidak sehat bahkan saling menjatuhkan satu sama lain."

            "Hal ini jarang terjadi sebenarnya, karena kesederhanaan yang kami miliki," kali ini pandangan Ustad Murhum ke arah rumah-rumah bertingkat dua di sisi jalan.

            "Seorang Sultan memang memiliki wewenang dan kekuasaan besar namun itu diawasi dan dijaga oleh Sara Gau dan Sara Bitara sehingga ia tidak bisa sewenang-wenang, dan tempat tinggal Sultan pun sangat sederhana, ia tinggal di rumah lamanya, tidak berpindah ke keraton atau istana."

            "Biasanya Sultan hanya merenovasi tempat tinggal menjadi lebih tinggi dari sebelumnya," tambah Mas Rade sembari melihat rumah bertingkat empat di ujung pertigaan jalan.

            "Namun tingkat kekayaan dan kesejahteraan yang semakin besar beberapa tahun belakangan ini membuat persaingan para calon sultan menjadi agak keras... Biasanya Sultan yang terpilih memiliki hak mengelola tanah yang lebih luas untuk perkebunan dan peternakan, apalagi hasil perdagangan Pasar Wolio juga semakin meningkat," lanjut Ustad Murhum.

            "Barusan kemarin ini terjadi pembunuhan yang dilakukan oleh pemuda Kaomu pilihan, alasannya sederhana, ia mencurigai orang yang dibunuhnya membantu calon sultan lain ketika kompetisi menulis sejarah Buton dilaksanakan," Abdi dan Dalem tampak menyimak.

            "Ia meminjamkan buku penting sejarah Buton yang sudah sangat tua dan berisi mengenai pembangunan benteng yang sudah ada semenjak dahulu di seluruh pulau Buton, hasil tulisannya berupa pembahasan baik dari segi teknik maupun filsafat dan tata letak pembangunannya. Itu menjadikan sang calon sultan juara di kompetisi penting ini, dimana hasil tulisannya dapat dibaca oleh seluruh masyarakat Buton karena dicetak untuk disebarluaskan," jelas Mas Rade menambahkan.

            "Ketika musim liburan sekolah tiba biasanya ada kompetisi yang dilakukan untuk melihat sejauh mana perkembangan kemampuan bibit-bibit unggul terpilih. Dari berkuda, memanah, berenang, mengemudikan kapal, hingga menulis agama, pengetahuan, dan sejarah. Untuk kompetisi menulis ini selain golongan bangsawan, masyarakat umum juga diperbolehkan ikut, namun wajib bagi pemuda Kaomu dan Walaka. Saya sendiri ikut menyampaikan tulisan mengenai Nusantara Timur Raya," ujarnya.

            Tampak sekilas kekagetan di wajah Abdi dan Dalem.

            "Eh bukannya itu.. eh anu..." Abdi belum sempat menyelesaikan kalimatnya Ustad Murhum sudah memotong duluan.

            "Ayah mas Rade dari golongan Kaomu," sejenak kemudian Abdi dan Dalem tidak dapat melanjutkan kata-katanya, kalimat tadi membuat mereka hanya terdiam dengan mulut terbuka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun