"Namun demikian, rasa persaingan di antara mereka selalu dijaga supaya tidak melebihi batas. Sayang, beberapa diantaranya kadang gugur sebagai calon sultan karena berbagai hal, termasuk di dalamnya persaingan tidak sehat bahkan saling menjatuhkan satu sama lain."
      "Hal ini jarang terjadi sebenarnya, karena kesederhanaan yang kami miliki," kali ini pandangan Ustad Murhum ke arah rumah-rumah bertingkat dua di sisi jalan.
      "Seorang Sultan memang memiliki wewenang dan kekuasaan besar namun itu diawasi dan dijaga oleh Sara Gau dan Sara Bitara sehingga ia tidak bisa sewenang-wenang, dan tempat tinggal Sultan pun sangat sederhana, ia tinggal di rumah lamanya, tidak berpindah ke keraton atau istana."
      "Biasanya Sultan hanya merenovasi tempat tinggal menjadi lebih tinggi dari sebelumnya," tambah Mas Rade sembari melihat rumah bertingkat empat di ujung pertigaan jalan.
      "Namun tingkat kekayaan dan kesejahteraan yang semakin besar beberapa tahun belakangan ini membuat persaingan para calon sultan menjadi agak keras... Biasanya Sultan yang terpilih memiliki hak mengelola tanah yang lebih luas untuk perkebunan dan peternakan, apalagi hasil perdagangan Pasar Wolio juga semakin meningkat," lanjut Ustad Murhum.
      "Barusan kemarin ini terjadi pembunuhan yang dilakukan oleh pemuda Kaomu pilihan, alasannya sederhana, ia mencurigai orang yang dibunuhnya membantu calon sultan lain ketika kompetisi menulis sejarah Buton dilaksanakan," Abdi dan Dalem tampak menyimak.
      "Ia meminjamkan buku penting sejarah Buton yang sudah sangat tua dan berisi mengenai pembangunan benteng yang sudah ada semenjak dahulu di seluruh pulau Buton, hasil tulisannya berupa pembahasan baik dari segi teknik maupun filsafat dan tata letak pembangunannya. Itu menjadikan sang calon sultan juara di kompetisi penting ini, dimana hasil tulisannya dapat dibaca oleh seluruh masyarakat Buton karena dicetak untuk disebarluaskan," jelas Mas Rade menambahkan.
      "Ketika musim liburan sekolah tiba biasanya ada kompetisi yang dilakukan untuk melihat sejauh mana perkembangan kemampuan bibit-bibit unggul terpilih. Dari berkuda, memanah, berenang, mengemudikan kapal, hingga menulis agama, pengetahuan, dan sejarah. Untuk kompetisi menulis ini selain golongan bangsawan, masyarakat umum juga diperbolehkan ikut, namun wajib bagi pemuda Kaomu dan Walaka. Saya sendiri ikut menyampaikan tulisan mengenai Nusantara Timur Raya," ujarnya.
      Tampak sekilas kekagetan di wajah Abdi dan Dalem.
      "Eh bukannya itu.. eh anu..." Abdi belum sempat menyelesaikan kalimatnya Ustad Murhum sudah memotong duluan.
      "Ayah mas Rade dari golongan Kaomu," sejenak kemudian Abdi dan Dalem tidak dapat melanjutkan kata-katanya, kalimat tadi membuat mereka hanya terdiam dengan mulut terbuka.