Euthanasia pasif yang dilakukan atas permintaan pasien sendiri memiliki arti yang cukup jelas, dimana pasien menolak atas tindakan medis dan bahkan sadar bahwa apabila ia melakukan hal tersebut dapat menimbulkan resiko tertentu, yakni memperpendek atau bahkan mengakhiri nyawanya sendiri.
Perbedaan dengan euthanasia pasif yang dilakukan bukan atas permintaan pasien ialah pengambilan keputusan yang dilakukan oleh wali atau keluarga terdekat si pasien, dikarenakan kondisi tertentu yang tengah dialami oleh pasien dalam menerima tindakan medis, layaknya koma atau sakit stadium terminal.
Namun terdapat juga bentuk euthanasia lainnya, yakni euthanasia sikon yang memiliki definisi suatu bentuk euthanasia yang dilakukan karena situasi dan kondisi ekonomi, meskipun pasien tersebut masih ingin hidup dan dokter masih mampu dalam mengupayakan pengobatan demi kesembuhan pasien tersebut (Roesli, Kompas, 6 Mei 1989).
Hal ini tentu berbeda dengan euthanasia pasif, dimana kehendak untuk menghentikan pengobatan berasal dari faktor internal, sementara euthanasia sikon berasal dari alasan eksternal, yakni faktor kondisi ekonomi yang membatasi pasien tersebut untuk mendapat tindakan medis secara lebih lanjut.
Kontroversi Mengenai Praktik Euthanasia di Indonesia
Banyak yang berpendapat bahwa tindakan seorang tenaga medis (dalam hal ini yaitu diposisikan sebagai seorang dokter) dalam melakukan sebuah proses yang mengakhiri hidup atau menghilangkan nyawa seseorang merupakan hal yang melanggar sumpah Hipokrates serta merta Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI).
Bahkan, dalam hal berkontribusi ikut andil untuk menghilangkan nyawa seseorang, apabila perbuatan tersebut didasarkan atas permintaan orang tersebut, orang yang membantu pelaksanaan tindakan tersebut dapat dijerat dengan Pasal 344 KUHP.
Namun, apabila ditinjau dari perspektif dan aspek lainnya, ada beberapa alasan mengapa tindakan euthanasia serta physician assisted suicide (PAS) ini masih bisa ditemui di Indonesia, meskipun seringkali dilakukan secara diam-diam.
Lantas, apakah mungkin dengan ius constituendum atau yang dapat diartikan sebagai  cita-cita hukum di hukum positif Indonesia ke depannya, tindakan dokter dalam melakukan euthanasia aktif yang sering kali dikategorikan juga sebagai Physician Assisted Suicide (PAS) dapat dilegalisasikan?
Euthanasia dalam Hukum Positif Indonesia dan Perspektif Etika Kedokteran
Seperti yang sudah dituliskan oleh penulis, apabila seorang tenaga medis melakukan sebuah tindakan medis yang dapat dikaitkan dengan euthanasia, maka dirinya dapat dijerat dengan Pasal 344 KUHP (dasar larangan pelaksanaan euthanasia di Indonesia) yang tertulisÂ
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!