Mohon tunggu...
Regina Cecilia
Regina Cecilia Mohon Tunggu... Lainnya - Currently studying Law at Universitas Indonesia

c’est a la vie

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

The Right to Die: Mungkinkah Legalisasi atas Tindakan Euthanasia dan Physician Assisted Suicide (PAS) dalam Praktik Kedokteran di Indonesia?

7 Desember 2020   19:05 Diperbarui: 7 Desember 2020   19:20 464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mengenai Euthanasia, sumber: Deutsche Welle

Euthanasia pasif yang dilakukan atas permintaan pasien sendiri memiliki arti yang cukup jelas, dimana pasien menolak atas tindakan medis dan bahkan sadar bahwa apabila ia melakukan hal tersebut dapat menimbulkan resiko tertentu, yakni memperpendek atau bahkan mengakhiri nyawanya sendiri.

Perbedaan dengan euthanasia pasif yang dilakukan bukan atas permintaan pasien ialah pengambilan keputusan yang dilakukan oleh wali atau keluarga terdekat si pasien, dikarenakan kondisi tertentu yang tengah dialami oleh pasien dalam menerima tindakan medis, layaknya koma atau sakit stadium terminal.

Namun terdapat juga bentuk euthanasia lainnya, yakni euthanasia sikon yang memiliki definisi suatu bentuk euthanasia yang dilakukan karena situasi dan kondisi ekonomi, meskipun pasien tersebut masih ingin hidup dan dokter masih mampu dalam mengupayakan pengobatan demi kesembuhan pasien tersebut (Roesli, Kompas, 6 Mei 1989).

Hal ini tentu berbeda dengan euthanasia pasif, dimana kehendak untuk menghentikan pengobatan berasal dari faktor internal, sementara euthanasia sikon berasal dari alasan eksternal, yakni faktor kondisi ekonomi yang membatasi pasien tersebut untuk mendapat tindakan medis secara lebih lanjut.

Ilustrasi mengenai Euthanasia, sumber: wiken.grid.id
Ilustrasi mengenai Euthanasia, sumber: wiken.grid.id

Kontroversi Mengenai Praktik Euthanasia di Indonesia

Banyak yang berpendapat bahwa tindakan seorang tenaga medis (dalam hal ini yaitu diposisikan sebagai seorang dokter) dalam melakukan sebuah proses yang mengakhiri hidup atau menghilangkan nyawa seseorang merupakan hal yang melanggar sumpah Hipokrates serta merta Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI).

Bahkan, dalam hal berkontribusi ikut andil untuk menghilangkan nyawa seseorang, apabila perbuatan tersebut didasarkan atas permintaan orang tersebut, orang yang membantu pelaksanaan tindakan tersebut dapat dijerat dengan Pasal 344 KUHP.

Namun, apabila ditinjau dari perspektif dan aspek lainnya, ada beberapa alasan mengapa tindakan euthanasia serta physician assisted suicide (PAS) ini masih bisa ditemui di Indonesia, meskipun seringkali dilakukan secara diam-diam.

Lantas, apakah mungkin dengan ius constituendum atau yang dapat diartikan sebagai  cita-cita hukum di hukum positif Indonesia ke depannya, tindakan dokter dalam melakukan euthanasia aktif yang sering kali dikategorikan juga sebagai Physician Assisted Suicide (PAS) dapat dilegalisasikan?

Ilustrasi mengenai euthanasia dalam pandangan hukum, sumber: The Catholic Weekly
Ilustrasi mengenai euthanasia dalam pandangan hukum, sumber: The Catholic Weekly

Euthanasia dalam Hukum Positif Indonesia dan Perspektif Etika Kedokteran

Seperti yang sudah dituliskan oleh penulis, apabila seorang tenaga medis melakukan sebuah tindakan medis yang dapat dikaitkan dengan euthanasia, maka dirinya dapat dijerat dengan Pasal 344 KUHP (dasar larangan pelaksanaan euthanasia di Indonesia) yang tertulis 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun