"Inflasi menggerogoti uangmu, suku bunga mempengaruhi tabungan serta cicilan kreditmu, dan pajak --- itu sama pastinya dengan nafasmu sendiri," suara pertama melengkapi.
"Maksudmu, kita sedapat mungkin memposisikan diri supaya ketiga faktor itu  menjadi pendorong bagi kita untuk lebih sejahtera dan bukan  sebaliknya?" sergah suara kedua.
"Kau jenius!" jawab yang ditanya.
"Tapi bukankah kita tak perlu repot memikirkan itu semua. Toh untuk berinvestasi atau membiakkan uang misalnya, salah satunya bisa dilakukan via reksadana?" tiba-tiba suara ketiga menimpali.
"Itu ada benarnya. Tapi ingat, tanggung jawabmu selaku pemilik dana tak bisa kau alihkan kepada siapa pun. Pengelola reksadana sebatas memfasilitasi dengan produk yang mereka tawarkan berikut kompetensi teknis yang melingkupinya. Tapi, tanggung jawab terbesarmu adalah pada dirimu sendiri, terus tingkatkan intelijensi keuangan dari waktu ke waktu!" papar suara pertama.
"Tak cuma reksadana saja kurasa," tambah suara kedua. "Kita perlu menggali lebih banyak sebelum masuk ke jenis aset yang kita minati, entah itu yang klasik seperti tabungan atau deposito maupun yang kompleks seperti obligasi ritel, saham, asuransi, trading opsi/forex, dan juga bisnis properti serta usaha lainnya."
"Dan jangan lupa, sebagian dari rejeki kita mesti dialokasikan sebagai derma. Bentuknya bisa zakat, infaq, sedekah ataupun persepuluhan," timpal suara ketiga.
Dua jempol buatmu!" jawab suara pertama.
***
Perempuan setengah baya itu nampak rileks. Hatinya hangat.Â
"Dalam kerangka yang lebih luas, kelima poin kontribusi individu di atas nantinya bakal bersinergi dengan peran seluruh pemangku kepentingan dalam menciptakan tali temali  sistem keuangan nasional yang kokoh dan stabil," gumamnya yakin.