Mohon tunggu...
Rokhmin Dahuri Institute
Rokhmin Dahuri Institute Mohon Tunggu... Dosen - Rokhmin Dahuri

Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – IPB; Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI); Wakil Ketua Dewan Pakar ICMI Pusat; Member of International Scientific Advisory Board of Center for Coastal and Ocean Development, University of Bremen, Germany; Honorary Ambassador of Jeju Islands Province and Busan Metropolitan City, Republic of Korea to Indonesia; dan Menteri Kelautan dan Perikanan – RI (2001 – 2004).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membangun Kompetensi dan Enterpreneurship Generasi Muda

22 Maret 2017   10:52 Diperbarui: 22 Maret 2017   19:00 1424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hal pertama Indonesia tidak boleh mendasarkan pembangunan ekonominya pada mahzab kapitalisme (neoliberal) maupun sosialisme (komunisme).  Pasalnya, kedua mahzab ekonomi tersebut terbukti telah gagal membawa umat manusia pada tujuan hidup hakikinya, yakni kehidupan masyarakat yang maju, sejahtera, berkeadilan, dan damai.  Matinya komunisme sejak 1989 bersamaan dengan runtuhnya Emperium Uni Soviet, krisis demi krisis yang terus berulang melanda negara-negara blok kapitalisme, mulai dari the Great Depression 1930 hingga krisis ekonomi yang menerpa AS sejak 2008 dan Eropa yang sampai sekarang belum berkahir adalah merupakan bukti empiris tentang kegagalan dari kedua mahzab ekonomi itu.

Mahzab ekonomi yang mestinya menjadi pedoman kita adalah Ekonomi Pancasila atau Ekonomi Syariah.  Suatu mahzab ekonomi yang meniscayakan pemerintah (negara) melakukan intervensi secara tepat dan benar pada sektor-sektor publik, yang menyangkut kehidupan rakyat (publik), seperti sektor kesehatan, pendidikan, bahan pangan pokok, dan kekayaan alam (migas, bahan tambang, dan mineral lain, air, hutan, dan laut). 

Adapun sektor-sektor maupun kegiatan ekonomi yang secara fitrah (natural) cukup diatur oleh mekanisme pasar, maka harus diserahkan kepada mekanisme pasar.  Pemerintah tidak perlu melakukan intervensi.  Pemerintah (negara) dibolehkan melakukan intervensi (campur tangan), apabila terjadi distorsi pasar, misalnya monopoli, monopsoni, praktek dumping oleh negara lain, dan subsidi terselubung terhadap suatu sektor ekonomi di negara lain yang mengekspor produknya ke Indonesia.

Mahzab ekonomi Pancasila/Syariah meyakini, bahwa semua materi, kekayaan, dan barang ekonomi lainnya adalah milik Allah azza wa jalla.  Kita manusia harus memaknai, bahwa semua harta, benda, dan barang ekonomi lainnya yang kita miliki hanyalah titipan dari Tuhan yang menciptakan dan memiliki alam semesta ini.  Oleh sebab itu, semua kekayaan, keuntungan usaha, dan barang ekonomi lain yang kita miliki, selain untuk memenuhi kebutuhan hidup kita dan keluarga kita secara wajar (tidak berlebihan), juga harus digunakan untuk menolong sesama dan mensejahterakan manusia lain yang lebih membutuhkan.

Kedua, dengan menggunakan IPTEK mutakhir (state of the art science and technology), manajemen profesional (economy of scale dan integrated supply chain management), inovasi teknologi, inovasi non-teknologi (marketing, logistics, organization, and institutional arrangements), dan prinsip-prinsip pembangunan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, kita mesti meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan sustainability dari seluruh sektor ekonomi bangsa, baik sektor riil tradable, sektor riil non-tradable, maupun sektor finansial (Gambar 2). 

roadmap-58d1f4e96023bda50d21f3e7.png
roadmap-58d1f4e96023bda50d21f3e7.png
Berdasarkan pada kemampuannya untuk menciptakan lapangan kerja dan pemerataan kesejahteraan, maka sektor riil tradable mesti mendapat porsi pembangunan (dukungan moneter, anggaran fiskal, kredit perbankan, infrastruktur, dan SDM) yang paling besar. Diikuti oleh sektor riil non-tradable dan sektor keuangan. Dengan demikian, kita akan mampu memproduksi segenap produk dan jasa yang kompetitif baik untuk memenuhi kebutuhan nasional maupun ekspor, sehingga neraca perdagangan kita senantiasa surplus.

Sektor ekonomi riil tradable, khususnya sektor-sektor ekonomi berbasis SDA (kelautan dan perikanan, pertanian, kehutanan, ESDM, dan pariwisata) harus dijadikan sebagai sektor unggulan sebagai basis kita mengembangkan daya saing nasional.  Ekonomi berbasis SDA adalah keunggulan komparatif (comparative advantage) Indonesia, yang melalui aplikasi teknologi dan manajemen profesional dapat ditransformasi menjadi keunggulan kompetitif (competitive advantage).  Sebab, Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang kaya dengan berbagai macam SDA, baik di darat maupun di laut.  Kebutuhan (pasar domestik dan global) untuk semua SDA beserta segenap produk hilirnya akan terus meningkat, seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan meningkatnya pendapatan. Ekonomi berbasis SDA paling banyak menyerap tenaga kerja (pro-job), dapat mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia (pro-poor), membangkitkan pertumbuhan ekonomi berkualitas di seluruh wilayah NKRI (pro-growth and equity), dan jika dikelola secara ramah lingkungan akan berlangsung secara berkelanjutan (pro-environment).

Untuk menggambarkan betapa luar biasa besarnya potensi ekonomi industri berasis SDA adalah ekonomi kelautan. Sebagai negara maritim dan kepulauan terbesar di dunia, yang tiga per empat wilayahnya berupa laut, sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru Indonesia sejatinya terdapat di wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, dan lautan.  Sedikitnya ada 11 sektor ekonomi yang yang dapat dikembangkan untuk kemajuan dan kesejahteraan bangsa.  Kesepuluh sektor ekonomi itu adalah: (1) perikanan tangkap, (2) perikanan budidaya, (3) industri pengolahan hasil perikanan, (4) industri bioteknologi kelautan, (5) ESDM (energi dan sumber daya mineral), (6) pariwisata bahari, (7) perhubungan laut, (8) industri dan jasa maritim, (9) sumber daya wilayah pulau-pulau kecil, (10) hutan pesisir (mangroves), dan (11) sumber daya kelautan non-konvensional. Total nilai ekonomi kesebelas sektor ekonomi itu diperkirakan mencapai 1,2 triliun dolar AS, sekitar 7 kali lipat APBN 2013 atau sedikit lebih besar dari PDB Indonesia saat ini.  Kesempatan kerja yang bisa dibangkitkan dari sepuluh sektor ekonomi kelautan itu mencapai 40 juta orang, sekitar 30% dari total angkatan kerja saat ini 125 juta orang.

Ketiga, mulai sekarang kita harus membangun kedaulatan pangan nasional dengan melakukan pembenahan dan perbaikan di sub-sistem produksi, pengolahan dan pengemasan (processing and packaging), konsumsi, distribusi, dan kebijakan politik-ekonomi.  Di sisi produksi, kita harus berupaya cerdas dan keras agar semua komoditas (bahan) bahan pangan yang secara bio-ekologi bisa diproduksi di dalam negeri, total volume produksinya lebih besar dari pada kebutuhan nasional. Hal ini dapat dilakukan dengan melaksanakan 3 program: intensifikasi, ekstensifikasi, dan diversifikasi bahan pangan baik yang berasal dari budidaya pertanian di darat maupun perikanan budidaya di laut, perairan payau (tambak), kolam air tawar, perairan umum darat (danau, waduk, sungai, dan rawa), sawah (minapadi), saluran irigasi, dan akuarium.  Ketiga program peningkatan produksi pangan tersebut juga mesti dilakukan untuk sub-sektor perikanan tangkap, baik di laut maupun perairan umum darat.

Yang dimaksud dengan program intensifikasi adalah upaya untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha budidaya pertanian (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan), usaha perikanan budidaya, dan usaha perikanan tangkap yang sudah ada (existing activities) melalui penerapan IPTEK mutakhir dan manajemen profesional secara ramah lingkungan.  Lebih dari itu, lahan-lahan pertanian dan kawasan perairan perikanan produktif haruslah dilindungi. Tidak dialihfungsikan untuk peruntukan pembangunan lainnya, dan tidak dirusak oleh pencemaran (pollution) dan perusakan lingkungan lainnya. Program ekstensifikasi merupakan pembukaan lahan usaha pertanian dan usaha perikanan baru.  Sedangkan, diversifikasi merupakan program budidaya pertanian, budidaya perikanan, dan perikanan tangkap untuk spesies-spesies baru.

Mengingat sebagian besar sistem jaringan irigasi (bendungan, saluran primer, sekunder, dan tersier) yang ada saat ini telah dimakan usia dan jumlahnya tidak mencukupi.  Maka, kita harus melakukan perbaikan sistem jaringan irigasi yang ada, dan secara simultan membangun sistem jaringan irigasi baru di seluruh wilayah Nusantara sesuai kebutuhan setempat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun